Huft, Pekan Depan Sepertinya Sibuk Nih...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 June 2019 16:33
Huft, Pekan Depan Sepertinya Sibuk <i>Nih</i>...
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia menjalani periode positif pekan ini. Mampukah penguatan berlanjut pada pekan depan? 

Sepanjang pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,41% point-to-point. IHSG bergerak searah dengan bursa saham Asia lainnya yang juga menguat seperti Nikkei 225 (0,7%), Hang Seng (5%), Shanghai Composite (4,2%), atau Kospi (1,44%). 

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Smerika Serikat (AS) selama sepekan menguat tajam 1,19%. Rupiah bahkan menjadi mata uang terbaik di Asia. 


Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun melorot 28,2 basis poin (bps). Yield instrumen ini menyentuh titik terendah sejak 10 Juli 2018, yang menandakan harga sedang naik akibat tingginya permintaan. 

Ada dua sentimen besar yang menggerakkan pasar keuangan global pekan ini. Pertama adalah hawa pelonggaran kebijakan moneter yang semakin terasa. 

Bank Sentral AS (The Federal Reserves/The Fed) dan Bank Sentral Jepang (BoJ) memang masih mempertahankan suku bunga acuan. Namun pernyataan yang menyertai keputusan tersebut yang membuat pasar bereaksi. 

Jerome 'Jay' Powell, Ketua The Fed, menegaskan bahwa bank sentral siap menempuh langkah yang diperlukan untuk menjaga perekonomian Negeri Paman Sam dari ancaman perlambatan. Seperti halnya The Fed, Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda dan sejawat juga siap dengan berbagai stimulus jika target inflasi 2% tidak kunjung tercapai.  


Pelonggaran kebijakan moneter sepertinya menjadi tema besar di dunia. Artinya, likuiditas global akan bertambah dan uang yang tidak sedikit itu butuh 'rumah'. 

Indonesia bisa menjadi pilihan, karena menjanjikan cuan dan keamanan. Saat ini yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun adalah 7,413%. Masih lebih tinggi ketimbang instrumen serupa di negara-negara tetangga seperti Malaysia (3,659%), Thailand (2,205%), Filipina (5,161%), sampai India (6,861%). 

Selain keuntungan, berinvestasi di Indonesia juga aman karena baru-baru ini lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Ini menjadi kali pertama Indonesia merasakan rating BBB sejak 1995.
 

Sentimen kedua adalah hubungan AS-China yang membaik setelah sempat panas. Pemicunya adalah pengakuan Presiden AS Donald Trump yang menelepon Presiden China Xi Jinping. Kedua pemimpin sepakat untuk bertemu dan melakukan dialog di sela-sela KTT G20 akhir bulan ini. 


Pelaku pasar berharap pertemuan di Osaka (Jepang) tersebut mampu membuka jalan menuju damai dagang. Dengan begitu, dunia tidak perlu lagi khawatir terhadap AS-China yang saling hambat dan menekan rantai pasok global. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Bagaimana dengan pekan ini? Sentimen apa saja yang patut dicermati oleh pelaku pasar? 

Dari sisi eksternal, ada sejumlah rilis data ekonomi yang layak dimonitor. Sejumlah data dari AS yang akan dirilis pekan ini adalah pembacaan final angka pertumbuhan ekonomi AS kuartal I-2019, pembacaan awal inflasi Juni, sampai penjualan properti. 

Apabila data-data tersebut menunjukkan pelemahan, maka tekanan kepada The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan kian besar. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 bps menjadi 2-2,25% mencapai 71,9%. 


Lalu di Jepang juga akan dirilis data produksi industrial, penjualan ritel, dan angka pengangguran. Kemudian di Zona Euro, pelaku pasar perlu memantau rilis data pembacaan awal inflasi Juni dan sentimen ekonomi periode yang sama. 

Seperti halnya di AS, jika data-data itu melemah maka semakin terbuka peluang BoJ dan Bank Sentral Uni Eropa (ECB) untuk melonggarkan kebijakan moneter. Langkah yang niscaya mampu membuat pelaku pasar bergairah memburu aset-aset berisiko di negara berkembang, seperti Indonesia. 

Dari dalam negeri, investor perlu memantau dengan seksama rilis data perdagangan internasional periode Mei 2019. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi atau minus 14,62% year-on-year (YoY) dan impor juga negatif 14,325% YoY. Sementara neraca perdagangan diproyeksi defisit US$ 1,294 miliar. 


Defisit neraca perdagangan yang kemungkinan terjadi dalam dua bulan pertama kuartal II-2019 membuat transaksi berjalan (current account) tinggal mengandalkan bulan terakhir yaitu Juni. Agak sulit mengharapkan neraca perdagangan Juni, meski bisa saja surplus tetapi nyaris mustahil menutup defisit pada April dan Mei. 

Oleh karena itu, transaksi berjalan kuartal II-2019 kemungkinan akan mengalami defisit yang lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya. Fondasi penting penyokong nilai tukar mata uang menjadi rapuh, karena tinggal mengandalkan arus modal di pasar keuangan (hot money). 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Selain rilis data, investor juga perlu memasang mata dan telinga untuk memperoleh kabar seputar rencana pertemuan Trump-Xi. Apabila aura positif semakin terasa, maka risk appetite pelaku pasar kemungkinan membuncah sehingga arus modal bisa kembali masuk ke Indonesia. Lagi sebuah sentimen positif bagi IHSG, rupiah, dan pasar Surat Berharga Negara (SBN). 

Akan tetapi, investor patut hati-hati dengan perkembangan di Timur Tengah karena hubungan AS-Iran yang menegang. Trump meradang karena drone militer AS ditembak jatuh di area yang diklaim AS merupakan wilayah udara internasional. Iran, sang pelaku, menegaskan drone AS terbang di atas wilayah udara mereka. 

AS berencana mengenakan sanksi baru terhadap Iran pada awal pekan depan. Namun Trump juga menyatakan bersedia melakukan negosiasi dengan Iran sehingga sanksi tidak perlu diterapkan. 

"Kami akan mengenakan sanksi tambahan kepada Iran pada Senin. Saya menantikan saat di mana sanksi-sanksi itu dihapus, sehingga mereka bisa kembali menjadi bangsa yang produktif dan makmur," cuit Trump di Twitter. 

Namun Iran masih panas. Teheran menegaskan bakal melawan segala bentuk ancaman dari Washington. 

"Apa pun keputusan yang dibuat oleh pemerintah AS, kami tidak akan membiarkan batas wilayah dilanggar. Iran akan melawan dengan tegas segala agresi dan ancaman dari AS," kata Abbas Mousavi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, mengutip Reuters. 

Apabila friksi AS-Iran terus tereskalasi, bukan tidak mungkin akan memuncak menjadi konflik bersenjata alias perang. Amit-amit, semoga tidak terjadi. Namun Trump sendiri menyatakan bahwa opsi aksi militer selalu ada di atas meja. 


Situasi di Timur Tengah ini bisa membuat pelaku pasar cemas, dan memilih bermain aman. Tentu bukan kabar baik bagi pasat keuangan Indonesia. 

Selain itu, Timur Tengah yang memanas juga berpotensi membuat harga minyak naik karena ancaman gangguan produksi dan distribusi. Sepanjang pekan ini, harga minyak jenis brent naik 5,14% sedangkan light sweet melonjak 9,37%. 

Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak lebih banyak mudarat ketimbang manfaat. Knaikan harga minyak akan membuat biaya impor komoditas ini membengkak, dan semakin membebani transaksi berjalan.  

Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi nilai tukar mata uang, karena mencerminkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Kalau transaksi berjalan masih bermasalah, rupiah akan dibayangi risiko pelemahan.   

Dari dalam negeri, Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengumumkan hasil putusan sidang gugatan Pilpres 2019 pada 28 Juni. Investor patut mencermati sentimen ini karena akan menentukan siapa pemimpin Indonesia 2019-2024.


Jika putusan MK menguatkan hasil perhitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin tinggal menunggu pelantikan sebagai pemimpin Indonesia lima tahun ke depan. Investor akan mendapat kepastian, sesuatu yang menjadi dambaan.

Pekan depan sepertinya akan menjadi periode yang sibuk. Banjir rilis data, dialog dagang AS-China, sampai perseteruan AS-Iran menjadi hal-hal yang perlu dicermati pelaku pasar.

Ayo siapkan tenaga menghadapi pekan yang penuh dinamika!


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular