
Investor Asing Masuk, Harga Obligasi Naik Gila-gilaan
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
21 June 2019 12:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah kembali menguat signifikan pagi ini, Jumat (21/6/2019), sejalan dengan penguatan mayoritas instrumen yang sama di negara lain semalam.
Kencang dan stabilnya kenaikan harga obligasi itu sudah bertahan dan memasuki hari ke-11 dan masuknya investor asing sudah mencatatkan angka terbesar sejak 14 Mei 2019, tepatnya Rp 958,76 triliun.
Masuknya arus dana asing mengindikasikan dana asing yang keluar ketika memanasnya perseteruan hasil pilpres di KPU pada Mei sudah mulai kembali ke pasar surat utang negara (SUN).
Naiknya harga SUN itu disebabkan oleh masih kentalnya dampak sentimen positif dunia akibat potensi penurunan suku bunga acuan negara-negara global, meskipun baru menjadi ekspektasi dan realisasinya masih sebulan ke depan.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Meskipun masih sama-sama menguat, tren penurunan yield tenor pendek sejak sepekan terakhir sudah terpatahkan di awal perdagangan pagi ini.
Seri acuan yang paling menguat justru adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 13,1 basis poin (bps) menjadi 7,78%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 958,76 triliun SBN, atau 38,38% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 19 Juni.
Jumlah tersebut menjadi rekor terbesar sejak pertengahan Mei sehingga mengindikasikan investor asing yang keluar sepanjang periode memanasnya tensi perselisihan hasil pilpres di KPU sudah kembali ke pasar SUN.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 65,51 triliun dibanding posisi akhir Desember 2018 Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas yang terkoreksi sejak kemarin, meskipun tipis-tipis 0,57%.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/prm) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Kencang dan stabilnya kenaikan harga obligasi itu sudah bertahan dan memasuki hari ke-11 dan masuknya investor asing sudah mencatatkan angka terbesar sejak 14 Mei 2019, tepatnya Rp 958,76 triliun.
Masuknya arus dana asing mengindikasikan dana asing yang keluar ketika memanasnya perseteruan hasil pilpres di KPU pada Mei sudah mulai kembali ke pasar surat utang negara (SUN).
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Meskipun masih sama-sama menguat, tren penurunan yield tenor pendek sejak sepekan terakhir sudah terpatahkan di awal perdagangan pagi ini.
Seri acuan yang paling menguat justru adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 13,1 basis poin (bps) menjadi 7,78%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 21 Jun'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 20 Jun'19 (%) | Yield 21 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 20 Jun'19 |
FR0077 | 5 tahun | 6.877 | 6.847 | -3.00 | 6.8263 |
FR0078 | 10 tahun | 7.461 | 7.341 | -12.00 | 7.3696 |
FR0068 | 15 tahun | 7.916 | 7.785 | -13.10 | 7.7738 |
FR0079 | 20 tahun | 8.012 | 7.96 | -5.20 | 7.9438 |
Avg movement | -8.33 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 958,76 triliun SBN, atau 38,38% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 19 Juni.
Jumlah tersebut menjadi rekor terbesar sejak pertengahan Mei sehingga mengindikasikan investor asing yang keluar sepanjang periode memanasnya tensi perselisihan hasil pilpres di KPU sudah kembali ke pasar SUN.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 65,51 triliun dibanding posisi akhir Desember 2018 Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas yang terkoreksi sejak kemarin, meskipun tipis-tipis 0,57%.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 20 Jun'19 (%) | Yield 21 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.845 | 7.835 | -1.00 |
China | 3.277 | 3.273 | -0.40 |
Jerman | -0.321 | -0.315 | 0.60 |
Perancis | 0.012 | 0.014 | 0.20 |
Inggris | 0.808 | 0.81 | 0.20 |
India | 6.781 | 6.791 | 1.00 |
Jepang | -0.164 | -0.179 | -1.50 |
Malaysia | 3.639 | 3.657 | 1.80 |
Filipina | 5.075 | 5.088 | 1.30 |
Rusia | 7.46 | 7.39 | -7.00 |
Singapura | 1.943 | 1.972 | 2.90 |
Thailand | 2.09 | 2.16 | 7.00 |
Amerika Serikat | 2.001 | 2.004 | 0.30 |
Afrika Selatan | 8.05 | 8.07 | 2.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/prm) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular