
Asing Borong Rp 700 M Lebih, IHSG Kokoh di Zona Hijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 July 2019 16:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan Selasa ini (9/7/2019) dengan koreksi tipis 0,01% ke level 6.351,49, dalam sekejap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu membalikkan keadaan dan tak pernah lagi kembali ke zona merah.
Per akhir sesi dua, IHSG menguat 0,57% ke level 6.388,32.
Apresiasi yang dibukukan IHSG pada hari ini lantas memutus rentetan koreksi selama 2 hari beruntun perdagangan pada Senin dan Jumat pekan lalu.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG menguat di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+2,04%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,87%), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (+4,32%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+1,95%), dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+6,89%).
IHSG sukses melaju di zona hijau kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai melemah 0,18%, indeks Hang Seng jatuh 0,76%, indeks Straits Times terkoreksi 0,17%, dan indeks Kospi terpangkas 0,59%.
Kekhawatiran yang menyelimuti terkait dengan dialog dagang AS-China menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning.
Seperti yang diketahui, setelah berbincang sekitar 80 menit di sela-sela gelaran KTT G20 di Jepang belum lama ini, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata di bidang perdagangan sekaligus membuka kembali pintu negosiasi yang sempat tertutup.
Dilansir dari CNBC International, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.
Media milik pemerintah China Xinhua menyebut bahwa kedua pimpinan negara setuju "untuk memulai kembali negosiasi dagang antar kedua negara dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat."
Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow pada pekan lalu kemudian menyebut bahwa perwakilan kedua negara sedang mengorganisir rencana untuk menggelar dialog antar delegasi AS dan China pada pekan ini.
"Dialog (dengan China) akan berlanjut pada pekan depan," kata Kudlow, dilansir dari Reuters.
Seorang pejabat dari Kantor Perwakilan Dagang AS menyebut bahwa dialog yang sedang diorganisir adalah dialog yang melibatkan pejabat tingkat tinggi dari kedua negara, yang rencananya akan dilakukan melalui sambungan telepon.
Sebagai informasi, pejabat tingkat tinggi dalam hal perdagangan dari sisi AS adalah Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin. Dari pihak China, pejabat tingkat tinggi yang dimaksud adalah Wakil Perdana Menteri Liu He.
Kalau sampai negosiasi tak berjalan dengan baik, ada kemungkinan bahwa AS akan mengabaikan gencatan senjata yang sudah disepakati dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar. Sebelum menyepakati gencatan senjata dengan China, ancaman ini sudah sangat sering ditebar oleh Trump.
Ketika ini yang terjadi, dipastikan bahwa laju perekonomian dunia akan semakin tertekan, mengingat posisi AS dan China selaku dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Di AS yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, belum lama ini Manufacturing PMI periode Juni 2019 diumumkan di level 51,7 oleh Institute for Supply Management (ISM), menandai ekspansi sektor manufaktur terlemah yang pernah dicatatkan AS sejak September 2016 silam.
Hal serupa terjadi juga di China yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia. Dalam enam bulan pertama tahun 2019, data resmi pemerintahnya mencatat bahwa aktivitas manufaktur membukukan kontraksi sebanyak empat kali yakni pada bulan Januari, Februari, Mei, dan Juni.
LANJUT KE HALAMAN 2>>
Per akhir sesi dua, IHSG menguat 0,57% ke level 6.388,32.
Apresiasi yang dibukukan IHSG pada hari ini lantas memutus rentetan koreksi selama 2 hari beruntun perdagangan pada Senin dan Jumat pekan lalu.
IHSG sukses melaju di zona hijau kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai melemah 0,18%, indeks Hang Seng jatuh 0,76%, indeks Straits Times terkoreksi 0,17%, dan indeks Kospi terpangkas 0,59%.
Kekhawatiran yang menyelimuti terkait dengan dialog dagang AS-China menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning.
Seperti yang diketahui, setelah berbincang sekitar 80 menit di sela-sela gelaran KTT G20 di Jepang belum lama ini, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata di bidang perdagangan sekaligus membuka kembali pintu negosiasi yang sempat tertutup.
Dilansir dari CNBC International, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.
![]() |
Media milik pemerintah China Xinhua menyebut bahwa kedua pimpinan negara setuju "untuk memulai kembali negosiasi dagang antar kedua negara dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat."
Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow pada pekan lalu kemudian menyebut bahwa perwakilan kedua negara sedang mengorganisir rencana untuk menggelar dialog antar delegasi AS dan China pada pekan ini.
"Dialog (dengan China) akan berlanjut pada pekan depan," kata Kudlow, dilansir dari Reuters.
Seorang pejabat dari Kantor Perwakilan Dagang AS menyebut bahwa dialog yang sedang diorganisir adalah dialog yang melibatkan pejabat tingkat tinggi dari kedua negara, yang rencananya akan dilakukan melalui sambungan telepon.
Sebagai informasi, pejabat tingkat tinggi dalam hal perdagangan dari sisi AS adalah Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin. Dari pihak China, pejabat tingkat tinggi yang dimaksud adalah Wakil Perdana Menteri Liu He.
Kalau sampai negosiasi tak berjalan dengan baik, ada kemungkinan bahwa AS akan mengabaikan gencatan senjata yang sudah disepakati dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar. Sebelum menyepakati gencatan senjata dengan China, ancaman ini sudah sangat sering ditebar oleh Trump.
Ketika ini yang terjadi, dipastikan bahwa laju perekonomian dunia akan semakin tertekan, mengingat posisi AS dan China selaku dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Di AS yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, belum lama ini Manufacturing PMI periode Juni 2019 diumumkan di level 51,7 oleh Institute for Supply Management (ISM), menandai ekspansi sektor manufaktur terlemah yang pernah dicatatkan AS sejak September 2016 silam.
Hal serupa terjadi juga di China yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia. Dalam enam bulan pertama tahun 2019, data resmi pemerintahnya mencatat bahwa aktivitas manufaktur membukukan kontraksi sebanyak empat kali yakni pada bulan Januari, Februari, Mei, dan Juni.
LANJUT KE HALAMAN 2>>
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular