Laju Poundsterling Tertahan di Level Tertingginya 1 Bulan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 June 2019 20:15
Poundsterling belum bisa melaju kencang lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (24/9/19)
Foto: Ilustrasi Poundsterling (REUTERS/ Benoit Tessier)
Jakarta, CNBC Indonesia - Poundsterling belum bisa melaju kencang lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (24/9/19). Setelah mencatat penguatan empat hari berturut-turut dan mencapai level tertinggi satu bulan, mata uang Inggris ini mulai mengendur.

Pada pukul 20:00 WIB, poundsterling diperdagangkan di kisaran US$ 1,2726 atau melemah 0,11% di pasar spot, mengutip data dari Refinitiv.



Penguatan poundsterling belakangan ini dipicu oleh sikap dovish Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed), bukan dari dalam negeri Inggris. Akibatnya, poundsterling kehabisan tenaga untuk menguat.

Setelah The Fed mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (20/6/19) dini hari, pelaku pasar semakin yakin Jerome Powell, sang pimpinan, akan memangkas suku bunga di tahun ini. Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group yang menunjukkan angka 0% untuk pertaruhan suku bunga acuan AS ditahan 2,25%-2,5%.

Perangkat yang sama menunjukkan pelaku pasar melihat peluang The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali, yakni di bulan Juli, September, dan Desember.


Di hari yang sama Bank Sentral Inggris (Bank of England/BOE) mempertahankan suku bunga 0,75% dengan suara bulat, atau sembilan anggota pembuat kebijakan memilih tidak merubah kebijakan moneter.

Namun, bank sentral pimpinan Mark Carney tersebut, sebagaimana dilaporkan CNBC International, memangkas proyeksi PDB menjadi 0% di kuartal ini. Hal ini terjadi di tengah eskalasi perang dagang serta kecemasan akan akan kemungkinan terjadinya no deal Brexit.

Meski menurunkan proyeksi PDB, Mark Carney menjadi satu-satunya pimpinan bank sentral utama dunia yang tidak bersikap dovish, bahkan membuka peluang kenaikan suku bunga.

Pernyataan BOE masih sama dengan sebelumnya, suku bunga perlu dinaikkan secara bertahap dan terbatas, dengan asumsi Brexit pada 31 Oktober nanti terjadi dengan kesepakatan atau soft Brexit.

Namun, kemungkinan terjadi soft Brexit masih tanda tanya, apalagi posisi Boris Johnson yang semakin kuat sebagai kandidat Perdana Menteri Inggris yang baru.

Perebutan kursi pimpinan Partai Konservatif kini mencapai tahap final. Dua kandidat tersisa yakni Boris Johnson dan Jeremy Hunt, siapa yang akan menduduki kursi pimpinan nantinya akan otomatis menjadi Perdana Menteri Inggris.

Sebanyak 160.000 anggota Partai Konservatif akan melakukan voting untuk memilih siapa diantara dua kandidat tersebut yang akan memimpin partai sekaligus menjadi perdana menteri.

Johnson merupakan tokoh euroskeptik, sebelumnya berjanji akan membawa Inggris keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober dengan kesepakatan (soft Brexit) atau tanpa kesepakatan sama sekali (hard Brexit).

Kuatnya posisi Johnson masih akan terus menghantui pergerakan poundsterling.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Ngiler! Trading GBP/USD, Potensi Cuan Bisa Rp 37 Juta

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular