
Dikepung Isu Global & Domestik, Begini Nasib Batu Bara RI
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
25 June 2019 12:36

Nusa Dua, CNBC Indonesia- Industri batu bara masih berupaya sekuat tenaga untuk tetap bisa hidup di tengah masifnya gerakan dan ajakan untuk menggunakan energi bersih dan ramah lingkungan.
Lalu, bagaimana nasib industri batu bara di masa depan?
Direktur Pemasaran PT Adaro Indonesia Hendri Tan mengatakan, sebagai pelaku usaha, pihaknya masih optimistis terhadap masa depan industri batu bara. Ia menuturkan, dengan masih adanya permintaan dan ekspor, maka melihat potensi pertumbuhan positif.
"Permintaan batu bara masih meningkat. Memang kita tidak boleh menghiraukan karbon emisi, kami sadar risiko ini. Untuk itu, kami melakukan diversifikasi bisnis," tuturnya dalam gelaran Coaltrans Asia Conference 2019, Nusa Dua, Bali, Senin (24/6/2019).
Lebih lanjut, Hendri menyampaikan, untuk pasar ekspor, India, Vietnam, dan China menjadi peluang besar bagi Indonesia. Begitu juga dengan Myanmar, Kamboja, dan Filipina yang juga mengonsumsi batu bara.
Adapun, faktor perang dagang juga tidak luput dari perhatian pelaku usaha. Namun, menurut Hendri, ini bisa menjadi salah satu keuntungan bagi Indonesia.
"Perang dagang, semua orang berusaha melindungi industri mereka, dan energi berbiaya rendah adalah kunci untuk memenangkan perang ini, jika Anda terlalu banyak menyalurkan uang untuk energi biaya tinggi, bagaimana mungkin Anda dapat bersaing. Trump juga mendukung industri batu bara karena biaya rendah," ungkapnya.
"Kami masih melihat adanya pertumbuhan di pasar ekspor. Batu bara masih menjadi yang terbaik dalam 10 tahun ke depan, alternatifnya adalah biomassa, atau energi campuran," tambah Hendri.
Memang, imbuhnya, dengan melihat kondisi saat ini, ada beberapa tantangan bagi industri batu bara, untuk itu semua pelaku usaha mengambil langkah konservatif.
"Di Adaro, kami tidak ingin menjual di pasar spot, tapi lebih kepada kontrak jangka panjang, dan kami sudah alokasikan untuk itu," pungkasnya.
(gus/gus) Next Article HBA Mei Anjlok, Industri Batu Bara RI Bakal Lesu di 2019?
Lalu, bagaimana nasib industri batu bara di masa depan?
"Permintaan batu bara masih meningkat. Memang kita tidak boleh menghiraukan karbon emisi, kami sadar risiko ini. Untuk itu, kami melakukan diversifikasi bisnis," tuturnya dalam gelaran Coaltrans Asia Conference 2019, Nusa Dua, Bali, Senin (24/6/2019).
Lebih lanjut, Hendri menyampaikan, untuk pasar ekspor, India, Vietnam, dan China menjadi peluang besar bagi Indonesia. Begitu juga dengan Myanmar, Kamboja, dan Filipina yang juga mengonsumsi batu bara.
Adapun, faktor perang dagang juga tidak luput dari perhatian pelaku usaha. Namun, menurut Hendri, ini bisa menjadi salah satu keuntungan bagi Indonesia.
"Perang dagang, semua orang berusaha melindungi industri mereka, dan energi berbiaya rendah adalah kunci untuk memenangkan perang ini, jika Anda terlalu banyak menyalurkan uang untuk energi biaya tinggi, bagaimana mungkin Anda dapat bersaing. Trump juga mendukung industri batu bara karena biaya rendah," ungkapnya.
"Kami masih melihat adanya pertumbuhan di pasar ekspor. Batu bara masih menjadi yang terbaik dalam 10 tahun ke depan, alternatifnya adalah biomassa, atau energi campuran," tambah Hendri.
Memang, imbuhnya, dengan melihat kondisi saat ini, ada beberapa tantangan bagi industri batu bara, untuk itu semua pelaku usaha mengambil langkah konservatif.
"Di Adaro, kami tidak ingin menjual di pasar spot, tapi lebih kepada kontrak jangka panjang, dan kami sudah alokasikan untuk itu," pungkasnya.
(gus/gus) Next Article HBA Mei Anjlok, Industri Batu Bara RI Bakal Lesu di 2019?
Most Popular