Aktivitas Bisnis Inggris Memburuk, Poundsterling Kian Merana

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 July 2019 21:15
Sejak awal pekan, mata uang Inggris ini belum sekalipun mencicipi zona hijau
Foto: Pound Sterling (REUTERS/Leonhard Foeger)
Jakarta, CNBC Indonesia - Poundsterling kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (3/7/19). Sejak awal pekan, mata uang Inggris ini belum sekalipun mencicipi zona hijau.

Pada pukul 20:40 WIB, poundsterling diperdagangkan di kisaran US$ 1,2581 atau melemah 0,09% setelah sebelumnya sempat turun ke US$ 1,2555 di pasar spot, melansir data Refinitiv.





Data terbaru dari Negeri Ratu Elizabeth menunjukkan ekspansi sektor jasa yang melambat. Markit melaporkan indeks aktivitas sektor jasa bulan Juni sebesar 50,2, menurun dibandingkan bulan Mei sebesar 51,0. 

Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau penurunan aktivitas, sebaliknya di atas 50 menunjukkan ekspansi atau peningkatan aktivitas. Rilis data sektor jasa melengkapi dua sektor lainnya yakni manufaktur dan konstruksi yang tergabung menjadi aktivitas bisnis.

Pada hari Senin, Markit melaporkan data aktivitas sektor manufaktur sebesar 48,0, turun dari sebelumnya 49,4. Kontraksi sektor pengolahan tersebut menjadi yang terdalam sejak Februari 2013.

Masih belum cukup, data sektor konstruksi lebih buruk lagi. Selasa kemarin Markit melaporkan angka indeks sektor konstruksi bulan Juni sebesar 43,1, turun dari bulan sebelumnya 48,6. Rilis tersebut merupakan angka terendah dalam 10 tahun terakhir, atau tepatnya sejak April 2009.



Merosotnya aktivitas di ketiga sektor tersebut terjadi sebelum Inggris keluar dari Uni Eropa 31 Oktober nanti kemungkinan bisa merubah sikap Bank of England (BOE) dari hawkish menjadi dovish.

BOE merupakan satu-satunya bank sentral utama dunia yang masih mempertahankan outlook kenaikan suku bunga secara bertahap dan terbatas, berbeda dengan bank sentral lainnya yang sudah membuka peluang pelonggaran moneter baik dengan pemangkasan suku bunga ataupun dengan stimulus.


Namun, Pelaku pasar banyak yang pesimis BOE akan terus mempertahankan sikap tersebut, apalagi dua kandidat Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson dan Jeremy Hunt, sudah mempersiapkan skenario Hard Brexit atau Inggris keluar tanpa kesepakatan apapun dari Uni Eropa pada 31 Oktober.

Ditambah lagi dengan rilis data ekonomi yang buruk di pekan ini, ada kemungkinan Gubernur BOE Mark Carney akan menyusul pimpinan bank sentral utama lainnya yang bersikap dovish.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Pound Terus Menguat Saat Parlemen Inggris Reses

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular