
IHSG Menguat Kala Bursa Asia Jatuh, Terima Kasih Pak Jokowi!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 June 2019 17:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (28/6/2019) di zona hijau. Per akhir sesi dua, IHSG menguat 0,09% ke level 6.358,63.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong kenaikan IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,01%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+3,37%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,22%), PT Astra International Tbk/ASII (+1,02%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+0,33%).
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,29%, indeks Shanghai terkoreksi 0,6%, indeks Hang Seng minus 0,28%, dan indeks Kospi turun 0,17%.
Perang dingin antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di Jepang membuat aksi jual dilakukan oleh pelaku pasar saham Benua Kuning.
Sebagai informasi, pada hari ini keduanya menghadiri gelaran KTT G20 di Osaka, Jepang, di mana gelaran tersebut akan berakhir Sabtu besok (29/6/2019).
Memang, pertemuan antara Trump dengan Xi baru akan diselenggarakan besok. Namun, bukan berarti perang dingin antar keduanya belum dimulai. Berbicara di hadapan pemimpin negara-negara BRICS (Brazil, Russia, India, China dan South Africa) lainnya, Xi memperingatkan mengenai langkah proteksionis yang diadopsi oleh beberapa negara maju.
"Semua ini menghancurkan arus perdagangan global... Hal ini juga mempengaruhi kepentingan bersama dari negara-negara kita, serta menghantui perdamaian dan stabilitas di seluruh dunia," kata Xi, dilansir dari Reuters.
Sementara itu, Trump memanfaatkan gelaran KTT G20 untuk menyuarakan kekhawatirannya terkait raksasa produsen perangkat komunikasi asal China, Huawei.
Berbicara dengan Perdana Menteri India Narendra Modi, Trump mengajak India untuk ikut berpartisipasi dalam usahanya untuk menekan Huawei.
Sebelumnya, Trump juga sudah gencar menekan negara-negara sekutunya untuk menghindari perangkat buatan Huawei dalam pengembangan jaringan 5G atas dasar keamanan. Trump juga telah mengindikasikan bahwa dirinya bisa menggunakan sanksi terhadap Huawei sebagai daya tawar dalam negosiasi dagangnya dengan China.
"Kami menjual banyak komponen ke Huawei," kata Trump dalam pertemuan dengan Modi, dilansir dari Bloomberg.
"Jadi kami akan mendiskusikan itu dan bagaimana India bisa berpartisipasi. Dan kami akan mendiskusikan Huawei," tambah Trump.
Parahnya lagi, Trump membantah pemberitaan yang menyebutkan bahwa AS telah setuju untuk menahan diri dari menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China.
"Saya tak menjanjikannya, tidak," kata Trump.
Kemarin (27/6/2019), South China Morning Post (SCMP) mengabarkan bahwa AS dan China telah secara tentatif setuju untuk memberlakukan gencatan senjata di bidang perdagangan guna menyambung lagi rantai negosiasi yang sudah terputus sejak bulan Mei. Media asal China tersebut mengutip berbagai sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Seorang sumber mengatakan bahwa keputusan Presiden AS Donald Trump terkait pemberlakuan gencatan senjata tersebut merupakan syarat dari Presiden China Xi Jinping jika Trump ingin melakukan pertemuan dengannya di sela-sela KTT G-20.
Dengan kesepakatan tersebut, AS akan menunda kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang sebelumnya belum terdampak oleh perang dagang. Sebelumnya, Trump sudah berkali-kali mengancam akan mengenakan bea masuk sebesar 25% bagi produk impor senilai US$ 300 miliar tersebut.
Dengan bantahan yang sudah diberikan sendiri oleh Trump, eskalasi perang dagang AS-China menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi.
Jika AS jadi mengeksekusi kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar, rasanya tak mungkin jika China tak meluncurkan kebijakan balasan. Pasalnya, selama ini langkah agresif yang diambil Washington selalu ditandingi oleh Beijing.
Pada akhirnya, laju perekonomian keduanya akan semakin tertekan dan berdampak negatif bagi laju perekonomian dunia, mengingat AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia.
LANJUT KE HALAMAN 2>>
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong kenaikan IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,01%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+3,37%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,22%), PT Astra International Tbk/ASII (+1,02%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+0,33%).
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,29%, indeks Shanghai terkoreksi 0,6%, indeks Hang Seng minus 0,28%, dan indeks Kospi turun 0,17%.
Sebagai informasi, pada hari ini keduanya menghadiri gelaran KTT G20 di Osaka, Jepang, di mana gelaran tersebut akan berakhir Sabtu besok (29/6/2019).
Memang, pertemuan antara Trump dengan Xi baru akan diselenggarakan besok. Namun, bukan berarti perang dingin antar keduanya belum dimulai. Berbicara di hadapan pemimpin negara-negara BRICS (Brazil, Russia, India, China dan South Africa) lainnya, Xi memperingatkan mengenai langkah proteksionis yang diadopsi oleh beberapa negara maju.
"Semua ini menghancurkan arus perdagangan global... Hal ini juga mempengaruhi kepentingan bersama dari negara-negara kita, serta menghantui perdamaian dan stabilitas di seluruh dunia," kata Xi, dilansir dari Reuters.
Sementara itu, Trump memanfaatkan gelaran KTT G20 untuk menyuarakan kekhawatirannya terkait raksasa produsen perangkat komunikasi asal China, Huawei.
Berbicara dengan Perdana Menteri India Narendra Modi, Trump mengajak India untuk ikut berpartisipasi dalam usahanya untuk menekan Huawei.
![]() |
Sebelumnya, Trump juga sudah gencar menekan negara-negara sekutunya untuk menghindari perangkat buatan Huawei dalam pengembangan jaringan 5G atas dasar keamanan. Trump juga telah mengindikasikan bahwa dirinya bisa menggunakan sanksi terhadap Huawei sebagai daya tawar dalam negosiasi dagangnya dengan China.
"Kami menjual banyak komponen ke Huawei," kata Trump dalam pertemuan dengan Modi, dilansir dari Bloomberg.
"Jadi kami akan mendiskusikan itu dan bagaimana India bisa berpartisipasi. Dan kami akan mendiskusikan Huawei," tambah Trump.
Parahnya lagi, Trump membantah pemberitaan yang menyebutkan bahwa AS telah setuju untuk menahan diri dari menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China.
"Saya tak menjanjikannya, tidak," kata Trump.
Kemarin (27/6/2019), South China Morning Post (SCMP) mengabarkan bahwa AS dan China telah secara tentatif setuju untuk memberlakukan gencatan senjata di bidang perdagangan guna menyambung lagi rantai negosiasi yang sudah terputus sejak bulan Mei. Media asal China tersebut mengutip berbagai sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Seorang sumber mengatakan bahwa keputusan Presiden AS Donald Trump terkait pemberlakuan gencatan senjata tersebut merupakan syarat dari Presiden China Xi Jinping jika Trump ingin melakukan pertemuan dengannya di sela-sela KTT G-20.
Dengan kesepakatan tersebut, AS akan menunda kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang sebelumnya belum terdampak oleh perang dagang. Sebelumnya, Trump sudah berkali-kali mengancam akan mengenakan bea masuk sebesar 25% bagi produk impor senilai US$ 300 miliar tersebut.
Dengan bantahan yang sudah diberikan sendiri oleh Trump, eskalasi perang dagang AS-China menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi.
Jika AS jadi mengeksekusi kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar, rasanya tak mungkin jika China tak meluncurkan kebijakan balasan. Pasalnya, selama ini langkah agresif yang diambil Washington selalu ditandingi oleh Beijing.
Pada akhirnya, laju perekonomian keduanya akan semakin tertekan dan berdampak negatif bagi laju perekonomian dunia, mengingat AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia.
LANJUT KE HALAMAN 2>>
Next Page
Jokowi Effect Jadi Penyelamat
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular