
Jamin Bisnis Pembangkit Batu Bara, China CS Siapkan Rp 915 T
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
25 June 2019 18:25

Jakarta, CNBC Indonesia- Di tengah masifnya gerakan penggunaan energi ramah lingkungan, investor mulai kurang tertarik mendanai pembangkit listrik batu bara. Benarkah bisnis pembangkit ini sedang memasuki senjakala?
Hal ini setidaknya terjadi di negara-negara Eropa, dan sedang mulai menjalar di Australia. Pandangan serupa juga disampaikan oleh Lead Adviser, Energy, Utilities & Mining PwC Indonesia Sacha Winzenried di gelaran Coaltrans Asia Conference di Bali.
Namun, berdasarkan laporan dari Bloomberg, rupanya, sekitar setengah dari dana China berasal dari keuangan publik internasional digunakan untuk mendanai pembangkit listrik tenaga batu bara. Diketahui, bank Ekspor-Impor China dan Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional menyediakan uang untuk proyek-proyek batu bara di Indonesia.
Adapun, Pemerintah di negara Asia meningkatkan dukungan mereka untuk pembangkit listrik tenaga batu bara, dengan memberikan bantuan senilai US$ 64 miliar per tahun kepada industri yang tengah berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan investasi dari investor swasta.
Tidak hanya itu, pemerintah China meminta para operator pembangkit listrik untuk meningkatkan pasokan batu bara thermal mereka sampai ke level yang wajar, sebelum musim puncak konsumsi tiba, yang biasanya pada Juni-Juli.
Dikutip dari Bloomberg, ketika dana untuk produksi batu bara turun, pembiayaan untuk pembangkit listrik batu bara naik hampir tiga kali lipat menjadi US$ 47 miliar dibandingkan dengan 2013 dan 2014. Negara-negara yang memberikan tingkat dukungan terbesar untuk batu bara pada 2016 dan 2017 adalah China, dengan rata-rata US$ 19 miliar per tahun, India sebesar US$ 17,9 miliar dan Jepang sebesar US$ 5,2 miliar.
Temuan dari empat organisasi penelitian ini kontras dengan janji-janji dari negara anggota G20 untuk menekan gas rumah kaca dan membersihkan dunia dari bahan bakar fosil yang paling berpolusi. Untuk hal ini, China, India, dan Jepang bertanggung jawab atas proporsi terbesar.
Seperti yang diketahui, penggunaan batu bara semakin berkurang di AS karena biaya untuk pengembangan proyek gas alam, angin, dan tenaga surya turun dan beberapa konsumen menunjukkan preferensi untuk menghasilkan daya di dekat tempat penggunaannya. Di Eropa, negara-negara yang dipimpin oleh Inggris dan Jerman telah menetapkan target untuk menghentikan penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik.
(gus) Next Article Bukannya Berkurang, PLTU di China akan Terus Bertambah
Hal ini setidaknya terjadi di negara-negara Eropa, dan sedang mulai menjalar di Australia. Pandangan serupa juga disampaikan oleh Lead Adviser, Energy, Utilities & Mining PwC Indonesia Sacha Winzenried di gelaran Coaltrans Asia Conference di Bali.
Namun, berdasarkan laporan dari Bloomberg, rupanya, sekitar setengah dari dana China berasal dari keuangan publik internasional digunakan untuk mendanai pembangkit listrik tenaga batu bara. Diketahui, bank Ekspor-Impor China dan Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional menyediakan uang untuk proyek-proyek batu bara di Indonesia.
Adapun, Pemerintah di negara Asia meningkatkan dukungan mereka untuk pembangkit listrik tenaga batu bara, dengan memberikan bantuan senilai US$ 64 miliar per tahun kepada industri yang tengah berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan investasi dari investor swasta.
Tidak hanya itu, pemerintah China meminta para operator pembangkit listrik untuk meningkatkan pasokan batu bara thermal mereka sampai ke level yang wajar, sebelum musim puncak konsumsi tiba, yang biasanya pada Juni-Juli.
Dikutip dari Bloomberg, ketika dana untuk produksi batu bara turun, pembiayaan untuk pembangkit listrik batu bara naik hampir tiga kali lipat menjadi US$ 47 miliar dibandingkan dengan 2013 dan 2014. Negara-negara yang memberikan tingkat dukungan terbesar untuk batu bara pada 2016 dan 2017 adalah China, dengan rata-rata US$ 19 miliar per tahun, India sebesar US$ 17,9 miliar dan Jepang sebesar US$ 5,2 miliar.
Temuan dari empat organisasi penelitian ini kontras dengan janji-janji dari negara anggota G20 untuk menekan gas rumah kaca dan membersihkan dunia dari bahan bakar fosil yang paling berpolusi. Untuk hal ini, China, India, dan Jepang bertanggung jawab atas proporsi terbesar.
Seperti yang diketahui, penggunaan batu bara semakin berkurang di AS karena biaya untuk pengembangan proyek gas alam, angin, dan tenaga surya turun dan beberapa konsumen menunjukkan preferensi untuk menghasilkan daya di dekat tempat penggunaannya. Di Eropa, negara-negara yang dipimpin oleh Inggris dan Jerman telah menetapkan target untuk menghentikan penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik.
(gus) Next Article Bukannya Berkurang, PLTU di China akan Terus Bertambah
Most Popular