Ulasan Semester I

Arah Kebijakan The Fed Berubah, Dolar Lengser Keprabon!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 July 2019 15:19
Arah Kebijakan The Fed Berubah, Dolar Lengser Keprabon!
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) digdaya di awal tahun 2019, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang tetap mempertahankan outlook atau prospek kenaikan suku bunga di tahun ini terus menopang penguatan mata uang the greenback ini.

Sejak tahun lalu, The Fed secara agresif melakukan normalisasi suku bunga acuannya (Federal Funds Rate/FFR). Total di tahun 2018 Bank Sental yang dipimpin Jerome Powell ini menaikkan FFR sebanyak empat kali masing-masing sebesar 24 basis poin (bps), hingga menjadi 2,25%-2,50%.

Kenaikan suku bunga terakhir dilakukan pada Desember 2018, dan kala itu Powell masih mempertahankan sikap hawkish yang membuat pelaku pasar memprediksi suku bunga akan dikerek lagi sebanyak dua sampai tiga kali di tahun ini.




Efeknya, indeks dolar terus melesat naik hingga mencapai level tertinggi 2 tahun terakhir yang dialami pada Mei lalu di level 98,37. Indeks dolar dibentuk dari enam mata uang yakni euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss. Indeks ini juga dijadikan acuan kinerja dolar terhadap mata uang lainnya.



Sikap hawkish (agresif) dari The Fed ternyata tidak sejalan dengan perekonomian Negeri Paman Sam. Bank sentral paling powerful di dunia ini menunjukkan tanda-tanda berubah sikap sejak akhir Januari, saat mengumumkan kebijakan moneternya.

Powell kala itu mengindikasikan sikap "sabar" alias dovish dalam menentukan suku bunga, tidak lagi secara gamblang menyatakan FFR akan kembali dinaikkan.

Sejak saat itu pergerakan indeks dolar tidak mulus, beberapa kali setelah mengalami kenaikan kemudian terkoreksi cukup tajam, hingga grafiknya menyerupai gergaji, tetapi tetap menunjukkan tren naik. Dalam analisis teknikal, kenaikan ini berada dalam pola channel up

Mei menjadi bulan akhir kejayaan, tanda-tanda pelambatan ekonomi AS yang semakin jelas membuat dolar AS lengser keprabon alias melemah sukarela. Pada pertengahan Juni, The Fed mulai mengindikasikan akan ada pemangkasan suku bunga, membuat dolar jeblok seketika.

Arah kebijakan The Fed benar-benar mengalami u-turn, dari sebelumnya hawkish menjadi dovish. Jika pada tahun lalu The Fed menaikkan suku bunga secara agresif, di tahun ini pelaku pasar memprediksi akan ada penurunan suku bunga yang agresif juga.

LANJUT KE HALAMAN 2>>

Pertumbuhan ekonomi AS yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) sebenarnya tidak buruk, di kuartal-I 2019 bahkan tumbuh 3,1% jauh lebih tinggi dari kuartal-IV 2018 sebesar 2,2%.

Namun, tingginya PDB tersebut dikarenakan adanya penumpukan inventory. Tulang punggung perekonomian AS, yakni belanja konsumen malah menunjukkan pelambatan.




Dari total PDB AS, sektor belanja konsumen berkontribusi sekitar 68%. Melambatnya sektor ini tentunya memunculkan keraguan akan kekuatan ekonomi AS di kuartal-kuartal selanjutnya.

Adapun yang menjadi sorotan utama dari ekonomi AS adalah inflasi yang rendah.

Data terakhir menunjukkan inflasi dan inflasi inti (tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan) hanya tumbuh 0,1% di bulan Mei month-on-month.

Sementara inflasi yang dilihat dari pengeluaran konsumsi pribadi (Personal Capital Expenditure/PCE) tumbuh 0,2%.

Secara year-on-year inflasi inti PCE tumbuh 1,6%, sementara inflasi PCE naik 1,5%. Inflasi PCE ini dikabarkan menjadi acuan The Fed dalam menerapkan kebijakan moneter. Sama dengan bank sentral negara maju lainnya, The Fed menargetkan inflasi sebesar 2% year-on-year.



Selain inflasi, pasar tenaga kerja juga menjadi salah satu indikator dalam memutuskan kebijakan moneter. Pasar tenaga kerja AS masih cukup kuat yang terlihat dari data terbaru.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll) sebanyak 224.000 orang, jauh di atas bulan Mei sebanyak 75.000 orang.

Tingkat pengangguran meski naik menjadi 3,7% dari sebelumnya 3,6% tetapi masih dekat level terendah 50 tahun. Pada periode yang sama, rata-rata gaji per jam naik 0,2% month-on-month dan 3,1% year-on-year.

Indikator-indikator ekonomi AS tidaklah buruk, namun pelambatan tetap menghantui. Hal ini diakibatkan oleh perang dagang AS-China yang terus berlanjut.

Meski kedua negara sepakat untuk “gencatan sejata” tidak lagi saling menaikkan bea impor, tetapi kenaikan tarif sebelumnya tetap berlaku, arus perdagangan global masih tertahan, dan ekonomi masih terancam.

Hampir semua pihak menyalahkan perang dagang sebagai biang keladi pelambatan ekonomi global, dan hal ini menjadi pertimbangan bank sentral utama dunia memutuskan atau merencanakan untuk memangkas suku bunga acuan atau menggelontorkan stimulus moneter lainnya.


Reserve Bank of Australia sudah memangkas suku bunga sebanyak dua kali masing-masing 25 basis poin, European Central Bank dan Bank of Japan juga sudah mengambil ancang-ancang untuk menggelontorkan stimulus. “The Fed pasti akan memangkas suku bunga”, setidaknya itu yang dilihat oleh pelaku pasar.


LANJUT KE HALAMAN 3>>
Rilis data tenaga kerja AS yang cukup bagus tidak menggoyahkan prediksi pelaku pasar jika The Fed akan memangkas suku bunga di tahun ini.

Namun, kini pemangkasan diprediksi sebanyak dua kali, berkurang dari sebelumnya tiga kali pemangkasan, hal ini membuat dolar AS mendapat momentum penguatan. Jerome Powell dkk masih akan mengadakan rapat kebijakan moneter empat kali, yakni di bulan Juli, September, Oktober, dan Desember.


Arah Kebijakan The Fed Berubah, Dolar Lengser KeprabonGrafik: Probabilitas Suku Bunga The Fed 31 Juli 
Sumber: CME Group

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, per 5 Juli pukul 20:30 WIB, pelaku pasar melihat ada probabilitas sebesar 93% suku bunga akan dipangkas 25 basis poin menjadi 2%-2,25% pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia).

Satu pemangkasan lagi diprediksi pada bulan Desember, dengan probabilitas sebesar 40,1%. Bahkan FFR  di kisaran 2%-2,25% di akhir tahun memiliki probabilitas 12,4%, ini berarti ada sebagian pelaku pasar melihat The Fed kemungkinan hanya akan memangkas suku bunga satu kali saja di tahun ini.

Arah Kebijakan The Fed Berubah, Dolar Lengser KeprabonGrafik: Probabilitas Suku Bunga The Fed 11 Desember 
Sumber: CME Group

Data dari FedWatch tersebut memberikan gambaran perubahan sentimen pelaku pasar, dari yang sebelumnya melihat akan ada pemangkasan suku bunga yang agresif sebanyak tiga kali, kini menjadi maksimal dua kali bahkan mungkin sekali saja, dolar sekali lagi mendapat dorongan penguatan.

Namun yang patut diingat, perangkat FedWatch bergerak dinamis, jika indikator ekonomi AS kembali memburuk, misalnya data inflasi yang akan dirilis di bulan ini, maka probabilitas pemangkasan tiga kali bisa jadi kembali meningkat.

Gambaran yang lebih jelas berapa kali The Fed akan memangkas suku bunga akan terjawab pada 1 Agustus dini hari waktu Indonesia, saat Powell mengumumkan kebijakan moneternya. Mari kita nanti bersama…  

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular