
Sedih! Hingga Tengah Hari, Tak Sekalipun IHSG Terapresiasi
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 July 2019 13:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan dengan koreksi sebesar 0,21%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak sekalipun merasakan manisnya zona hijau pada Senin ini (8/7/2019). Per akhir sesi I, koreksi yang dibukukan IHSG bertambah dalam menjadi 0,4% ke level 6.348,21.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,17%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,42%), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (-3,37%), PT United Tractors Tbk/UNTR (-2,23%), dan PT Bumi Serpong Damai Tbk/BSDE (-3,93%).
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 1,05%, indeks Shanghai ambruk 2,46%, indeks Hang Seng melemah 1,64%, indeks Straits Times jatuh 1,28%, dan indeks Kospi terkoreksi 1,77%.
Memudarnya optimisme bahwa Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) pada bulan ini menjadi faktor utama yang melandasi aksi jual di bursa saham Benua Kuning.
Pada hari Jumat (5/7/2019), angka penciptaan lapangan kerja AS (sektor non-pertanian) periode Juni 2019 diumumkan sebanyak 224.000, jauh di atas ekspektasi yang sebanyak 162.000, seperti dilansir dari Forex Factory. Capaian tersebut juga jauh mengalahkan capaian pada bulan Mei yang sebanyak 72.000 saja.
Data tenaga kerja menjadi sangat penting lantaran dipantau dengan ketat oleh The Fed guna merumuskan kebijakan suku bunga acuannya.
Kini, The Fed hanya diekspektasikan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam pertemuannya pada akhir bulan ini.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 8 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 92%. Besarannya melonjak dari posisi pada minggu lalu yang mencapai 80,1%.
Sementara itu, peluang suku bunga acuan diturunkan hingga 50 bps kini hanya tersisa 8%, dari yang sebelumnya 19,9% pada pekan lalu.
Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang signifikan bisa membuat perekonomian AS berikut perekonomian dunia mengalami yang namanya hard landing.
Walaupun penciptaan lapangan kerja pada bulan Juni terbilang sangat oke, perlu diingat bahwa data tersebut merupakan data dengan frekuensi tinggi (dirilis tiap bulan). Ini artinya, bisa saja terjadi pembalikan yang signifikan pada bulan ini.
Terkait perekonomian dunia, saat ini kondisinya memang sedang begitu lesu. Di Jerman, Manufacturing PMI sudah dalam 5 bulan terakhir berada di bawah 50. Untuk diketahui, angka di bawah 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur mengalami kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Perlu diketahui juga, Jerman merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di kawasan Eropa sehingga lesunya aktivitas manufaktur di sana akan berdampak negatif bagi negara-negara lain di seluruh dunia.
Di AS yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, terlepas dari angka penciptaan lapangan kerja yang oke pada bulan lalu, Manufacturing PMI periode Juni 2019 diumumkan di level 51,7 oleh Institute for Supply Management (ISM), menandai ekspansi sektor manufaktur terlemah yang pernah dicatatkan AS sejak September 2016 silam.
Hal serupa terjadi juga di China yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia. Dalam enam bulan pertama tahun 2019, data resmi pemerintahnya mencatat bahwa aktivitas manufaktur membukukan kontraksi sebanyak empat kali yakni pada bulan Januari, Februari, Mei, dan Juni.
LANJUT KE HALAMAN 2>>
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,17%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,42%), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (-3,37%), PT United Tractors Tbk/UNTR (-2,23%), dan PT Bumi Serpong Damai Tbk/BSDE (-3,93%).
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 1,05%, indeks Shanghai ambruk 2,46%, indeks Hang Seng melemah 1,64%, indeks Straits Times jatuh 1,28%, dan indeks Kospi terkoreksi 1,77%.
Memudarnya optimisme bahwa Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) pada bulan ini menjadi faktor utama yang melandasi aksi jual di bursa saham Benua Kuning.
Pada hari Jumat (5/7/2019), angka penciptaan lapangan kerja AS (sektor non-pertanian) periode Juni 2019 diumumkan sebanyak 224.000, jauh di atas ekspektasi yang sebanyak 162.000, seperti dilansir dari Forex Factory. Capaian tersebut juga jauh mengalahkan capaian pada bulan Mei yang sebanyak 72.000 saja.
Data tenaga kerja menjadi sangat penting lantaran dipantau dengan ketat oleh The Fed guna merumuskan kebijakan suku bunga acuannya.
Kini, The Fed hanya diekspektasikan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam pertemuannya pada akhir bulan ini.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 8 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 92%. Besarannya melonjak dari posisi pada minggu lalu yang mencapai 80,1%.
Sementara itu, peluang suku bunga acuan diturunkan hingga 50 bps kini hanya tersisa 8%, dari yang sebelumnya 19,9% pada pekan lalu.
Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang signifikan bisa membuat perekonomian AS berikut perekonomian dunia mengalami yang namanya hard landing.
Walaupun penciptaan lapangan kerja pada bulan Juni terbilang sangat oke, perlu diingat bahwa data tersebut merupakan data dengan frekuensi tinggi (dirilis tiap bulan). Ini artinya, bisa saja terjadi pembalikan yang signifikan pada bulan ini.
Terkait perekonomian dunia, saat ini kondisinya memang sedang begitu lesu. Di Jerman, Manufacturing PMI sudah dalam 5 bulan terakhir berada di bawah 50. Untuk diketahui, angka di bawah 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur mengalami kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Perlu diketahui juga, Jerman merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di kawasan Eropa sehingga lesunya aktivitas manufaktur di sana akan berdampak negatif bagi negara-negara lain di seluruh dunia.
Di AS yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, terlepas dari angka penciptaan lapangan kerja yang oke pada bulan lalu, Manufacturing PMI periode Juni 2019 diumumkan di level 51,7 oleh Institute for Supply Management (ISM), menandai ekspansi sektor manufaktur terlemah yang pernah dicatatkan AS sejak September 2016 silam.
Hal serupa terjadi juga di China yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia. Dalam enam bulan pertama tahun 2019, data resmi pemerintahnya mencatat bahwa aktivitas manufaktur membukukan kontraksi sebanyak empat kali yakni pada bulan Januari, Februari, Mei, dan Juni.
LANJUT KE HALAMAN 2>>
Next Page
Dialog Dagang AS-China Bikin Grogi
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular