
AS-Iran Kian Panas, Reli Harga Obligasi Terhenti
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
24 June 2019 10:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah mulai terkoreksi di awal perdagangan hari ini, mengakhiri reli penguatan harga yang terjadi sejak 31 Mei.
Koreksi terjadi di tengah memanasnya baku ancam AS-Iran terkait dengan penembakan pesawat nirawak yang mempengaruhi harga minyak dunia, serta keluarnya data neraca perdagangan hari ini.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat inverstor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 7,9 basis poin (bps) menjadi 7,49%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 24 Jun'19
Sumber: Refinitiv
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 543 bps, melebar dari posisi akhir pekan lalu 538 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun menjadi 2,05% dari posisi akhir pekan lalu 2,06%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahun dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 24 Jun'2019
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 958,76 triliun SBN, atau 38,38% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 19 Juni.
Jumlah tersebut menjadi rekor terbesar sejak pertengahan Mei sehingga mengindikasikan investor asing yang keluar sepanjang periode memanasnya tensi perselisihan hasil pilpres di KPU sudah kembali ke pasar SUN.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 65,51 triliun dibanding posisi akhir Desember 2018 Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas yang turun 0,02%, sedangkan rupiah di pasar valas masih stagnan pada Rp 14.150 per dolar AS.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi secara luas di mana penguatan hanya terjadi di Brasil. Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar Treasury AS dan pasar OAT Perancis.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Koreksi terjadi di tengah memanasnya baku ancam AS-Iran terkait dengan penembakan pesawat nirawak yang mempengaruhi harga minyak dunia, serta keluarnya data neraca perdagangan hari ini.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 7,9 basis poin (bps) menjadi 7,49%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 24 Jun'19
Seri | Jatuh tempo | Yield 21 Jun'19 (%) | Yield 24 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 21 Jun'19 |
FR0077 | 5 tahun | 6.887 | 6.942 | 5.50 | 6.8681 |
FR0078 | 10 tahun | 7.413 | 7.492 | 7.90 | 7.4191 |
FR0068 | 15 tahun | 7.796 | 7.852 | 5.60 | 7.819 |
FR0079 | 20 tahun | 7.964 | 8.042 | 7.80 | 7.9921 |
Avg movement | 6.70 |
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 543 bps, melebar dari posisi akhir pekan lalu 538 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun menjadi 2,05% dari posisi akhir pekan lalu 2,06%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-5 tahun dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 24 Jun'2019
Seri | Benchmark | Yield 21 Jun'19 (%) | Yield 24 Jun'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.11 | 2.115 | 3 bulan-5 tahun | 32.3 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.78 | 1.774 | 2 tahun-5 tahun | -1.8 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.739 | 1.728 | 3 tahun-5 tahun | -6.4 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.805 | 1.792 | 3 bulan-10 tahun | 6.1 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.066 | 2.054 | 2 tahun-10 tahun | -28 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 958,76 triliun SBN, atau 38,38% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 19 Juni.
Jumlah tersebut menjadi rekor terbesar sejak pertengahan Mei sehingga mengindikasikan investor asing yang keluar sepanjang periode memanasnya tensi perselisihan hasil pilpres di KPU sudah kembali ke pasar SUN.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 65,51 triliun dibanding posisi akhir Desember 2018 Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas yang turun 0,02%, sedangkan rupiah di pasar valas masih stagnan pada Rp 14.150 per dolar AS.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi secara luas di mana penguatan hanya terjadi di Brasil. Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar Treasury AS dan pasar OAT Perancis.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 21 Jun'19 (%) | Yield 24 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.845 | 7.68 | -16.50 |
China | 3.25 | 3.265 | 1.50 |
Jerman | -0.281 | -0.281 | 0.00 |
Perancis | 0.051 | 0.05 | -0.10 |
Inggris | 0.844 | 0.849 | 0.50 |
India | 6.782 | 6.861 | 7.90 |
Jepang | -0.164 | -0.154 | 1.00 |
Malaysia | 3.659 | 3.667 | 0.80 |
Filipina | 5.149 | 5.161 | 1.20 |
Rusia | 7.39 | 7.5 | 11.00 |
Singapura | 1.97 | 2.006 | 3.60 |
Thailand | 2.205 | 2.21 | 0.50 |
Amerika Serikat | 2.066 | 2.054 | -1.20 |
Afrika Selatan | 8.05 | 8.12 | 7.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular