
Ditopang Global, Harga SUN Menguat Jelang Lelang Siang Ini
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
16 July 2019 11:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah dibuka menguat tipis pada awal perdagangan Selasa ini (16/7/2019), seiring dengan adanya potensi penurunan suku bunga BI-7 Day Reserve Repo Rate dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Kamis pekan ini.
Momentum penguatan harga Surat Utang Negara (SUN) hari ini juga bertepatan dengan lelang rutin SUN yang akan digelar pemerintah nanti siang.
Penguatan harga SUN pagi ini dapat menambah daya tawar pemerintah dalam menentukan tingkat imbal hasil (yield) dalam lelang tersebut sehingga biaya (beban bunga) yang harus dibayar pemerintah dapat lebih rendah daripada keinginan peserta lelang.
Naiknya harga SUN itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 2,3 basis poin (bps) menjadi 7,47%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 502 bps, menyempit dari posisi kemarin 503 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga ke 2,08% dari posisi kemarin 2,09%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun dengan besaran selisih 7 bps, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu. Selisih itu sudah sangat jauh daripada selisih tertinggi sebesar 26 bps pada 3 Juni.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 999,99 triliun SBN, atau 39,2% dari total beredar Rp 2.551 triliun berdasarkan data per 12 Juli.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 106,74 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti koreksi yang terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya melemah 0,2% dan 0,01%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di Brasil, India, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Afsel. Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar JGB Jepang dan US Treasury AS.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Rupiah Stabil & AS-Iran Mulai Adem, Harga SUN Mulai Terangkat
Momentum penguatan harga Surat Utang Negara (SUN) hari ini juga bertepatan dengan lelang rutin SUN yang akan digelar pemerintah nanti siang.
Penguatan harga SUN pagi ini dapat menambah daya tawar pemerintah dalam menentukan tingkat imbal hasil (yield) dalam lelang tersebut sehingga biaya (beban bunga) yang harus dibayar pemerintah dapat lebih rendah daripada keinginan peserta lelang.
Naiknya harga SUN itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 2,3 basis poin (bps) menjadi 7,47%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 16 Jul'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 15 Jul'19 (%) | Yield 16 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 15 Jul'19 (%) |
FR0077 | 5 tahun | 6.523 | 6.503 | -2.00 | 6.4528 |
FR0078 | 10 tahun | 7.122 | 7.108 | -1.40 | 7.0721 |
FR0068 | 15 tahun | 7.495 | 7.472 | -2.30 | 7.4685 |
FR0079 | 20 tahun | 7.68 | 7.66 | -2.00 | 7.6318 |
Avg movement | -1.92 |
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 502 bps, menyempit dari posisi kemarin 503 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga ke 2,08% dari posisi kemarin 2,09%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun dengan besaran selisih 7 bps, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu. Selisih itu sudah sangat jauh daripada selisih tertinggi sebesar 26 bps pada 3 Juni.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 15 Jul'19 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 15 Jul'19 (%) | Yield 16 Jul'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.143 | 2.157 | 3 bulan-5 tahun | 31.3 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.833 | 1.829 | 2 tahun-5 tahun | -1.5 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.812 | 1.809 | 3 tahun-5 tahun | -3.5 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.849 | 1.844 | 3 bulan-10 tahun | 7 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.092 | 2.087 | 2 tahun-10 tahun | -25.8 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 999,99 triliun SBN, atau 39,2% dari total beredar Rp 2.551 triliun berdasarkan data per 12 Juli.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 106,74 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti koreksi yang terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya melemah 0,2% dan 0,01%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di Brasil, India, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Afsel. Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar JGB Jepang dan US Treasury AS.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 15 Jul'19 (%) | Yield 16 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.28 | 7.26 | -2.00 |
China | 3.187 | 3.189 | 0.20 |
Jerman | -0.296 | -0.293 | 0.30 |
Perancis | 0.011 | 0.014 | 0.30 |
Inggris | 0.8 | 0.803 | 0.30 |
India | 6.488 | 6.433 | -5.50 |
Jepang | -0.115 | -0.129 | -1.40 |
Malaysia | 3.621 | 3.619 | -0.20 |
Filipina | 4.968 | 4.98 | 1.20 |
Rusia | 7.36 | 7.37 | 1.00 |
Singapura | 1.993 | 1.973 | -2.00 |
Thailand | 2.02 | 2 | -2.00 |
Amerika Serikat | 2.092 | 2.087 | -0.50 |
Afrika Selatan | 8.09 | 8.04 | -5.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Rupiah Stabil & AS-Iran Mulai Adem, Harga SUN Mulai Terangkat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular