
Jateng Jadi Contoh, Relaksasi Bakal Dorong Obligasi Daerah
Monica Wareza, CNBC Indonesia
05 July 2019 17:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Relaksasi aturan dari pemerintah diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk merilis obligasi daerah (municipal bond) guna menutupi kekurangan dana dalam membiayai kebutuhan anggaran daerah.
Data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat, kebutuhan pendanaan tahun 2015-2019 sangat besar mencapai Rp 4.796 triliun, sementara kemampuan APBN dan APBD terbatas sebesar Rp 1.978 triliun (41,2%). Setelah didukung oleh BUMN/BUMD, diperkirakan masih terdapat gap pendanaan yang diperlukan mencapai Rp 500 triliun.
Salah satu mekanisme untuk menutup gap pendanaan tersebut adalah melalui penerbitan obligasi daerah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan menjadi daerah percontohan atau pilot project untuk penerbitan instrumen utang ini.
Analis Pefindo Muhammad Try Satria Pranata mengatakan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebetulnya telah memberikan relaksasi agar pemprov bisa menerbitkan surat utang ini.
"Kemenkeu dan OJK menyiapkan beberapa pemda, antara lain Jawa Tengah sebagai pilot project yang nantinya akan menjadi benchmark. Pilot project ini juga didukung oleh lembaga donor internasional, yaitu antara lain World Bank dan ADB," kata Try, kepada CNBC Indonesia, Jumat (5/7/2019).
Dia mengatakan memang banyak daerah yang tertarik untuk menerbitkan obligasi daerah, hanya saja langkahnya surut karena belum pernah ada yang sudah lebih dulu menerbitkan. Hadirnya Pemprov Jateng juga dinilai akan mendorong daerah lain untuk mencoba instrumen ini.
Beberapa daerah lain yang juga berminat ialah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Hal ini sebelumnya sempat disampaikan oleh Anies Baswedan dan Ridwan Kamil. Kini yang terbaru, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, kepada CNBC Indonesia, juga menegaskan ada potensi penerbitan obligasi daerah, hanya saja perlu dilakukan feasibility study.
Aturan mengenai obligasi daerah sebetulnya telah diterbitkan pada tahun 2000 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah. Hanya saja saat ini belum ada pemda yang berhasil menerbitkan obligasi daerah.
Oleh karena itu, Kemenkeu dan OJK pada akhir tahun 2018 melaksanakan relaksasi kebijakan untuk mempermudah prosedur agar lebih menarik pemda untuk menerbitkan obligasi daerah.
Pada Desember 2018, Kemenkeu menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah (yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011).
OJK ikut menerbitkan POJK Nomor 61/POJK.04/2017 tentang Dokumen Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah, POJK Nomor 62/POJK.04/2017 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah, dan POJK Nomor 63/POJK.04/2017 tentang Laporan dan Pengumuman Emiten Penerbit Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.
"Dengan terbitnya relaksasi peraturan tersebut, diharapkan pemda terpacu untuk mengakselerasi penerbitan obligasi daerah sebagai salah satu opsi pembiayaan dalam pelaksanaan pembangunan daerah," kata Try.
Selain dorongan relaksasi, pendorong lain ialah upaya pemerintah memberikan pendampingan bagi pemda-pemda yang berpotensi untuk menerbitkan obligasi daerah. Diharapkan dalam jangka waktu 1-2 tahun ke depan akan ada daerah yang bakal merealisasikannya.
Dari sisi kendala, dia menjelaskan salah satu faktor yang menjadi kendala ialah peraturan yang masih rumit, ditambah dengan kapasitas dan pemahaman aparat pemda yang masih terbatas. Untuk menerbitkan obligasi daerah setidaknya pemda wajib mendapatkan persetujuan dari DPRD, Kemendagri, serta Kemenkeu. Baru setelah itu dapat diproses oleh OJK dan BEI.
"Begitu pula rumitnya proses penerbitan peraturan daerah, pemilihan proyek yang akan dibiayai oleh obligasi daerah, serta penetapan APBD yang harus melalui proses pembahasan politik dengan anggota DPRD. Aspek politik juga harus mempertimbangkan kemampuan daerah dalam membayar kewajiban utangnya, selain juga menjadi topik sensitif karena bersifat utang," jelasnya.
Simak proyeksi penerbitan obligasi korporasi 2019.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Berlomba! Ganjar, Emil & Anies Terbitkan Obligasi Daerah
Data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat, kebutuhan pendanaan tahun 2015-2019 sangat besar mencapai Rp 4.796 triliun, sementara kemampuan APBN dan APBD terbatas sebesar Rp 1.978 triliun (41,2%). Setelah didukung oleh BUMN/BUMD, diperkirakan masih terdapat gap pendanaan yang diperlukan mencapai Rp 500 triliun.
Salah satu mekanisme untuk menutup gap pendanaan tersebut adalah melalui penerbitan obligasi daerah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan menjadi daerah percontohan atau pilot project untuk penerbitan instrumen utang ini.
Analis Pefindo Muhammad Try Satria Pranata mengatakan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebetulnya telah memberikan relaksasi agar pemprov bisa menerbitkan surat utang ini.
"Kemenkeu dan OJK menyiapkan beberapa pemda, antara lain Jawa Tengah sebagai pilot project yang nantinya akan menjadi benchmark. Pilot project ini juga didukung oleh lembaga donor internasional, yaitu antara lain World Bank dan ADB," kata Try, kepada CNBC Indonesia, Jumat (5/7/2019).
Dia mengatakan memang banyak daerah yang tertarik untuk menerbitkan obligasi daerah, hanya saja langkahnya surut karena belum pernah ada yang sudah lebih dulu menerbitkan. Hadirnya Pemprov Jateng juga dinilai akan mendorong daerah lain untuk mencoba instrumen ini.
Beberapa daerah lain yang juga berminat ialah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Hal ini sebelumnya sempat disampaikan oleh Anies Baswedan dan Ridwan Kamil. Kini yang terbaru, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, kepada CNBC Indonesia, juga menegaskan ada potensi penerbitan obligasi daerah, hanya saja perlu dilakukan feasibility study.
Oleh karena itu, Kemenkeu dan OJK pada akhir tahun 2018 melaksanakan relaksasi kebijakan untuk mempermudah prosedur agar lebih menarik pemda untuk menerbitkan obligasi daerah.
Pada Desember 2018, Kemenkeu menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah (yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011).
OJK ikut menerbitkan POJK Nomor 61/POJK.04/2017 tentang Dokumen Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah, POJK Nomor 62/POJK.04/2017 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah, dan POJK Nomor 63/POJK.04/2017 tentang Laporan dan Pengumuman Emiten Penerbit Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.
"Dengan terbitnya relaksasi peraturan tersebut, diharapkan pemda terpacu untuk mengakselerasi penerbitan obligasi daerah sebagai salah satu opsi pembiayaan dalam pelaksanaan pembangunan daerah," kata Try.
Selain dorongan relaksasi, pendorong lain ialah upaya pemerintah memberikan pendampingan bagi pemda-pemda yang berpotensi untuk menerbitkan obligasi daerah. Diharapkan dalam jangka waktu 1-2 tahun ke depan akan ada daerah yang bakal merealisasikannya.
Dari sisi kendala, dia menjelaskan salah satu faktor yang menjadi kendala ialah peraturan yang masih rumit, ditambah dengan kapasitas dan pemahaman aparat pemda yang masih terbatas. Untuk menerbitkan obligasi daerah setidaknya pemda wajib mendapatkan persetujuan dari DPRD, Kemendagri, serta Kemenkeu. Baru setelah itu dapat diproses oleh OJK dan BEI.
"Begitu pula rumitnya proses penerbitan peraturan daerah, pemilihan proyek yang akan dibiayai oleh obligasi daerah, serta penetapan APBD yang harus melalui proses pembahasan politik dengan anggota DPRD. Aspek politik juga harus mempertimbangkan kemampuan daerah dalam membayar kewajiban utangnya, selain juga menjadi topik sensitif karena bersifat utang," jelasnya.
Simak proyeksi penerbitan obligasi korporasi 2019.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Berlomba! Ganjar, Emil & Anies Terbitkan Obligasi Daerah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular