
Setahun Direksi BEI
Antara Stock Sound, PR Bursa & Minat Investasi Saham
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
28 June 2019 16:53

Jakarta, CNBC Indonesia - "Ku tak bisa jauh, jauh, darimu," demikian lirik lagu Ku Tak Bisa, milik Slank. Menyaksikan pertunjukan konser musik live grup Slank ternyata tidak harus di stadion, di lapangan terbuka, atau di gedung pertemuan dan kafe.
Kala itu, akhir Desember 2016, karyawan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan undangan khusus dihibur langsung konser grup musik legendaris itu di auditorium bursa, lantai bursa, tempat biasa digelar seminar, diskusi, sekolah pasar modal, dan tema-tema serius lain. Hari itu,
Dengan dana di kisaran Rp 500 jutaan, tarif tertinggi untuk 'menanggap' grup musik termahal di Indonesia tersebut, tentu tidak menjadi halangan bagi para penyelenggara kegiatan bursa yang berlaba bersih rata-rata Rp 280,24 miliar per tahun sejak 2008 itu.
Meskipun Presiden Joko Widodo batal hadir untuk menutup hari terakhir perdagangan BEI, tapi kedatangan Slank seakan menjadi tanda bahwa BEI punya strategi out of the box untuk memperkenalkan pasar modal lebih membumi lagi. Selama ini pasar modal bak berada di menara gading, tempat orang-orang berduit.
Sejak itu, acara menanggap grup musik atau penyanyi menjadi acara rutin bernama Stock Sound yang digelar BEI dengan menggandeng beberapa sekuritas. Stock Sound kemudian digelar hampir setiap bulan sejak Januari 2017 hingga April 2018 sebelum akhirnya disuspensi alias dihentikan sementara sampai saat ini. Bukan suspensi ya, berarti setop.
Para musisi kenamaan pernah hadir di sana menghibur para pelaku pasar modal dan calon investor. Nidji, Ayu Ting Ting, Ikke Nurjanah, Raisa, Maliq & D'essentials, Kahitna, Afgan, Tulus, Glenn Fredly, God Bless, dan Kla Project pernah mengalami rasanya 'melantai' di bursa, sehingga mereka boleh berandai untuk menyandang gelar 'Tbk' di akhir nama masing-masing seperti halnya emiten tercatat.
Plus-minus dan pro-kontra dari acara Stock Sound IDX itu pun tak sedikit, dari mulai dana besar yang harus dicairkan si artis menjadi sebuah invoice, hasil akhir publikasi yang tidak signifikan, atau mungkin relevansinya yang jauh terhadap kegiatan bursa.
Setelah itu, mari bicarakan dari sisi positifnya juga. Rangkaian acara yang digagas tim komunikasi salah satu self regulatory organization (SRO) pasar modal tersebut bertujuan untuk menarik perhatian publik melalui pemberitaan dan kemeriahan acara musik tersebut.
Niatnya adalah melambungkan nama bursa efek dan investasi pasar modal setara dengan nama besar arti-artis yang diajak manggung, yang tidak ada hubungannya dengan dunia investasi, keuangan, dan ekonomi, yang ujung-ujungnya mensosialisasikan investasi pasar modal ke mata awam.
Komunitas awam tentu lebih banyak daripada komunitas industri keuangan di Indonesia, sehingga perlu ada pertemuan di antara keduanya.
Alih-alih memiliki target pembukaan rekening efek di setiap acara konser musik bulanan itu, saat itu bursa efek memiliki target tersendiri untuk jumlah penambahan investor, begitu juga dengan jumlah kelulusan sertifikat, jumlah penambahan emiten, yang tidaklah mudah mencapainya.
Angkanya juga di atas target dari lembaga yang menaungi pasar modal dan keuangan Indonesia yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga targetnya pun tidak hanya mengekor. Penggalian ide untuk menggelar acara serupa yang dapat memberitahukan keberadaan bursa ke khalayak luas, terutama milenial, perlu digelorakan kembali.
Tengoklah acara dan istilah Yuk Nabung Saham, Investifal, Sekolah Pasar Modal (SPM), Pesta Reksadana, dan Investor Saham Pemula (ISP), yang menjadi buah greget penggalian ide untuk program sosialisasi bursa dan investasi pasar modal.
Makna 'mensosialisasikan' hanyalah proses awal mengenal istilah bursa dan investasi. Selanjutnya, perlu follow up dengan mengedukasi cara investasi di pasar modal, membuka rekening efek, memilih instrumen investasi, menganalisis saham dan produk pasar modal lain, menjadi trader, atau menjadi investor jangka panjang.
Ya, tentu intinya adalah mencetak investor baru, yang tentu sulit hanya dengan sekali 'gebuk', karena sosialisasi dan edukasi harus dilakukan bertahap dan berkesinambungan.
Jika dilakukan sekali kena saja, mungkin ada sedikit hasilnya jika si individu sudah berniat di ubun-ubun harus membuka rekening efek saat itu juga, tetapi tentu tidak banyak investor baru karena lebih banyak yang awam daripada yang sudah berniat.
Dampak yang lebih mungkin adalah pusingnya si investor menghadapi istilah-istilah unik pasar modal yang selayaknya bahasa planet bagi awam.
Apalagi, penambahan investor saat ini sangatlah krusial karena penetrasi investor dan trader pasar modal sangat kecil dibanding penduduk se-Indonesia Raya, yang tentu persentasenya masih di bawah negeri-negeri tetangga di seberang.
Angka penetrasi pasar modal di dalam negeri ternyata bahkan masih di bawah Filipina, yang GDP per kapitanya di bawah Indonesia, bahkan nyaris tersalip oleh anak baru di pasar keuangan dunia yaitu Vietnam.
Belum lagi pertumbuhan investor-trader saham domestik yang tidak ekspansional, bahkan cenderung melambat.
Jika dikecualikan dengan pertumbuhan investor di industri reksa dana dan obligasi yang jarang digandeng otoritas bursa, pertumbuhan investor pasar saham hanya 11,48% pada 2018, jauh lebih kecil daripada medio 2015-2017 pada kisaran 17,54%-23,5%.
Untuk itu, minimal ada empat usul 'receh' menghadapi masalah investor tersebut.
Pertama, keaktifan pejabat bursa dan pasar modal diperlukan guna gesitnya program sosialisasi dan edukasi, juga dalam memberi pernyataan dari terkait isu terkini, kondisi pasar yang naik-turun, serta perkembangan kasus-kasus penting sangatlah ditunggu pelaku keuangan dan publik.
Dengan demikian, direksi dan pejabat bursa dapat memahami dan menemukan solusi dari fee market info Rp 33.000 per nasabah pasar modal sangatlah berat jika ditanggung sekuritas, dan supaya anggapan 'pasif' apalagi 'diam' harus segera terganti dengan kata 'progresif'.
Kedua, meskipun tidak perlu diadakan setiap bulan dan harus lebih terarah publikasinya, giatkan sosialisasi investasi pasar modal dengan bintang tamu public figure dan target masyarakat awam.
Siapa tau, seorang awam yang tadinya hanya ingin berjoget dangdut dengan Ayu Ting Ting atau Ikke Nurjanah akhirnya menjadi paham pasar modal karena ada postingan informasi tentang bursa di Instagram si artis. Sayangnya, itu tidak terjadi saat Ayu Ting Ting manggung karena sama sekali tak ada unggahan soal tampil di BEI di Instagram-nya, bisa jadi tak ada ketentuan bayaran untuk tambahan sosialisasi di Instagram Ayu.
Patut diingat bahwa mencari perhatian dari publik haruslah dimulai, bisa karena angka yang luar biasa atau bisa karena sudah ramai dan keburu trending.
Ketiga, gandeng lebih erat industri reksa dana dan obligasi, yang lebih cocok menjadi pintu gerbang investasi di pasar modal dibanding membeli saham langsung, sehingga pasar saham dan industri reksa dana-obligasi bisa lari lebih kencang bersamaan, bukan hanya menjadi penambah jumlah investor pasar modal di bahan presentasi petinggi pasar modal.
Keempat, buka jaringan dan pintu bursa efek selebar-lebarnya kembali seperti menjadi tempat berkumpulnya komunitas investor dan profesional pasar modal. Keterbukaan itu juga tidak menutup kemungkinan juga mempertemukan komunitas dan pelaku industri lain untuk menjadi tamu agung.
Sediakan karpet merah, atau bahkan sewa grup marching band untuk menyambut mereka di depan air mancur Gedung Bursa Efek Indonesia, sebagai calon investor besar pasar modal yang baru, tanpa terkecuali, bukannya menjadikan lantai bursa tempat suci yang hanya pantas didatangi segelintir manusia.
Dengan begitu, akhirnya mata mereka pun akhirnya terbuka terhadap potensi keuntungan di bursa yang masih banyak awam yang belum paham, bahwa jangan seluruh dana diparkir di tabungan.
Mereka juga akhirnya paham bahwa membuka rekening efek bisa dilakukan dengan cepat dan canggih layaknya membuka rekening bank digital. Mereka juga bisa tau bahwa proses menjual-beli produk pasar modal itu semudah membeli peralatan di toko online.
Dan akhirnya mereka juga bisa menjadi investor domestik yang berfungsi menjadi jangkar, yang dapat menahan koreksi pasar modal ketika diterpa angin dan arus sentimen negatif dari luar negeri ketika gonjang-ganjing terjadi.
Bahkan tidak mustahil si investor terlanjur sayang dan bahkan tidak bisa lagi dipisahkan dari pasar modal Indonesia, seperti lagu yang Slank nyanyikan: "Ku tak bisa jauh, jauh, darimuuuu..."
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Banyak Kasus & Corona, Ini Peluang Cuan Investasi Reksa Dana
Kala itu, akhir Desember 2016, karyawan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan undangan khusus dihibur langsung konser grup musik legendaris itu di auditorium bursa, lantai bursa, tempat biasa digelar seminar, diskusi, sekolah pasar modal, dan tema-tema serius lain. Hari itu,
Dengan dana di kisaran Rp 500 jutaan, tarif tertinggi untuk 'menanggap' grup musik termahal di Indonesia tersebut, tentu tidak menjadi halangan bagi para penyelenggara kegiatan bursa yang berlaba bersih rata-rata Rp 280,24 miliar per tahun sejak 2008 itu.
Sejak itu, acara menanggap grup musik atau penyanyi menjadi acara rutin bernama Stock Sound yang digelar BEI dengan menggandeng beberapa sekuritas. Stock Sound kemudian digelar hampir setiap bulan sejak Januari 2017 hingga April 2018 sebelum akhirnya disuspensi alias dihentikan sementara sampai saat ini. Bukan suspensi ya, berarti setop.
![]() |
Para musisi kenamaan pernah hadir di sana menghibur para pelaku pasar modal dan calon investor. Nidji, Ayu Ting Ting, Ikke Nurjanah, Raisa, Maliq & D'essentials, Kahitna, Afgan, Tulus, Glenn Fredly, God Bless, dan Kla Project pernah mengalami rasanya 'melantai' di bursa, sehingga mereka boleh berandai untuk menyandang gelar 'Tbk' di akhir nama masing-masing seperti halnya emiten tercatat.
Plus-minus dan pro-kontra dari acara Stock Sound IDX itu pun tak sedikit, dari mulai dana besar yang harus dicairkan si artis menjadi sebuah invoice, hasil akhir publikasi yang tidak signifikan, atau mungkin relevansinya yang jauh terhadap kegiatan bursa.
Setelah itu, mari bicarakan dari sisi positifnya juga. Rangkaian acara yang digagas tim komunikasi salah satu self regulatory organization (SRO) pasar modal tersebut bertujuan untuk menarik perhatian publik melalui pemberitaan dan kemeriahan acara musik tersebut.
Niatnya adalah melambungkan nama bursa efek dan investasi pasar modal setara dengan nama besar arti-artis yang diajak manggung, yang tidak ada hubungannya dengan dunia investasi, keuangan, dan ekonomi, yang ujung-ujungnya mensosialisasikan investasi pasar modal ke mata awam.
Komunitas awam tentu lebih banyak daripada komunitas industri keuangan di Indonesia, sehingga perlu ada pertemuan di antara keduanya.
Alih-alih memiliki target pembukaan rekening efek di setiap acara konser musik bulanan itu, saat itu bursa efek memiliki target tersendiri untuk jumlah penambahan investor, begitu juga dengan jumlah kelulusan sertifikat, jumlah penambahan emiten, yang tidaklah mudah mencapainya.
![]() |
Angkanya juga di atas target dari lembaga yang menaungi pasar modal dan keuangan Indonesia yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga targetnya pun tidak hanya mengekor. Penggalian ide untuk menggelar acara serupa yang dapat memberitahukan keberadaan bursa ke khalayak luas, terutama milenial, perlu digelorakan kembali.
Tengoklah acara dan istilah Yuk Nabung Saham, Investifal, Sekolah Pasar Modal (SPM), Pesta Reksadana, dan Investor Saham Pemula (ISP), yang menjadi buah greget penggalian ide untuk program sosialisasi bursa dan investasi pasar modal.
Makna 'mensosialisasikan' hanyalah proses awal mengenal istilah bursa dan investasi. Selanjutnya, perlu follow up dengan mengedukasi cara investasi di pasar modal, membuka rekening efek, memilih instrumen investasi, menganalisis saham dan produk pasar modal lain, menjadi trader, atau menjadi investor jangka panjang.
![]() |
Ya, tentu intinya adalah mencetak investor baru, yang tentu sulit hanya dengan sekali 'gebuk', karena sosialisasi dan edukasi harus dilakukan bertahap dan berkesinambungan.
Jika dilakukan sekali kena saja, mungkin ada sedikit hasilnya jika si individu sudah berniat di ubun-ubun harus membuka rekening efek saat itu juga, tetapi tentu tidak banyak investor baru karena lebih banyak yang awam daripada yang sudah berniat.
Dampak yang lebih mungkin adalah pusingnya si investor menghadapi istilah-istilah unik pasar modal yang selayaknya bahasa planet bagi awam.
Apalagi, penambahan investor saat ini sangatlah krusial karena penetrasi investor dan trader pasar modal sangat kecil dibanding penduduk se-Indonesia Raya, yang tentu persentasenya masih di bawah negeri-negeri tetangga di seberang.
Angka penetrasi pasar modal di dalam negeri ternyata bahkan masih di bawah Filipina, yang GDP per kapitanya di bawah Indonesia, bahkan nyaris tersalip oleh anak baru di pasar keuangan dunia yaitu Vietnam.
Belum lagi pertumbuhan investor-trader saham domestik yang tidak ekspansional, bahkan cenderung melambat.
Jika dikecualikan dengan pertumbuhan investor di industri reksa dana dan obligasi yang jarang digandeng otoritas bursa, pertumbuhan investor pasar saham hanya 11,48% pada 2018, jauh lebih kecil daripada medio 2015-2017 pada kisaran 17,54%-23,5%.
Untuk itu, minimal ada empat usul 'receh' menghadapi masalah investor tersebut.
Pertama, keaktifan pejabat bursa dan pasar modal diperlukan guna gesitnya program sosialisasi dan edukasi, juga dalam memberi pernyataan dari terkait isu terkini, kondisi pasar yang naik-turun, serta perkembangan kasus-kasus penting sangatlah ditunggu pelaku keuangan dan publik.
Dengan demikian, direksi dan pejabat bursa dapat memahami dan menemukan solusi dari fee market info Rp 33.000 per nasabah pasar modal sangatlah berat jika ditanggung sekuritas, dan supaya anggapan 'pasif' apalagi 'diam' harus segera terganti dengan kata 'progresif'.
Kedua, meskipun tidak perlu diadakan setiap bulan dan harus lebih terarah publikasinya, giatkan sosialisasi investasi pasar modal dengan bintang tamu public figure dan target masyarakat awam.
Siapa tau, seorang awam yang tadinya hanya ingin berjoget dangdut dengan Ayu Ting Ting atau Ikke Nurjanah akhirnya menjadi paham pasar modal karena ada postingan informasi tentang bursa di Instagram si artis. Sayangnya, itu tidak terjadi saat Ayu Ting Ting manggung karena sama sekali tak ada unggahan soal tampil di BEI di Instagram-nya, bisa jadi tak ada ketentuan bayaran untuk tambahan sosialisasi di Instagram Ayu.
Patut diingat bahwa mencari perhatian dari publik haruslah dimulai, bisa karena angka yang luar biasa atau bisa karena sudah ramai dan keburu trending.
![]() |
Ketiga, gandeng lebih erat industri reksa dana dan obligasi, yang lebih cocok menjadi pintu gerbang investasi di pasar modal dibanding membeli saham langsung, sehingga pasar saham dan industri reksa dana-obligasi bisa lari lebih kencang bersamaan, bukan hanya menjadi penambah jumlah investor pasar modal di bahan presentasi petinggi pasar modal.
Keempat, buka jaringan dan pintu bursa efek selebar-lebarnya kembali seperti menjadi tempat berkumpulnya komunitas investor dan profesional pasar modal. Keterbukaan itu juga tidak menutup kemungkinan juga mempertemukan komunitas dan pelaku industri lain untuk menjadi tamu agung.
Sediakan karpet merah, atau bahkan sewa grup marching band untuk menyambut mereka di depan air mancur Gedung Bursa Efek Indonesia, sebagai calon investor besar pasar modal yang baru, tanpa terkecuali, bukannya menjadikan lantai bursa tempat suci yang hanya pantas didatangi segelintir manusia.
Dengan begitu, akhirnya mata mereka pun akhirnya terbuka terhadap potensi keuntungan di bursa yang masih banyak awam yang belum paham, bahwa jangan seluruh dana diparkir di tabungan.
Mereka juga akhirnya paham bahwa membuka rekening efek bisa dilakukan dengan cepat dan canggih layaknya membuka rekening bank digital. Mereka juga bisa tau bahwa proses menjual-beli produk pasar modal itu semudah membeli peralatan di toko online.
Dan akhirnya mereka juga bisa menjadi investor domestik yang berfungsi menjadi jangkar, yang dapat menahan koreksi pasar modal ketika diterpa angin dan arus sentimen negatif dari luar negeri ketika gonjang-ganjing terjadi.
Bahkan tidak mustahil si investor terlanjur sayang dan bahkan tidak bisa lagi dipisahkan dari pasar modal Indonesia, seperti lagu yang Slank nyanyikan: "Ku tak bisa jauh, jauh, darimuuuu..."
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Banyak Kasus & Corona, Ini Peluang Cuan Investasi Reksa Dana
Most Popular