
Newsletter
Waspadai Koreksi Wall Street Hingga Kenaikan Harga Minyak-CPO
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
08 July 2019 06:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan lalu, pasar saham Tanah Air mencatatkan penguatan tipis 0,23% menjadi 6.373 dari 6.358 yang tercatat pekan sebelumnya. Koreksi 0,04% Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjadi pada perdagangan Jumat (5/7/2019) itu belum berhasil menyeret indeks ke zona merah.
Patut disayangkan memang, karena kenaikan IHSG selama sepekan tersebut tidak mampu didongkrak data cadangan devisa yang diumumkan Bank Indonesia (BI), Jumat (5/7/2019), di mana cadev tercatat naik US$ 3,5 miliar menjadi US$ 123,82 miliar.
Kenaikan yang tipis itu juga seharusnya dapat mengikuti arah positif sentimen pasar keuangan global seiring dengan semakin damainya China-AS serta potensi penurunan suku bunga acuan global, terutama Amerika Serikat (AS), yaitu Fed Funds Rate (FFR).
Potensi penurunan suku bunga acuan itu didukung data PMI Manufaktur dari Jerman, China, Jepang, dan AS yang baru dipublikasikan pekan lalu dan menunjukkan kesuraman yang justru positif bagi pasar.
Rilis data tersebut menunjukkan bahwa PMI Manufaktur keempat negara tersebut beserta beberapa negara lain di bawah catatan bulan sebelumnya. Rilis itu juga berada di bawah ekspektasi pelaku pasar atau di bawah 'angka ajaib' 50 yang menandakan adanya kontraksi dibanding bulan sebelumnya.
Nikkei PMI Manufacturing Jepang pada Juni hanya dibukukan 49,3, di bawah bulan sebelumnya 49,8 dan masih lebih mini dari ekspektasi pasar 49,5. Caixin Manufacturing PMI China juga hanya 49,4, di bawah bulan sebelumnya 50,2 dan di bawah ekspektasi pasar 50.
Markit Manufacturing PMI Jerman pun juga sudah di bawah angka sakral 50 sejak memasuki 2019, tepatnya masih di 45 pada Juni, sudah di atas Mei 44,3, tetapi masih lebih rendah dari ekspektasi pasar 45,4. Di sisi lain, ISM Manufacturing PMI AS dicatatkan 51,7, di bawah bulan sebelumnya 52,1 meskipun masih di atas ekspektasi pasar 51.
Data PMI Manufaktur yang kurang menggembirakan tersebut akhirnya sempat mendorong ekspektasi positif terhadap potensi melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, yang akhirnya berdampak pada penurunan suku bunga masing-masing negara.
Ketika pasar saham Indonesia hanya naik tipis tersebut, Dow Jones Industrial Average di Wall Street naik lebih besar, yaitu 1,21% selama sepekan, meskipun sempat 'memble' pada Jumat karena data tenaga kerja yang secara mengejutkan justru membaik.
Data itu menunjukkan ada 224.000 tenaga kerja baru (non-pertanian) pada Juni, yang di atas ekspektasi pasar sekaligus menunjukkan kondisi ekonomi AS sudah membaik. Tenaga kerja adalah salah satu data utama yang dipertimbangkan bank sentral AS alias The Fed untuk menentukan kebijakan moneternya.
Pengumuman Jumat tersebut memberi dampak negatif di Wall Street karena sedikit menghambat harapan terhadap penurunan suku bunga acuan akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi, yang akan diputuskan pada 31 Juli nanti dalam rapat FOMC.
Saat ini, survei yang digelar CME Fedwatch masih menunjukkan probabilitas suku bunga the Fed akan turun 25 basis poin (bps) sudah 95,1%. Nilai itu naik dari posisi 94,6% pada 5 Juli dan melompat dari 67,7% pada 28 Juni.
Salah satu penyebabnya adalah beralihnya pelaku pasar yang tadinya memprediksi penurunan suku bunga akan terjadi 50% bps menjadi terpusat pada potensi penurunan 25 bps.
Pada periode yang sama, Hang Seng di Hong Kong juga naik 0,81%, FTSE 100 di Inggris naik 1,71%, DAX di Jerman menguat 1,37%, dan Straits Times di Singapura terapresiasi 1,08%.
Dengan sentimen positif tersebut, investor asing dan domestik semakin gemar membeli saham di pasar domestik sehingga mendongkrak harga-harga saham emiten yang tercatat di bursa.
Data Bursa Efek Indonesia menunjukkan ketika IHSG menguat, nilai kapitalisasi pasar bursa juga naik 0,35% menjadi Rp 7.268,4 triliun dari sebelumnya Rp 7.243,04 triliun.
Sepanjang pekan kemarin, data BEI menunjukkan aksi beli bersih saham oleh investor asing (nett foreign buy) di pasar reguler sebesar Rp 1,44 triliun dan di seluruh pasar (reguler, negosiasi, dan tunai) Rp 940,13 miliar. Sejak awal tahun, nilai beli asing bersih (nett foreign buy) IHSG tinggal Rp 1,58 triliun di pasar reguler dan Rp 66,75 triliun di seluruh jenis pasar.
Transaksi di pasar reguler merupakan transaksi yang dilakukan menggunakan mekanisme tawar menawar berkelanjutan dengan minimal transaksi 1 lot (100 unit saham) dengan memperhatikan prioritas harga dan prioritas waktu dengan periode penyelesaian (settlement) T+2.
Di pasar tunai, transaksi dilakukan pada sesi I dan dilakukan untuk transaksi yang bertujuan menyelesaikan kegagalan transaksi sebelumnya di pasar reguler atau negosiasi dengan periode penyelesaian (settlement) T + 0.
Transaksi di pasar negosiasi biasa dilakukan terutama untuk transaksi besar yang berpotensi mengganggu harga pasar jika dilakukan di pasar reguler dengan tanpa ada batasan transaksi 1 lot.
BERLANJUT KE HALAMAN 2
Patut disayangkan memang, karena kenaikan IHSG selama sepekan tersebut tidak mampu didongkrak data cadangan devisa yang diumumkan Bank Indonesia (BI), Jumat (5/7/2019), di mana cadev tercatat naik US$ 3,5 miliar menjadi US$ 123,82 miliar.
Kenaikan yang tipis itu juga seharusnya dapat mengikuti arah positif sentimen pasar keuangan global seiring dengan semakin damainya China-AS serta potensi penurunan suku bunga acuan global, terutama Amerika Serikat (AS), yaitu Fed Funds Rate (FFR).
Potensi penurunan suku bunga acuan itu didukung data PMI Manufaktur dari Jerman, China, Jepang, dan AS yang baru dipublikasikan pekan lalu dan menunjukkan kesuraman yang justru positif bagi pasar.
Rilis data tersebut menunjukkan bahwa PMI Manufaktur keempat negara tersebut beserta beberapa negara lain di bawah catatan bulan sebelumnya. Rilis itu juga berada di bawah ekspektasi pelaku pasar atau di bawah 'angka ajaib' 50 yang menandakan adanya kontraksi dibanding bulan sebelumnya.
Nikkei PMI Manufacturing Jepang pada Juni hanya dibukukan 49,3, di bawah bulan sebelumnya 49,8 dan masih lebih mini dari ekspektasi pasar 49,5. Caixin Manufacturing PMI China juga hanya 49,4, di bawah bulan sebelumnya 50,2 dan di bawah ekspektasi pasar 50.
Markit Manufacturing PMI Jerman pun juga sudah di bawah angka sakral 50 sejak memasuki 2019, tepatnya masih di 45 pada Juni, sudah di atas Mei 44,3, tetapi masih lebih rendah dari ekspektasi pasar 45,4. Di sisi lain, ISM Manufacturing PMI AS dicatatkan 51,7, di bawah bulan sebelumnya 52,1 meskipun masih di atas ekspektasi pasar 51.
Data PMI Manufaktur yang kurang menggembirakan tersebut akhirnya sempat mendorong ekspektasi positif terhadap potensi melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, yang akhirnya berdampak pada penurunan suku bunga masing-masing negara.
Ketika pasar saham Indonesia hanya naik tipis tersebut, Dow Jones Industrial Average di Wall Street naik lebih besar, yaitu 1,21% selama sepekan, meskipun sempat 'memble' pada Jumat karena data tenaga kerja yang secara mengejutkan justru membaik.
Data itu menunjukkan ada 224.000 tenaga kerja baru (non-pertanian) pada Juni, yang di atas ekspektasi pasar sekaligus menunjukkan kondisi ekonomi AS sudah membaik. Tenaga kerja adalah salah satu data utama yang dipertimbangkan bank sentral AS alias The Fed untuk menentukan kebijakan moneternya.
Pengumuman Jumat tersebut memberi dampak negatif di Wall Street karena sedikit menghambat harapan terhadap penurunan suku bunga acuan akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi, yang akan diputuskan pada 31 Juli nanti dalam rapat FOMC.
Saat ini, survei yang digelar CME Fedwatch masih menunjukkan probabilitas suku bunga the Fed akan turun 25 basis poin (bps) sudah 95,1%. Nilai itu naik dari posisi 94,6% pada 5 Juli dan melompat dari 67,7% pada 28 Juni.
Salah satu penyebabnya adalah beralihnya pelaku pasar yang tadinya memprediksi penurunan suku bunga akan terjadi 50% bps menjadi terpusat pada potensi penurunan 25 bps.
Pada periode yang sama, Hang Seng di Hong Kong juga naik 0,81%, FTSE 100 di Inggris naik 1,71%, DAX di Jerman menguat 1,37%, dan Straits Times di Singapura terapresiasi 1,08%.
Dengan sentimen positif tersebut, investor asing dan domestik semakin gemar membeli saham di pasar domestik sehingga mendongkrak harga-harga saham emiten yang tercatat di bursa.
Data Bursa Efek Indonesia menunjukkan ketika IHSG menguat, nilai kapitalisasi pasar bursa juga naik 0,35% menjadi Rp 7.268,4 triliun dari sebelumnya Rp 7.243,04 triliun.
Sepanjang pekan kemarin, data BEI menunjukkan aksi beli bersih saham oleh investor asing (nett foreign buy) di pasar reguler sebesar Rp 1,44 triliun dan di seluruh pasar (reguler, negosiasi, dan tunai) Rp 940,13 miliar. Sejak awal tahun, nilai beli asing bersih (nett foreign buy) IHSG tinggal Rp 1,58 triliun di pasar reguler dan Rp 66,75 triliun di seluruh jenis pasar.
Transaksi di pasar reguler merupakan transaksi yang dilakukan menggunakan mekanisme tawar menawar berkelanjutan dengan minimal transaksi 1 lot (100 unit saham) dengan memperhatikan prioritas harga dan prioritas waktu dengan periode penyelesaian (settlement) T+2.
Di pasar tunai, transaksi dilakukan pada sesi I dan dilakukan untuk transaksi yang bertujuan menyelesaikan kegagalan transaksi sebelumnya di pasar reguler atau negosiasi dengan periode penyelesaian (settlement) T + 0.
Transaksi di pasar negosiasi biasa dilakukan terutama untuk transaksi besar yang berpotensi mengganggu harga pasar jika dilakukan di pasar reguler dengan tanpa ada batasan transaksi 1 lot.
BERLANJUT KE HALAMAN 2
Next Page
Pasar SUN dan Batu Bara Turut Positif
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular