
Perang Dagang Meletus (Lagi), Ini Dampaknya ke Perbankan RI
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
06 June 2019 18:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China dalam bentuk kenaikan tarif bea masuk impor bisa berdampak pada sektor jasa keuangan khususnya perbankan. Hal ini diungkapkan oleh ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah.
Halim menilai ada dua skenario perang dagang. Pertama, perang total di mana China dan AS mengenakan tarif bea impor besar. Bila hal ini terjadi, akan ada keluarnya dana asing dari Indonesia. Bank Indonesia (BI) akan merespons hal ini dengan kebijakan yang bisa menahan modal agar tak keluar dari Indonesia.
"Kalau kondisinya kaya begini bank harus menyesuaikan. Bank harus menahan kreditnya supaya mereka enggak terhimpit kenaikan suku bunga [acuan], pertumbuhan kredit akan turun," ujar Halim Alamsyah ketika ditemui di Jakarta, Kamis (6/6/2019).
"Bank harus mengurangi margin keuntungan. Tergantung kekuatan masing-masing bank. Secara umum perbankan pasti enggak mudah. Kalau bank yang posisi enggak kuat likuiditasnya harus hati-hati, begitu juga yang sudah kuat. Jadi trennya menahan ekspansi."
Kedua, terjadi negosiasi kembali. Hal ini mungkin terjadi karena AS mau melangsungkan pemilihan umum sehingga ada kepentingan agar ekonomi tidak turun. Dalam skenario ini dana asing juga berpotensi keluar dari Indonesia tetapi tidak dalam jumlah besar.
"Kalau terjadi outflow (dana asing keluar dari Indonesia) besar-besaran dampaknya suku bunga SBN akan naik. Kalau yield SBN naik akan membuat pemilik dana membeli SBN ketimbang ke bank. Sehingga bank enggak punya pilihan [kecuali menaikkan bunga deposito]," ungka Halim
Ia mengatakan dari kelompok bank, kondisi bank BUKU IV tergolong kuat dengan NPL rendah dan margin yang tebal. Bank BUKU III harus dilihat kondisinya karena kelompok bank ini paling agresif salurkan kredit sehingga butuh likuiditas besar.
"Bank Buku I dan II mereka enggak bisa melakukan kompetisi. Mereka ngikut saja dan mereka 3 tahun terakhir menumpuk likuiditas kalau cukup baru ekspansi. Tahun lalu mereka ekspansi kredit tapi enggak berani kencang," tutup Halim.
Simak video tentang dampak perang dagang di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(roy/prm) Next Article Likuiditas Ketat, Bank Diminta Hati-Hati Salurkan Kredit
Halim menilai ada dua skenario perang dagang. Pertama, perang total di mana China dan AS mengenakan tarif bea impor besar. Bila hal ini terjadi, akan ada keluarnya dana asing dari Indonesia. Bank Indonesia (BI) akan merespons hal ini dengan kebijakan yang bisa menahan modal agar tak keluar dari Indonesia.
"Kalau kondisinya kaya begini bank harus menyesuaikan. Bank harus menahan kreditnya supaya mereka enggak terhimpit kenaikan suku bunga [acuan], pertumbuhan kredit akan turun," ujar Halim Alamsyah ketika ditemui di Jakarta, Kamis (6/6/2019).
Kedua, terjadi negosiasi kembali. Hal ini mungkin terjadi karena AS mau melangsungkan pemilihan umum sehingga ada kepentingan agar ekonomi tidak turun. Dalam skenario ini dana asing juga berpotensi keluar dari Indonesia tetapi tidak dalam jumlah besar.
"Kalau terjadi outflow (dana asing keluar dari Indonesia) besar-besaran dampaknya suku bunga SBN akan naik. Kalau yield SBN naik akan membuat pemilik dana membeli SBN ketimbang ke bank. Sehingga bank enggak punya pilihan [kecuali menaikkan bunga deposito]," ungka Halim
Ia mengatakan dari kelompok bank, kondisi bank BUKU IV tergolong kuat dengan NPL rendah dan margin yang tebal. Bank BUKU III harus dilihat kondisinya karena kelompok bank ini paling agresif salurkan kredit sehingga butuh likuiditas besar.
"Bank Buku I dan II mereka enggak bisa melakukan kompetisi. Mereka ngikut saja dan mereka 3 tahun terakhir menumpuk likuiditas kalau cukup baru ekspansi. Tahun lalu mereka ekspansi kredit tapi enggak berani kencang," tutup Halim.
Simak video tentang dampak perang dagang di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(roy/prm) Next Article Likuiditas Ketat, Bank Diminta Hati-Hati Salurkan Kredit
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular