
IHSG Bisa 6.700 Jika Pasar Kondusif, Ini Sektor Pilihannya!
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
01 July 2019 15:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Para analis memperkirakan kinerja pasar saham domestik yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada semester kedua tahun ini akan jauh lebih baik dari paruh pertama 2019.
Sejumlah katalis positif dinilai akan menjadi penopang IHSG, terutama meredanya ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta tren penurunan suku bunga acuan bank sentral global.
Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan menjelaskan, sepanjang paruh pertama tahun ini, IHSG sebetulnya sudah menguat 2,65% ke level 6.358.
Alfred meyakini, IHSG bisa mencapai level psikologis 6.700 hingga akhir tahun ini. Sejumlah sektor akan menjadi penggerak utama laju IHSG yaitu perbankan, infrastruktur dan properti.
Katalis positif dari dalam negeri mengenai hasil pemenang Pilpres 2019, di mana petahana Joko Widodo kembali terpilih menjadi presiden dan Maruf Amin sebagai wakilnya pada periode 2019-2024 direspons positif pelaku pasar.
Sejalan dengan hal itu, kata Alfred, pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Osaka menghembuskan harapan baru meredanya ketegangan perdagangan AS dan China. Selain itu, sejumlah katalis negatif yang terjadi sepanjang semester pertama berubah.
Pertama, datang dari kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve, yang di awal tahun sempat melontarkan wacana tidak akan melonggarkan kebijakan moneter. Namun, kini ada peluang bagi The Fed menurunkan suku bunga acuan.
"Perang dagang dan kebijakan suku bunga acuan menjadi isu besar dari sisi global," kata Alfred, kepada CNBC Indonesia, Senin (1/7/2019).
Data perdagangan hingga 1 Juli sesi I, menunjukkan IHSG naik 3,06% sejak awal Januari dan menguat 11% dalam setahun terakhir.
Wilson Sofan, Director Business Development Reliance Sekuritas Indonesia mengutarakan hal senada. Menurut dia, penurunan suku bunga tidak akan terelakkan pada semester kedua tahun ini.
"Penurunan suku bunga itu tidak terelakkan, karena AS pasti akan mulai menurunkan suku bunga, BI pasti akan mengikuti langkah The Fed," ungkapnya saat wawancara di kantor Reliance Sekuritas, Jumat (28/6/2019).
Dengan tren penurunan suku bunga acuan, sejumlah sektor yang direkomendasikan Reliance Sekuritas adalah sektor keuangan, utamanya bank-bank BUKU IV (bank umum kelompok usaha, dengan modal inti di atas Rp 30 triliun). Sebab, ada harapan, dengan suku bunga acuan yang lebih rendah, suku bunga pinjaman yang diberikan untuk kredit konsumer akan meningkat.
"Otomatis bank punya kemampuan menyalurkan cash ke publik. Margin bunga bersih bank juga akan naik," ungkap dia.
Sejalan dengan hal itu, sejumlah sektor lain juga menjadi turunan bila suku bunga acuan dilonggarkan, seperti sektor properti, yang menurut Wilson diperkirakan pada tahun ini kembali rebound.
Emiten properti PPRO, kata dia termasuk yang direkomendasikan. Selain itu, bila emiten properti positif, hal ini juga akan berdampak pada emiten industri dasar seperti semen.
"Hanya kita harus memilah, sektor properti sekarang yang lebih ramai menyasar kelas menengah ke bawah, apartemen sederhana, rumah murah, dan lain lain, ini yang bisa menjadi fokus awal untuk investor," jelasnya.
Selain itu, sektor lain yang bisa dicermati investor adalah sektor otomotif, selaras dengan permintaan kredit konsumer yang meningkat dengan suku bunga pinjaman yang lebih rendah.
"Kredit konsumer tentunya ya otomotif. Itu turunannya banyak, kalau otomotif bisa ke spare part. Spare part turunannya baja," jelas dia.
Simak optimisme Bank Indonesia soal kondisi rupiah.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/tas) Next Article Lesu, IHSG Kayaknya Ditutup Merah Lagi Jelang Long Weekend
Sejumlah katalis positif dinilai akan menjadi penopang IHSG, terutama meredanya ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta tren penurunan suku bunga acuan bank sentral global.
Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan menjelaskan, sepanjang paruh pertama tahun ini, IHSG sebetulnya sudah menguat 2,65% ke level 6.358.
![]() |
Katalis positif dari dalam negeri mengenai hasil pemenang Pilpres 2019, di mana petahana Joko Widodo kembali terpilih menjadi presiden dan Maruf Amin sebagai wakilnya pada periode 2019-2024 direspons positif pelaku pasar.
Sejalan dengan hal itu, kata Alfred, pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Osaka menghembuskan harapan baru meredanya ketegangan perdagangan AS dan China. Selain itu, sejumlah katalis negatif yang terjadi sepanjang semester pertama berubah.
Pertama, datang dari kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve, yang di awal tahun sempat melontarkan wacana tidak akan melonggarkan kebijakan moneter. Namun, kini ada peluang bagi The Fed menurunkan suku bunga acuan.
![]() |
"Perang dagang dan kebijakan suku bunga acuan menjadi isu besar dari sisi global," kata Alfred, kepada CNBC Indonesia, Senin (1/7/2019).
Data perdagangan hingga 1 Juli sesi I, menunjukkan IHSG naik 3,06% sejak awal Januari dan menguat 11% dalam setahun terakhir.
Wilson Sofan, Director Business Development Reliance Sekuritas Indonesia mengutarakan hal senada. Menurut dia, penurunan suku bunga tidak akan terelakkan pada semester kedua tahun ini.
"Penurunan suku bunga itu tidak terelakkan, karena AS pasti akan mulai menurunkan suku bunga, BI pasti akan mengikuti langkah The Fed," ungkapnya saat wawancara di kantor Reliance Sekuritas, Jumat (28/6/2019).
Dengan tren penurunan suku bunga acuan, sejumlah sektor yang direkomendasikan Reliance Sekuritas adalah sektor keuangan, utamanya bank-bank BUKU IV (bank umum kelompok usaha, dengan modal inti di atas Rp 30 triliun). Sebab, ada harapan, dengan suku bunga acuan yang lebih rendah, suku bunga pinjaman yang diberikan untuk kredit konsumer akan meningkat.
"Otomatis bank punya kemampuan menyalurkan cash ke publik. Margin bunga bersih bank juga akan naik," ungkap dia.
Sejalan dengan hal itu, sejumlah sektor lain juga menjadi turunan bila suku bunga acuan dilonggarkan, seperti sektor properti, yang menurut Wilson diperkirakan pada tahun ini kembali rebound.
Emiten properti PPRO, kata dia termasuk yang direkomendasikan. Selain itu, bila emiten properti positif, hal ini juga akan berdampak pada emiten industri dasar seperti semen.
"Hanya kita harus memilah, sektor properti sekarang yang lebih ramai menyasar kelas menengah ke bawah, apartemen sederhana, rumah murah, dan lain lain, ini yang bisa menjadi fokus awal untuk investor," jelasnya.
Selain itu, sektor lain yang bisa dicermati investor adalah sektor otomotif, selaras dengan permintaan kredit konsumer yang meningkat dengan suku bunga pinjaman yang lebih rendah.
"Kredit konsumer tentunya ya otomotif. Itu turunannya banyak, kalau otomotif bisa ke spare part. Spare part turunannya baja," jelas dia.
Simak optimisme Bank Indonesia soal kondisi rupiah.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/tas) Next Article Lesu, IHSG Kayaknya Ditutup Merah Lagi Jelang Long Weekend
Most Popular