
Kasus 737 Max, Boeing Siap Rogoh Kompensasi Rp 69 T
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
19 July 2019 10:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Pabrikan pesawat asal AS, Boeing menyatakan akan mengeluarkan biaya sebesar US$ 4,9 miliar atau sekitar Rp 69 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$) pada kuartal II-2019 sebagai kompensasi atas masalah pelarangan terbang pesawat jenis 737 Max.
Biaya kompensasi ini diperkirakan akan mempengaruhi laba per saham perusahaan. Saat ini, harga per saham Boeing adalah US$ 8,74 atau sekitar Rp 123.000/saham. Analis memproyeksikan pembayaran kompensasi ini akan membuat perusahaan membukukan laba per saham hanya US$ 1,80 untuk kuartal kedua, menurut estimasi rata-rata yang disusun oleh Refinitiv.
Selain laba, biaya kompensasi ini juga diperkirakan akan mengurangi pendapatan dan pendapatan sebelum pajak sebesar US$ 5,6 miliar pada kuartal tersebut, kata Boeing, yang dikutip CNBC International.
Pada perdagangan Kamis kemarin, saham Boeing melonjak 2% setelah pabrikan pesawat asal Chicago, Amerika Serikat (AS) itu mengungkapkan rencana pembayaran tersebut.
Boeing mengatakan biaya ini merupakan perkiraan konsesi untuk maskapai pelanggan pesawat Max yang tidak bisa mengoperasikan atau mendapatkan pesanan pesawat selama berbulan-bulan terakhir.
Perusahaan juga mengatakan akan memberikan kompensasi ke pelanggan selama beberapa tahun, tetapi terlebih dahulu mengakumulasikan semua biaya kompensasi pada kuartal kedua ini.
Pesawat Boeing 737 Max telah dilarang terbang sejak Maret lalu setelah dua kecelakaan terjadi melibatkan pesawat itu. Sebanyak 346 orang tewas dalam kecelakaan yang terjadi di Indonesia (Lion Air) dan Ethiophia (Ethiopian Air) itu.
Hingga saat ini regulator penerbangan belum mengungkapkan kapan akan membolehkan pesawat jenis itu untuk dioperasikan kembali. Dari penyelidikan terhadap dua kecelakaan di Indonesia dan Ethiopia, telah ditemukan penyebab kecelakaan yang diduga berkaitan dengan sistem anti-macet (anti-stall) otomatis dalam pesawat jenis ini.
Boeing secara langsung telah melakukan perbaikan pada masalah ini. Namun, regulator belum menandatangani persetujuan terkait pembaruan tersebut.
Meski begitu, Boeing mengatakan pihaknya berasumsi bahwa pesawat akan kembali beroperasi pada awal kuartal keempat tahun ini atau bisa juga lebih lama dari periode tersebut.
Akibat larangan terbang ini, Boeing telah merugi. Perusahaan terpaksa harus mengurangi produksi pesawatnya menjadi hingga seperlima saja dari total 42 unit per bulan.
Perusahaan juga terpaksa menunda pengiriman pesawat pesanannya, membuat stok pesawat pabrikan ini menumpuk di lahan parkir.
Namun, Boeing memperkirakan produksinya akan kembali meningkat menjadi 57 pesawat per bulan pada 2020. Boeing akan melaporkan hasil kinerja kuartal kedua dan segera menggelar paparan publik dengan analis pada Rabu mendatang (24/7/2019).
Airbus kembali salip Boeing.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Waw, India Pesan 2.380 Pesawat Boeing
Biaya kompensasi ini diperkirakan akan mempengaruhi laba per saham perusahaan. Saat ini, harga per saham Boeing adalah US$ 8,74 atau sekitar Rp 123.000/saham. Analis memproyeksikan pembayaran kompensasi ini akan membuat perusahaan membukukan laba per saham hanya US$ 1,80 untuk kuartal kedua, menurut estimasi rata-rata yang disusun oleh Refinitiv.
Selain laba, biaya kompensasi ini juga diperkirakan akan mengurangi pendapatan dan pendapatan sebelum pajak sebesar US$ 5,6 miliar pada kuartal tersebut, kata Boeing, yang dikutip CNBC International.
Pada perdagangan Kamis kemarin, saham Boeing melonjak 2% setelah pabrikan pesawat asal Chicago, Amerika Serikat (AS) itu mengungkapkan rencana pembayaran tersebut.
Boeing mengatakan biaya ini merupakan perkiraan konsesi untuk maskapai pelanggan pesawat Max yang tidak bisa mengoperasikan atau mendapatkan pesanan pesawat selama berbulan-bulan terakhir.
Perusahaan juga mengatakan akan memberikan kompensasi ke pelanggan selama beberapa tahun, tetapi terlebih dahulu mengakumulasikan semua biaya kompensasi pada kuartal kedua ini.
Pesawat Boeing 737 Max telah dilarang terbang sejak Maret lalu setelah dua kecelakaan terjadi melibatkan pesawat itu. Sebanyak 346 orang tewas dalam kecelakaan yang terjadi di Indonesia (Lion Air) dan Ethiophia (Ethiopian Air) itu.
Hingga saat ini regulator penerbangan belum mengungkapkan kapan akan membolehkan pesawat jenis itu untuk dioperasikan kembali. Dari penyelidikan terhadap dua kecelakaan di Indonesia dan Ethiopia, telah ditemukan penyebab kecelakaan yang diduga berkaitan dengan sistem anti-macet (anti-stall) otomatis dalam pesawat jenis ini.
Boeing secara langsung telah melakukan perbaikan pada masalah ini. Namun, regulator belum menandatangani persetujuan terkait pembaruan tersebut.
Meski begitu, Boeing mengatakan pihaknya berasumsi bahwa pesawat akan kembali beroperasi pada awal kuartal keempat tahun ini atau bisa juga lebih lama dari periode tersebut.
![]() |
Akibat larangan terbang ini, Boeing telah merugi. Perusahaan terpaksa harus mengurangi produksi pesawatnya menjadi hingga seperlima saja dari total 42 unit per bulan.
Namun, Boeing memperkirakan produksinya akan kembali meningkat menjadi 57 pesawat per bulan pada 2020. Boeing akan melaporkan hasil kinerja kuartal kedua dan segera menggelar paparan publik dengan analis pada Rabu mendatang (24/7/2019).
Airbus kembali salip Boeing.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Waw, India Pesan 2.380 Pesawat Boeing
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular