Sejak Buka Lapak Sampai Makan Siang, Rupiah Terus Rajai Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 June 2019 12:40
Sejak Buka Lapak Sampai Makan Siang, Rupiah Terus Rajai Asia
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Sejak pembukaan pasar, rupiah mampu mempertahankan gelar sebagai mata uang terbaik Asia. 

Pada Rabu (19/6/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.270. Rupiah menguat 0,35% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, penguatan rupiah mencapai 0,42%. Seiring perjalanan, apresiasi rupiah menipis meski tidak sampai habis. 

Meski begitu, rupiah tetap menjadi mata uang terkuat di Benua Kuning, status yang disandang sejak lapak dibuka. Apalagi rupiah mampu menguat kala mata uang utama Asia lainnya cenderung melemah. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:05 WIB: 

 

Mata uang Asia tidak mampu menghadapi dolar AS yang memang sedang menguat secara global. Pada pukul 12:07 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,03%. 

Dolar AS mendapat kekuatan dari dalam dan luar negeri. Dari sisi domestik, investor memperkirakan The Federal Reserves/The Fed masih akan mempertahankan suku bunga acuan dalam rapat bulan ini, yang hasilnya akan diumumkan Kamis dini hari waktu Indonesia. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate dipertahankan di 2,25-2,5% mencapai 79,2%. Naik dibandingkan proyeksi yang dibuat pekan lalu yaitu 76,7%. 


Boleh dibilang ini menjadi senjata terakhir dolar AS sebelum ke depan bakal diterpa sentimen negatif. Sebab, Jerome 'Jay' Powell dan sejawat kemungkinan besar sudah menurunkan suku bunga acuan mulai bulan depan. Peluang penurunan suku bunga acuan menjadi 2-2,25% pada Juli 67,9%, berdasarkan CME Fedwatch. 

Jadi mumpung suku bunga belum turun bulan ini, investor 'menyerok' dolar AS. Peningkatan permintaan membuat dolar AS menguat. 

Sementara dari sisi ekstenal, The Fed mendapat saingan dari Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Dalam Forum Sintra di Portugal, Presiden ECB Mario Draghi menegaskan pihaknya tidak segan untuk menggelontorkan stimulus jika target inflasi 2% tidak kunjung tercapai. 


Sinyal dari Draghi diartikan oleh pelaku pasar sebagai kesiapan untuk menurunkan suku bunga acuan. Meski saat ini refinancing rate ECB sudah di 0%, bukan tidak mungkin bisa turun lagi menjadi minus seperti yang terjadi di Jepang. 

Pernyataan Draghi yang blak-blakan, begitu firm, membuat mata uang euro tertekan. Investor memilih dolar AS ketimbang euro. Ini juga membuat dolar AS perkasa. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Namun, rupiah boleh dibilang imun dari dinamika tersebut. Sebab aset-aset berbasis mata uang ini berpotensi diuntungkan kala tren suku bunga global mengarah ke selatan. 

Saat suku bunga di negara-negara maju turun, berinvestasi di sana menjadi tidak menarik. Padahal likuiditas kemungkinan tinggi karena suku bunga cenderung rendah. Likuiditas ini tentu butuh 'rumah' dan Indonesia bisa menjadi tempat yang nyaman karena mendatangkan cuan. 


Ya, imbalan berinvestasi di aset keuangan Indonesia memang masih tinggi. Contohnya di obligasi pemerintah. Pada pukul 12:21 WIB, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah seri acuan tenor 10 tahun berada di 7,616%. Walau terus turun sejak pekan lalu, tetapi yield ini masih tinggi dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. 

Yield obligasi pemerintah 10 tahun di India adalah 6,843%. Kemudian di Malaysia adalah 3,706%, Thailand 2,165%, dan Filipina 5,225%. Indonesia masih lebih cuan bukan? 

Tidak hanya di pasar obligasi, valuasi pasar saham Indonesia juga masih relatif rendah dibandingkan para tetangganya sehingga punya potensi untuk menguat. Saat ini, Price to Earnings (P/E) dari Indeks Harga Saham Gabungan adalah 16,22 kali. Lebih rendah ketimbang KLCI Malaysia (18,05 kali), PSEI Filipina (19,14 kali), SET Thailand (16,64 kali), sampai Sensex India (23,95 kali). 

Didorong oleh nafsu mencari keuntungan, arus modal mengalir deras ke pasar keuangan Indonesia. Rupiah pun tidak punya pilihan selain menguat.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular