Terancam Default, Kas Jababeka Tak Cukup Buyback Obligasi
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
08 July 2019 13:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten pengembang kawasan industri, PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) mengumumkan adanya risiko gagal bayar atas surat utang (notes) senior yang diterbitkan anak perusahaan, Jababeka International BV (JIBV)
Berdasarkan keterangan yang disampaikan melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), perubahan susunan anggota direksi dan dewan komisaris perusahaan, mengakibatkan perusahaan harus melakukan buyback (pembelian kembali) dengan harga pembelian 101% dari nilai pokok notes sebesar US$ 300 juta atau setara Rp 4,26 triliun (kurs Rp 14.200/US$). Nilai ini belum termasuk kewajiban bunga yang harus dibayarkan.
Sebagai informasi, pada tanggal 15 November 2017 JIBV menerbitkan guaranteed senior notes 2023 ("Further Notes") sebesar US$ 110,85 juta. Further notes tersebut merupakan terbitan lanjutan dari jenis surat utang yang sama pada 5 dan 19 Oktober 2016 senilai US$ 189,15 juta. Surat utang tersebut dikenakan suku bunga 6,5% yang dibayarkan tiap semester.
Guaranteed senior notes 2023 tersebut diterbitkan berdasarkan perjanjian antara JIBV, KIJA, dan The Bank of New York Mellon sebagai wali amanat.
Lebih lanjut, perusahaan menyampaikan terdapat resiko gagal bayar untuk memenuhi kewajiban buyback tersebut.
Risiko itu terlihat dari total arus kas dan setara kas perusahaan yang per Maret 2019 hanya berjumlah Rp 873,89 miliar rupiah. Kas ini pun sejatinya merupakan kumulasi kas dari pencatatan sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada kuartal I-2019, KIJA membukukan penurunan dalam kas hingga Rp 4,98 miliar.
Dengan nilai kewajiban yang harus dibayar mencapai Rp 4,26 triliun, selain kas tentunya perusahaan harus mencari alternatif lain.
Namun, pilihan yang paling memungkinkan untuk memenuhi buyback tersebut adalah dengan mengurangi kepemilikan lahan (land back), baik tanah untuk pengembangan maupun properti investasi yang dimiliki KIJA
Kinerja Jababeka Kuartal I-2019
[Gambas:Video CNBC]
Akan tetapi, penjualan aset tersebut akan membawa masalah baru dengan pihak eksternal lain, seperti pengguna ruko di kawasan industri yang dikelola perusahaan. Belum lagi masalah dengan investor yang sudah menggelontorkan dana untuk proyek di tanah pengembangan, yang mayoritas terletak di daerah Cikarang dan Pandeglang, Jawa Barat.
Akankah perusahaan mengambil langkah restrukturisasi utang untung mengatasi resiko gagal bayar tersebut?
Untuk diketahui, pada akhir sesi I perdagangan BEI, harga saham KIJA terkoreksi 4,4% menjadi Rp 304/unit saham. Saham perusahaan juga ditransaksikan cukup aktif dengan volume perdagangan mencapai 27,05 juta transaksi, dari rerata harian 6,95 juta transaksi.
Dalam keterbukaan informasi pekan lalu di Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen perseroan mengungkapkan ada risiko gagal bayar atau default atas kewajiban pembayaran Notes yang diterbitkan anak usaha.
Secara rinci, risiko ini muncul akibat perubahan susunan anggota direksi dan anggota dewan komisaris perusahaan.
Disebutkan, manajemen perseroan mengungkapkan perubahan susunan anggota direksi dan anggota dewan komisaris yang merupakan usulan dari PT Imakotama Investido dan Islamic Development Bank (IDB), bertutut-turut selaku pemegang saham perseroan sebesar 6,387% dan 10,841% dari seluruh saham perseroan (saat RUPST 26 Juni 2019 berlangsung), mengusulkan Sugiharto sebagai dirut dan Aries Liman sebagai Komisaris.
Usulan ini telah disetujui dalam RUPST dengan jumlah suara setuju sebesar 52,117%. "[ini] dapat dilihat sebagai telah terjadi acting in concert dan adanya perubahan pengendalian berdasarkan syarat dan kondisi Notes yang tepat diterbitkan perseroan," tulis manajemen KIJA.
"Dengan terjadinya perubahan pengendalian dalam perseroan, sebagaimana dimaksud dalam syarat dan kondisi dari Notes yang diterbitkan oleh Jababeka International BV, anak usaha KIJA, maka perseroan/Jababeka International berkewajiban untuk memmberikan penawaran pembelian kepada para pemegang Notes dengan harga pembelian sebesar 101% dari nilai pokok Notes sebesar US$ 300 juta ditambah kewajiban bunga," tulis keterangan KIJA tersebut.
Jika perseroan tidak mampu melaksanakan penawaran pembelian tersebut, "maka perseroan/Jababeka interantional akan berada dalam keadaan lalai atau default."
"Kondisi lalai atau delault tersebut mengakibatkan perseroan atau anak usaha perseroan lainnya menjadi dalam keadaan default pula terhadap masing-masing kreditor mereka lainnya. Dampak terhadap kondisi keuangan dan proyeksi keuangan: perseroan dan anak anak perusahaan tertentu dari KIJA akan berada dalam keadaan lalai atau default."
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Ancaman Default KIJA
Berdasarkan keterangan yang disampaikan melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), perubahan susunan anggota direksi dan dewan komisaris perusahaan, mengakibatkan perusahaan harus melakukan buyback (pembelian kembali) dengan harga pembelian 101% dari nilai pokok notes sebesar US$ 300 juta atau setara Rp 4,26 triliun (kurs Rp 14.200/US$). Nilai ini belum termasuk kewajiban bunga yang harus dibayarkan.
Sebagai informasi, pada tanggal 15 November 2017 JIBV menerbitkan guaranteed senior notes 2023 ("Further Notes") sebesar US$ 110,85 juta. Further notes tersebut merupakan terbitan lanjutan dari jenis surat utang yang sama pada 5 dan 19 Oktober 2016 senilai US$ 189,15 juta. Surat utang tersebut dikenakan suku bunga 6,5% yang dibayarkan tiap semester.
Guaranteed senior notes 2023 tersebut diterbitkan berdasarkan perjanjian antara JIBV, KIJA, dan The Bank of New York Mellon sebagai wali amanat.
Risiko itu terlihat dari total arus kas dan setara kas perusahaan yang per Maret 2019 hanya berjumlah Rp 873,89 miliar rupiah. Kas ini pun sejatinya merupakan kumulasi kas dari pencatatan sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada kuartal I-2019, KIJA membukukan penurunan dalam kas hingga Rp 4,98 miliar.
Dengan nilai kewajiban yang harus dibayar mencapai Rp 4,26 triliun, selain kas tentunya perusahaan harus mencari alternatif lain.
Namun, pilihan yang paling memungkinkan untuk memenuhi buyback tersebut adalah dengan mengurangi kepemilikan lahan (land back), baik tanah untuk pengembangan maupun properti investasi yang dimiliki KIJA
Kinerja Jababeka Kuartal I-2019
[Gambas:Video CNBC]
Akan tetapi, penjualan aset tersebut akan membawa masalah baru dengan pihak eksternal lain, seperti pengguna ruko di kawasan industri yang dikelola perusahaan. Belum lagi masalah dengan investor yang sudah menggelontorkan dana untuk proyek di tanah pengembangan, yang mayoritas terletak di daerah Cikarang dan Pandeglang, Jawa Barat.
Akankah perusahaan mengambil langkah restrukturisasi utang untung mengatasi resiko gagal bayar tersebut?
Untuk diketahui, pada akhir sesi I perdagangan BEI, harga saham KIJA terkoreksi 4,4% menjadi Rp 304/unit saham. Saham perusahaan juga ditransaksikan cukup aktif dengan volume perdagangan mencapai 27,05 juta transaksi, dari rerata harian 6,95 juta transaksi.
Dalam keterbukaan informasi pekan lalu di Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen perseroan mengungkapkan ada risiko gagal bayar atau default atas kewajiban pembayaran Notes yang diterbitkan anak usaha.
Secara rinci, risiko ini muncul akibat perubahan susunan anggota direksi dan anggota dewan komisaris perusahaan.
Disebutkan, manajemen perseroan mengungkapkan perubahan susunan anggota direksi dan anggota dewan komisaris yang merupakan usulan dari PT Imakotama Investido dan Islamic Development Bank (IDB), bertutut-turut selaku pemegang saham perseroan sebesar 6,387% dan 10,841% dari seluruh saham perseroan (saat RUPST 26 Juni 2019 berlangsung), mengusulkan Sugiharto sebagai dirut dan Aries Liman sebagai Komisaris.
Usulan ini telah disetujui dalam RUPST dengan jumlah suara setuju sebesar 52,117%. "[ini] dapat dilihat sebagai telah terjadi acting in concert dan adanya perubahan pengendalian berdasarkan syarat dan kondisi Notes yang tepat diterbitkan perseroan," tulis manajemen KIJA.
"Dengan terjadinya perubahan pengendalian dalam perseroan, sebagaimana dimaksud dalam syarat dan kondisi dari Notes yang diterbitkan oleh Jababeka International BV, anak usaha KIJA, maka perseroan/Jababeka International berkewajiban untuk memmberikan penawaran pembelian kepada para pemegang Notes dengan harga pembelian sebesar 101% dari nilai pokok Notes sebesar US$ 300 juta ditambah kewajiban bunga," tulis keterangan KIJA tersebut.
Jika perseroan tidak mampu melaksanakan penawaran pembelian tersebut, "maka perseroan/Jababeka interantional akan berada dalam keadaan lalai atau default."
"Kondisi lalai atau delault tersebut mengakibatkan perseroan atau anak usaha perseroan lainnya menjadi dalam keadaan default pula terhadap masing-masing kreditor mereka lainnya. Dampak terhadap kondisi keuangan dan proyeksi keuangan: perseroan dan anak anak perusahaan tertentu dari KIJA akan berada dalam keadaan lalai atau default."
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Ancaman Default KIJA
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular