
Yield Sentuh 7,34%, Semester I Periode Indah Obligasi RI
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
02 July 2019 09:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat pada semester I-2019 dan menekan tingkat imbal hasilnya (yield) hingga 50 basis poin (bps).
Data Refinitiv menunjukkan turunnya yield mencerminkan adanya penguatan harga karena kenaikan surat utang negara (SUN) akan menurunkan yield di pasar sekunder.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor, juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Penguatan tersebut terutama terjadi ketika menjelang akhir Juni, ketika panasnya perang dagang meredup, yang ditambah faktor prediksi penurunan suku bunga acuan global karena melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Untuk tenor acuan 10 tahun saja, posisi yield sudah turun hingga 50,1 basis poin (bps) menjadi 7,36% dari posisi akhir 2018 yaitu 7,87%. Besaran 100 bps setara 1%.
Obligasi pemerintah bertenor 10 tahun merupakan seri yang paling aktif ditransaksikan dan menjadi acuan pasar.
Posisi terendah pergerakan yield tenor acuan itu pada periode yang sama berada di 7,34% pada 21 Juni dan yang tertinggi 8,16% pada 30 Januari.
Seiring dengan pemangkasan prediksi pertumbuhan ekonomi negara utama dunia, terutama Amerika Serikat dan Indonesia, tren penguatan harga masih dapat terjadi hingga penurunan suku bunga benar-benar direalisasikan.
Namun, skenario terburuk yang juga mungkin terjadi adalah kurang agresifnya bank sentral AS dan bank sentral domestik dalam penurunan suku bunga, terutama jika mereka tidak bersedia 'disetir' kemauan pasar.
Dampaknya, tentu pada efek flat (sideways) untuk harga obligasi rupiah pemerintah hingga akhir tahun dan apalagi masih ada risiko perlambatan yang tentu justru dapat mengancam sentimen di pasar keuangan dan kondisi riil makroekonomi global.
Saat ini, prediksi pasar terhadap probabilitas penurunan suku bunga acuan AS yaitu Fed Fund Rate turun 25 bps pada FOMC 31 Juli sudah mencapai 74,4%, naik dari posisi di akhir pekan lalu 67,7% dan dari posisi sebulan lalu 44,8%.
Dari survei yang dipublikasikan online oleh CME Group tersebut, tidak ada pelaku pasar yang memprediksi suku bunga Negeri Paman Sam akan bertahan di level yang sama dengan sekarang.
Sisa pelaku pasar yang disurvei justru memprediksi penurunan akan terjadi 50 bps pada akhir Juli dengan kemungkinan 25,6%.
Dengan kemungkinan penurunan suku bunga yang besar itu, maka harga pasar obligasi yang pergerakannya berbalik arah dengan suku bunga acuan diprediksi masih dapat menguat hingga akhir tahun.
Kemarin, harga obligasi kembali menguat tipis dan meneruskan tren kenaikan harga sekaligus penurunan yield yang sudah terjadi beruntun sejak 25 Juni.
Sebelum 21 Juni, tren penurunan yield juga terjadi secara tidak terputus sejak 31 Mei sejak potensi penurunan suku bunga acuan dunia mengemuka.
Penguatan harga itu dibarengi dengan derasnya arus modal investor asing ke pasar SUN yang kembali mencetak rekor per akhir Juni, yaitu Rp 95,5 triliun sejak akhir 2018.
Angka itu seiring dengan porsi investor asing terhadap total SUN beredar yaitu 39,6%, yang naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Seri acuan yang paling menguat dalam hingga penutupan perdagangan kemarin sore adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 0,9 basis poin (bps) menjadi 7,36%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 1 Jul'19
Sumber: Refinitiv
Pagi ini, harga obligasi dibuka terkoreksi tipis sekaligus mengakhiri penguatan beruntun dalam 4 hari terakhir.
Koreksi harga yang terjadi mendorong ke atas yield tetapi secara rerata pada empat seri acuan tidak melebihi 1 bps, yang bertepatan dengan momentum lelang rutin SUN konvensional nanti siang.
Dalam lelang itu, pemerintah berencana menerbitkan Rp 15 triliun-Rp 30 triliun obligasi rupiah.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Data Refinitiv menunjukkan turunnya yield mencerminkan adanya penguatan harga karena kenaikan surat utang negara (SUN) akan menurunkan yield di pasar sekunder.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Untuk tenor acuan 10 tahun saja, posisi yield sudah turun hingga 50,1 basis poin (bps) menjadi 7,36% dari posisi akhir 2018 yaitu 7,87%. Besaran 100 bps setara 1%.
Obligasi pemerintah bertenor 10 tahun merupakan seri yang paling aktif ditransaksikan dan menjadi acuan pasar.
Posisi terendah pergerakan yield tenor acuan itu pada periode yang sama berada di 7,34% pada 21 Juni dan yang tertinggi 8,16% pada 30 Januari.
Seiring dengan pemangkasan prediksi pertumbuhan ekonomi negara utama dunia, terutama Amerika Serikat dan Indonesia, tren penguatan harga masih dapat terjadi hingga penurunan suku bunga benar-benar direalisasikan.
Namun, skenario terburuk yang juga mungkin terjadi adalah kurang agresifnya bank sentral AS dan bank sentral domestik dalam penurunan suku bunga, terutama jika mereka tidak bersedia 'disetir' kemauan pasar.
Dampaknya, tentu pada efek flat (sideways) untuk harga obligasi rupiah pemerintah hingga akhir tahun dan apalagi masih ada risiko perlambatan yang tentu justru dapat mengancam sentimen di pasar keuangan dan kondisi riil makroekonomi global.
Saat ini, prediksi pasar terhadap probabilitas penurunan suku bunga acuan AS yaitu Fed Fund Rate turun 25 bps pada FOMC 31 Juli sudah mencapai 74,4%, naik dari posisi di akhir pekan lalu 67,7% dan dari posisi sebulan lalu 44,8%.
Dari survei yang dipublikasikan online oleh CME Group tersebut, tidak ada pelaku pasar yang memprediksi suku bunga Negeri Paman Sam akan bertahan di level yang sama dengan sekarang.
Sisa pelaku pasar yang disurvei justru memprediksi penurunan akan terjadi 50 bps pada akhir Juli dengan kemungkinan 25,6%.
Dengan kemungkinan penurunan suku bunga yang besar itu, maka harga pasar obligasi yang pergerakannya berbalik arah dengan suku bunga acuan diprediksi masih dapat menguat hingga akhir tahun.
Kemarin, harga obligasi kembali menguat tipis dan meneruskan tren kenaikan harga sekaligus penurunan yield yang sudah terjadi beruntun sejak 25 Juni.
Sebelum 21 Juni, tren penurunan yield juga terjadi secara tidak terputus sejak 31 Mei sejak potensi penurunan suku bunga acuan dunia mengemuka.
Penguatan harga itu dibarengi dengan derasnya arus modal investor asing ke pasar SUN yang kembali mencetak rekor per akhir Juni, yaitu Rp 95,5 triliun sejak akhir 2018.
Angka itu seiring dengan porsi investor asing terhadap total SUN beredar yaitu 39,6%, yang naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Seri acuan yang paling menguat dalam hingga penutupan perdagangan kemarin sore adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 0,9 basis poin (bps) menjadi 7,36%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 1 Jul'19
Seri | Jatuh tempo | Yield 28 Jun'19 (%) | Yield 1 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 28 Jun'19 |
FR0077 | 5 tahun | 6.871 | 6.88 | 0.90 | 6.8116 |
FR0078 | 10 tahun | 7.369 | 7.36 | -0.90 | 7.3346 |
FR0068 | 15 tahun | 7.681 | 7.674 | -0.70 | 7.6395 |
FR0079 | 20 tahun | 7.94 | 7.937 | -0.30 | 7.9035 |
Avg movement | -0.25 |
Pagi ini, harga obligasi dibuka terkoreksi tipis sekaligus mengakhiri penguatan beruntun dalam 4 hari terakhir.
Koreksi harga yang terjadi mendorong ke atas yield tetapi secara rerata pada empat seri acuan tidak melebihi 1 bps, yang bertepatan dengan momentum lelang rutin SUN konvensional nanti siang.
Dalam lelang itu, pemerintah berencana menerbitkan Rp 15 triliun-Rp 30 triliun obligasi rupiah.
Yield Obligasi Negara Acuan 2 Jul'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 1 Jul'19 (%) | Yield 2 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 1 Jul'19 |
FR0077 | 5 tahun | 6.856 | 6.871 | 1.50 | 6.8105 |
FR0078 | 10 tahun | 7.367 | 7.367 | 0.00 | 7.3327 |
FR0068 | 15 tahun | 7.67 | 7.684 | 1.40 | 7.6596 |
FR0079 | 20 tahun | 7.943 | 7.953 | 1.00 | 7.8926 |
Avg movement | 0.98 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular