
Poundsterling Merangkak Naik dari Level Terendah 5 Bulan
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 June 2019 21:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki perdagangan sesi Amerika Serikat (AS) Senin (17/6/19) Pound sterling Inggris perlahan merangkak naik dari dekat level terendah 5 bulan. Namun, kenaikan tersebut lebih karena dipicu technical rebound mengingat belum ada sentimen positif yang bisa mendongkrak kinerja mata uang Inggris ini.
Pound sempat naik ke US$ 1,2605, sebelum kembali turun dan diperdagangkan di kisaran US$ 1,2586 atau melemah 0,03% pada pukul 20:41 WIB. Pound menyentuh level terendah 5 bulan US$ 1,2558 yang disentuh 31 Januari lalu.
Semakin kuatnya nama Boris Johnson menjadi kandidat Perdana Menteri Inggris memberikan tekanan bagi poundsterling.
Dalam voting tahap pertama di lingkup Partai Konservatif pada pekan, Boris Johnson menjadi pengumpul suara terbanyak. Johnson memperoleh 114 suara, unggul jauh dari pesaing terdekatnya Jeremy Hunt (43 suara). Posisi ketiga ditempat Michael Gove (37 suara).
Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock, yang tereleminasi pada voting tahap pertama (hanya memperoleh 20 suara), kini memberikan dukungannya kepada Johnson. Hancock mengatakan Johnson merupakan kandidat terbaik yang bisa memimpin Partai Konservatif, mengutip Reuters.
Total ada tujuh kandidat yang bakal ikut serta dalam voting tahap II yang akan dilakukan pada 18 Juni, dan berlanjut pada 19 dan 20 Juni hingga menyisakan 2 kandidat. Pada 22 Juni akan dilakukan pemungutan suara antara dua kandidat terakhir, pemenangnya akan menduduki kursi tertinggi Partai Konservatif yang otomatis menjadi Perdana Menteri Inggris.
Johnson adalah figur kontroversial dan seorang euroskeptik. Oleh karena itu, ada kekhawatiran bahwa Johnson akan membuat Inggris keluar dari Uni Eropa dengan cara apa pun, termasuk No Deal atau Hard Brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kompensasi) pada 31 Oktober nanti.
Upaya beberapa partai oposisi untuk meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) agar tidak terjadi Hard Brexit juga gagal, setelah Parlemen Inggris menolak RUU tersebut. Peluang terjadinya Hard Brexit pun semakin meningkat.
Hasil survei Reuters pada periode 11 - 15 Juni menunjukkan peluang terjadinya Hard Brexit pada 31 Oktober nanti sebesar 25%, naik dibandingkan survei sebelumnya yang dilakukan di bulan Mei sebesar 15%.
Dengan demikian, poundstserling masih akan terus dihantui sentimen negatif Hard Brexit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ekonomi Nyungsep, Poundsterling Malah Menguat ke Rp 18.305
Pound sempat naik ke US$ 1,2605, sebelum kembali turun dan diperdagangkan di kisaran US$ 1,2586 atau melemah 0,03% pada pukul 20:41 WIB. Pound menyentuh level terendah 5 bulan US$ 1,2558 yang disentuh 31 Januari lalu.
Dalam voting tahap pertama di lingkup Partai Konservatif pada pekan, Boris Johnson menjadi pengumpul suara terbanyak. Johnson memperoleh 114 suara, unggul jauh dari pesaing terdekatnya Jeremy Hunt (43 suara). Posisi ketiga ditempat Michael Gove (37 suara).
Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock, yang tereleminasi pada voting tahap pertama (hanya memperoleh 20 suara), kini memberikan dukungannya kepada Johnson. Hancock mengatakan Johnson merupakan kandidat terbaik yang bisa memimpin Partai Konservatif, mengutip Reuters.
Total ada tujuh kandidat yang bakal ikut serta dalam voting tahap II yang akan dilakukan pada 18 Juni, dan berlanjut pada 19 dan 20 Juni hingga menyisakan 2 kandidat. Pada 22 Juni akan dilakukan pemungutan suara antara dua kandidat terakhir, pemenangnya akan menduduki kursi tertinggi Partai Konservatif yang otomatis menjadi Perdana Menteri Inggris.
Johnson adalah figur kontroversial dan seorang euroskeptik. Oleh karena itu, ada kekhawatiran bahwa Johnson akan membuat Inggris keluar dari Uni Eropa dengan cara apa pun, termasuk No Deal atau Hard Brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kompensasi) pada 31 Oktober nanti.
Upaya beberapa partai oposisi untuk meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) agar tidak terjadi Hard Brexit juga gagal, setelah Parlemen Inggris menolak RUU tersebut. Peluang terjadinya Hard Brexit pun semakin meningkat.
Hasil survei Reuters pada periode 11 - 15 Juni menunjukkan peluang terjadinya Hard Brexit pada 31 Oktober nanti sebesar 25%, naik dibandingkan survei sebelumnya yang dilakukan di bulan Mei sebesar 15%.
Dengan demikian, poundstserling masih akan terus dihantui sentimen negatif Hard Brexit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ekonomi Nyungsep, Poundsterling Malah Menguat ke Rp 18.305
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular