
Ajib! Pidato Jokowi Bawa Harga SUN Terbang
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
15 July 2019 18:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga wajar obligasi rupiah pemerintah naik kencang pada perdagangan Senin ini (15/7/2019) disiram sentimen positif Jokowi Effect lewat pidatonya tentang rencana pemerintah 5 tahun ke depan yang disampaikan tadi malam.
Sentimen itu ditambah dengan pengumuman data neraca perdagangan domestik yang mencatatkan surplus dan data pertumbuhan ekonomi China yang masih bertumbuh kendati melambat dalam 27 tahun terakhir karena pedang dagang.
Naiknya harga wajar surat utang negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain, khususnya negara maju.
Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menunjukkan menguatnya harga wajar SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasil wajarnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat harga wajarnya adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield wajar 11,8 basis poin (bps) menjadi 7,07%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: IBPA
Sumber: Refinitiv
Positifnya pasar domestik juga seiring dengan momentum lelang rutin SUN konvensional yang akan digelar besok, dengan target Rp 15 triliun-Rp 30 triliun.
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada indeks INDOBeX Government Total Return milik PHEI/IBPA yang menguat.
Indeks tersebut naik 1,7 poin (0,66%) menjadi 260,92 dari posisi akhir pekan lalu 259,21.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 499 bps, menyempit dari posisi akhir pekan lalu 509 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,12% dari posisi akhir pekan lalu 2,1%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun dengan selisih 2,8 bps, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu. Selisih itu menipis dari posisi tertinggi 26 bps pada 3 Juni.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 999,99 triliun SBN, atau 39,2% dari total beredar Rp 2.551 triliun berdasarkan data per 12 Juli.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 106,74 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya naik 0,7% dan 0,6%. Dari pasar surat utang negara lain, penguatan hampir seragam terjadi di negara maju yaitu di pasar bund Jerman, OAT Perancis, gilt Inggris, dan JGB Jepang.
Di negara berkembang, penguatan terjadi di China, India, Filipina, dan Thailand.
Hal tersebut mencerminkan pasar obligasi yang sedang positif menghadapi potensi penurunan suku bunga global, ditambah dengan sentimen dari data pertumbuhan ekonomi China yang sesuai ekspektasi.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Sentimen itu ditambah dengan pengumuman data neraca perdagangan domestik yang mencatatkan surplus dan data pertumbuhan ekonomi China yang masih bertumbuh kendati melambat dalam 27 tahun terakhir karena pedang dagang.
Naiknya harga wajar surat utang negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain, khususnya negara maju.
Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menunjukkan menguatnya harga wajar SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasil wajarnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat harga wajarnya adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield wajar 11,8 basis poin (bps) menjadi 7,07%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Wajar Obligasi Negara Acuan 15 Jul'19 | ||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 12 Jul'19 (%) | Yield 15 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0077 | 5 tahun | 6.578 | 6.4528 | -12.52 |
FR0078 | 10 tahun | 7.1901 | 7.0721 | -11.80 |
FR0068 | 15 tahun | 7.5573 | 7.4685 | -8.88 |
FR0079 | 20 tahun | 7.7431 | 7.6318 | -11.13 |
Avg movement | -11.08 |
Yield Obligasi Negara Acuan 15 Jul'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 12 Jul'19 (%) | Yield 15 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 15 Jul'19 (%) |
FR0077 | 5 tahun | 6.578 | 6.523 | -5.50 | 6.4528 |
FR0078 | 10 tahun | 7.203 | 7.122 | -8.10 | 7.0721 |
FR0068 | 15 tahun | 7.56 | 7.495 | -6.50 | 7.4685 |
FR0079 | 20 tahun | 7.758 | 7.68 | -7.80 | 7.6318 |
Avg movement | -6.98 |
Positifnya pasar domestik juga seiring dengan momentum lelang rutin SUN konvensional yang akan digelar besok, dengan target Rp 15 triliun-Rp 30 triliun.
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada indeks INDOBeX Government Total Return milik PHEI/IBPA yang menguat.
Indeks tersebut naik 1,7 poin (0,66%) menjadi 260,92 dari posisi akhir pekan lalu 259,21.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 499 bps, menyempit dari posisi akhir pekan lalu 509 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,12% dari posisi akhir pekan lalu 2,1%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun dengan selisih 2,8 bps, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu. Selisih itu menipis dari posisi tertinggi 26 bps pada 3 Juni.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 15 Jul'19 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 12 Jul'19 (%) | Yield 15 Jul'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.151 | 2.153 | 3 bulan-5 tahun | 28.2 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.839 | 1.845 | 2 tahun-5 tahun | -2.6 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.817 | 1.825 | 3 tahun-5 tahun | -4.6 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.859 | 1.871 | 3 bulan-10 tahun | 2.8 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.106 | 2.125 | 2 tahun-10 tahun | -28 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 999,99 triliun SBN, atau 39,2% dari total beredar Rp 2.551 triliun berdasarkan data per 12 Juli.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 106,74 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya naik 0,7% dan 0,6%. Dari pasar surat utang negara lain, penguatan hampir seragam terjadi di negara maju yaitu di pasar bund Jerman, OAT Perancis, gilt Inggris, dan JGB Jepang.
Di negara berkembang, penguatan terjadi di China, India, Filipina, dan Thailand.
Hal tersebut mencerminkan pasar obligasi yang sedang positif menghadapi potensi penurunan suku bunga global, ditambah dengan sentimen dari data pertumbuhan ekonomi China yang sesuai ekspektasi.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 12 Jul'19 (%) | Yield 15 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.2 | 7.28 | 8.00 |
China | 3.189 | 3.187 | -0.20 |
Jerman | -0.245 | -0.267 | -2.20 |
Perancis | 0.066 | 0.04 | -2.60 |
Inggris | 0.836 | 0.814 | -2.20 |
India | 6.493 | 6.436 | -5.70 |
Jepang | -0.115 | -0.117 | -0.20 |
Malaysia | 3.619 | 3.621 | 0.20 |
Filipina | 5.031 | 4.98 | -5.10 |
Rusia | 7.33 | 7.36 | 3.00 |
Singapura | 1.964 | 1.992 | 2.80 |
Thailand | 2.02 | 1.99 | -3.00 |
Amerika Serikat | 2.106 | 2.125 | 1.90 |
Afrika Selatan | 8.03 | 8.04 | 1.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular