
Terjun Bebas, Poundsterling di Spot Terlemah Sejak Maret 2017
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 July 2019 20:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang poundsterling Inggris terjun bebas di perdagangan pertama pekan ini, Senin (29/7/19) hingga menyentuh level terlemahnya sejak Maret 2017. Semakin menguatnya potensi Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepaktan (no-deal Brexit) membuat poundsterling jeblok.
Pada pukul 19:25 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2295 atau melemah 0,68% di pasar spot, melansir Refinitiv.
Mengutip laporan Reuters, hari Minggu kemarin pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson sedang mempersiapkan asumsi Uni Eropa tidak mau bernegosiasi lagi, sehingga mereka mempersiapkan skenario no-deal Brexit pada 31 Oktober nanti. Tanda-tanda bakalan sulitnya Inggris meminta negosiasi ulang sudah terlihat pada pekan lalu.
Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker memberitahu PM Johnson jika kesepakatan yang telah disetujui pendahulunya (Theresa May) adalah yang terbaik dan satu-satunya perjanjian Brexit. Junkker juga mengatakan Uni Eropa akan menganalisis ide-ide yang diberikan Inggris, asalkan masih dalam satu koridor dengan perjanjian sebelumnya.
No-deal Brexit merupakan kejadian yang paling ditakuti pelaku pasar di tahun ini. Bank sentral Inggris (Bank of England/BOE) bahkan memprediksi Negeri Ratu Elizabeth ini akan mengalami resesi terburuk sejak perang dunia kedua.
Prediksi dari Morgan Stanley jika poundsterling akan mencapai level paritas (1 poundsterling = 1 dolar AS) kini semakin berpeluang terjadi. Bank investasi global ini mengatakan skenario kurs poundsterling mencapai US$1 sampai US$1,1 akan terjadi jika Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan.
Senada dengan Morgan Stanley, HSBC juga memprediksi hal yang sama yakni poundsterling kemungkinan mencapai level terendah sepanjang masa US$ 1,0545 yang disentuh pada Maret 1985.
Namun di sisi lain, poundsterling diprediksi akan melesat naik seandainya sikap PM Johnson melunak. Dominic Schnider, kepala forex dan komoditas Asia Pasifik UBS Global Wealth Management, memprediksi sikap Johnson nantinya berubah, dan mempertimbangkan jalan terbaik untuk Inggris.
"Menjadi seorang perdana menteri, semua hal bisa berubah, dan kami pikir adanya sedikit kemungkinan negosiasi Brexit akan diperpanjang lagi" kata Schnider, sebagaimana dikutip CNBC International.
Schnider mengatakan jika Johnson merubah sedikit saja sikapnya, maka akan ada konsekuensi untuk poundsterling.
"Jika pasar mulai sadar probabilitas hard Brexit (no-deal) terus menyusut, saya pikir poundsterling akan menguat kembali. Jadi kemungkinan kita akan melihat poundsterling bergerak ke arah Utara (menguat) di kisaran US$ 1,30 sampai US$ 1,35" tegas Schnider.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Pada pukul 19:25 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2295 atau melemah 0,68% di pasar spot, melansir Refinitiv.
Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker memberitahu PM Johnson jika kesepakatan yang telah disetujui pendahulunya (Theresa May) adalah yang terbaik dan satu-satunya perjanjian Brexit. Junkker juga mengatakan Uni Eropa akan menganalisis ide-ide yang diberikan Inggris, asalkan masih dalam satu koridor dengan perjanjian sebelumnya.
No-deal Brexit merupakan kejadian yang paling ditakuti pelaku pasar di tahun ini. Bank sentral Inggris (Bank of England/BOE) bahkan memprediksi Negeri Ratu Elizabeth ini akan mengalami resesi terburuk sejak perang dunia kedua.
Prediksi dari Morgan Stanley jika poundsterling akan mencapai level paritas (1 poundsterling = 1 dolar AS) kini semakin berpeluang terjadi. Bank investasi global ini mengatakan skenario kurs poundsterling mencapai US$1 sampai US$1,1 akan terjadi jika Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan.
Senada dengan Morgan Stanley, HSBC juga memprediksi hal yang sama yakni poundsterling kemungkinan mencapai level terendah sepanjang masa US$ 1,0545 yang disentuh pada Maret 1985.
Namun di sisi lain, poundsterling diprediksi akan melesat naik seandainya sikap PM Johnson melunak. Dominic Schnider, kepala forex dan komoditas Asia Pasifik UBS Global Wealth Management, memprediksi sikap Johnson nantinya berubah, dan mempertimbangkan jalan terbaik untuk Inggris.
"Menjadi seorang perdana menteri, semua hal bisa berubah, dan kami pikir adanya sedikit kemungkinan negosiasi Brexit akan diperpanjang lagi" kata Schnider, sebagaimana dikutip CNBC International.
Schnider mengatakan jika Johnson merubah sedikit saja sikapnya, maka akan ada konsekuensi untuk poundsterling.
"Jika pasar mulai sadar probabilitas hard Brexit (no-deal) terus menyusut, saya pikir poundsterling akan menguat kembali. Jadi kemungkinan kita akan melihat poundsterling bergerak ke arah Utara (menguat) di kisaran US$ 1,30 sampai US$ 1,35" tegas Schnider.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular