Tembus ke Bawah Rp14.000/US$, Rupiah Raja Asia Pekan Ini!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 July 2019 11:50
Tembus ke Bawah Rp14.000/US$, Rupiah Raja Asia Pekan Ini!
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah menanti cukup lama, rupiah akhirnya mencicipi lagi level di bawah 14.000/US$ di pekan ini, tidak hanya itu Mata Uang Garuda menjadi raja di Asia dengan mencetak penguatan 0,58% melawan dolar Amerika Serikat (AS).



Rupiah baru menunjukkan kinerja impresif di perdagangan Kamis dan Jumat, tiga hari perdagangan sebelumnya rupiah justru mengalami pelemahan.
Jika melihat lebih ke belakang, rupiah sebenarnya sudah menunjukkan tanda-tanda akan menjebol level 14.000/US$ sejak 21 Juni ketika mencapai level 14.075/US$. Setelahnya Mata Uang Garuda ini berada dalam fase konsolidasi di kisaran 14.075-14.180/US$.



Di pekan ini, rupiah masih berada dalam fase konsolidasi tersebut, sebelum akhirnya mencetak penguatan dua hari beruntun, dan mengakhiri perdagangan di level 13.999/US$.

Sepanjang pekan ini, hanya ringgit Malaysia yang mampu mendekati performa apik rupiah di Asia. Berikut performa dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Benua Kuning di pekan ini. 




Halaman Selanjutnya >>>

Rilis data tenaga kerja AS pada Jumat (5/7/19) pekan lalu yang lebih bagus dari prediksi sebenarnya membuat dolar AS mendapatkan momentum penguatan. Data tenaga kerja AS merupakan salah satu acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga (Federal Funds Rate/FFR). Usai rilis data tersebut, pelaku pasar memprediksi Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas suku bunga maksimal dua kali di tahun ini, lebih sedikit dari prediksi sebelumnya sebanyak tiga kali.


Namun, bos The Fed Jerome Powell justru bersikap dovish saat memberikan paparan kebijakan moneter di hadapan Komite Jasa Finansial Kongres  AS pada Rabu (10/7/19) lalu.
Dalam paparan tersebut Powell mengatakan investasi sektor swasta di seluruh penjuru AS melemah, dan menegaskan The Fed siap bertindak sesuai kebutuhan untuk mempertahankan ekspansi ekonomi AS. Pelaku pasar menginterpretasikan kalimat “bertindak sesuai kebutuhan” sebagai pemangkasan suku bunga The Fed dalam waktu dekat.   Sikap dovish Powell tersebut juga terkonfirmasi oleh rilis notula rapat kebijakan moneter The Fed yang berlangsung 20 Juni lalu. Notula yang dirilis dini hari tadi pukul 1:00 WIB menunjukkan para pejabat bank sentral Negeri Paman Sam memandang bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan perlu dieksekusi guna menjaga laju perekonomian.

"Beberapa anggota melihat bahwa pemangkasan federal funds rate dalam waktu dekat dapat membantu meminimalisir dampak dari guncangan terhadap ekonomi di masa depan," tulis risalah rapat The Fed, dilansir dari CNBC International

Pasca paparan dan rilis notula tersebut, pelaku pasar kembali memprediksi The Fed akan agresif memangkas suku bunga acuannya, dolar AS tertekan dan rupiah berhasil menguat cukup siginifikan di hari Kamis. Pada hari Jumat rupiah sebenarnya mengalami tekanan hampir sepanjang perdagangan, hal tersebut tidak lepas dari rilis data inflasi AS yang lebih tinggi dari prediksi. Data ini juga merupakan salah satu acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga. Tetapi kurang dari 30 menit perdagangan di Indonesia berakhir, Mata Uang Garuda tiba-tiba melesat menguat tajam.

Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis malam melaporkan inflasi yang dilihat dari Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) di bulan Juni tumbuh 0,1% month-on-month (MoM) , dan inflasi inti (yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi) tumbuh 0,3% MoM.

Rilis tersebut lebih tinggi dari prediksi di Reuters sebesar 0% untuk inflasi dan 0,2% untuk inflasi inti. Selain itu, pertumbuhan inflasi inti di bulan Juni juga menjadi yang tertinggi sejak Januari 2018.

Sementara jika dilihat secara tahunan atau year-on-year inflasi dan inflasi inti masing-masing tumbuh 1,6% dan 2,1. Namun, satu data bagus bukan berarti proyeksi sepanjang tahun ini bisa langsung berubah. The Fed sudah menurunkan proyeksi inflasi 2019 menjadi 1,5%, atau mengalami revisi dari proyeksi yang diberikan pada bulan Maret lalu sebesar 1,8%.

Sebagai informasi The Fed menetapkan target inflasi sebesar 2,0% dan acuannya adalah inflasi berdasarkan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index. Inflasi PCE di bulan Mei tumbuh sebesar 1,6% year-on-year, dan data terbaru akan dirilis pada 30 Juli nanti. Tetapi data inflasi berdasarkan CPI juga bisa menggambarkan bagiamana data inflasi PCE nantinya. Rilis data inflasi tersebut membuat pelaku pasar kembali “bimbang” apakah The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali atau maksimal dua kali di tahun ini.

Halaman Selanjutnya >>> Penguatan tiba-tiba rupiah menjelang berakhirnya perdagangan Jumat bisa jadi akibat data neraca perdagangan RI bulan Juni yang diprediksi surplus. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias minus 8,3% year-on-year (YoY) di bulan Juni. Sementara impor diperkirakan negatif 5,26% YoY dan neraca perdagangan surplus US$ 516 juta. 

Sedangkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan ekspor turun 8,7% YoY dan impor terkontraksi 5%. Neraca perdagangan diramal surplus US$ 690 juta. Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia pada Senin (15/7/19) pekan depan.

Sementara itu Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu juga melaporkan kenaikan cadangan devisa yang berasal dari penerimaan devisa migas dan valas lainnya. Posisi cadangan devisa Indonesia per akhir Juni 2019 dilaporkan US$ 123,82 miliar atau melonjak sebesar US$ 3,5 miliar dari bulan sebelumnya. 

Selain itu, BI juga akan menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur (RDG)  pada 17-18 Juli, suara-suara agar Perry Warjiyo dkk agar memangkas suku bunga sudah lama terdengar. Penurunan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate yang saat ini sebesar 6% diharapkan memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

The Fed yang hampir pasti akan memangkas FFR tentunya memberikan ruang lebih besar bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuannya.  Pemangkasan suku bunga Fed bertujuan untuk mempertahankan ekspansi dan lebih memacu perekonomian AS. Beberapa bank sentral di berbagai belahan dunia bahkan sudah lebih dulu memangkas suku bunga. Bank Sentral Australia dalam dua bulan beruntun sudah menurunkan suku bunga masing-masing 25 basis poin ke rekor terendah sepanjang masa 1%. 

Bank Sentral India juga memotong suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin di bulan Juni, Bank Sentral Malaysia lebih dulu lagi yakni di bulan Mei. Kebijakan bank sentral tersebut bertujuan untuk memacu perekonomian. Harapan akan adanya pemangkasan suku bunga BI yang nantinya dapat memacu perekonomian bisa jadi memberikan sentimen positif ke pasar yang menjadi salah satu penopang penguatan rupiah. 

Akankah BI memangkas suku bunga pekan depan?


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular