
Perang Dagang, Bos LPS: Waspada Pembalikan Arus Modal Asing
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
06 June 2019 18:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah meminta pemerintah dan pemangku kebijakan untuk mengantisipasi dampak dari perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali memanas.
Halim Alamsyah mengatakan sekarang dunia sedang menghadapi ketidakpastian karena perang dagang AS-China. Pemangku kebijakan harus membuat langkah antisipasi jika perang dagang ini terjadi dalam jangka panjang atau jangka pendek.
"Kalau perang dagang total terjadi dunia akan mengalami penurunan pertumbuhan. Kalau terjadi penurunan pertumbuhan, AS pasti akan turun ekonominya, China apalagi, kalau mereka turun negara lain turun," ujarnya ketika ditemui di Jakarta, Kamis (6/6/2019).
Dalam kondisi perang dagang total, investor akan ragu berinvestasi dan ragu memilih negara mana yang tepat untuk berinvestasi. Investor akan mencari investasi yang aman seperti emas atau mata uang yang dijadikan save haven.
Dalam kondisi ini investor akan menarik dana keluar dari negara berkembang seperti Indonesia. Akan ada arus balik modal ke negara maju atau ke mata uang save haven.
"Kalau itu terjadi, kita harus siap-siap dampaknya kepada pertumbuhan ekonomi yang akan tertekan, mata uang tertekan dan kita akan melihat arus modal balik akan menaikkan suku bunga jangka panjang. Nanti akan tercermin dari yield obligasi yang naik dan harga obligasi yang turun," terang Halim Alamsyah.
Ia mengungkapkan saat ini Indonesia tidak banyak pilihan dalam menghadapi ketidakpastian global ini. Indonesia masih bergantung pada ekspor kelapa sawit dan batu bara. Ekspor Indonesia hanya 20.25% dari ukuran ekonomi sementara impor lebih besar.
"Jadi perdagangan luar negeri penting. Kita butuh dolar lebih banyak. Kelemahannya Pulau Jawa basis ekonomi. Kalau mau jaga pertumbuhan jaga di Pulau Jawa. Di luar Pulau Jawa semua di bawah 5% kecuali Sulawesi," ujar Halim.
Terkait perbankan, dalam kondisi ketidakpastian global dan ada potensi pembalikan arus dana asing, lembaga keuangan akan kesulitan memelihara likuiditas. Bank-bank yang tergantung pada dana pihak ketiga (DPK) akan kesulitan memupuk dana.
"Dalam kondisi ini mereka akan meyakinkan deposannya. Menaikkan suku bunga untuk lebih menarik supaya dana enggak pergi dari bank," jelas Halim Alamsyah.
"Pemerintah pun akan melakukan penyesuaian. Yield obligasi akan naik tetapi akan susah menjual obligasi dalam situasi begitu. Ini akan memengaruhi pertumbuhan pembiayaan fiskal kecuali ada penyesuaian APBN."
Simak video tentang perang dagang di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(roy/prm) Next Article Negosiasi di Meja Panjang, Tawar Menawar Tarif Impor AS-China
Halim Alamsyah mengatakan sekarang dunia sedang menghadapi ketidakpastian karena perang dagang AS-China. Pemangku kebijakan harus membuat langkah antisipasi jika perang dagang ini terjadi dalam jangka panjang atau jangka pendek.
"Kalau perang dagang total terjadi dunia akan mengalami penurunan pertumbuhan. Kalau terjadi penurunan pertumbuhan, AS pasti akan turun ekonominya, China apalagi, kalau mereka turun negara lain turun," ujarnya ketika ditemui di Jakarta, Kamis (6/6/2019).
Dalam kondisi ini investor akan menarik dana keluar dari negara berkembang seperti Indonesia. Akan ada arus balik modal ke negara maju atau ke mata uang save haven.
![]() |
"Kalau itu terjadi, kita harus siap-siap dampaknya kepada pertumbuhan ekonomi yang akan tertekan, mata uang tertekan dan kita akan melihat arus modal balik akan menaikkan suku bunga jangka panjang. Nanti akan tercermin dari yield obligasi yang naik dan harga obligasi yang turun," terang Halim Alamsyah.
Ia mengungkapkan saat ini Indonesia tidak banyak pilihan dalam menghadapi ketidakpastian global ini. Indonesia masih bergantung pada ekspor kelapa sawit dan batu bara. Ekspor Indonesia hanya 20.25% dari ukuran ekonomi sementara impor lebih besar.
"Jadi perdagangan luar negeri penting. Kita butuh dolar lebih banyak. Kelemahannya Pulau Jawa basis ekonomi. Kalau mau jaga pertumbuhan jaga di Pulau Jawa. Di luar Pulau Jawa semua di bawah 5% kecuali Sulawesi," ujar Halim.
![]() |
Terkait perbankan, dalam kondisi ketidakpastian global dan ada potensi pembalikan arus dana asing, lembaga keuangan akan kesulitan memelihara likuiditas. Bank-bank yang tergantung pada dana pihak ketiga (DPK) akan kesulitan memupuk dana.
"Dalam kondisi ini mereka akan meyakinkan deposannya. Menaikkan suku bunga untuk lebih menarik supaya dana enggak pergi dari bank," jelas Halim Alamsyah.
"Pemerintah pun akan melakukan penyesuaian. Yield obligasi akan naik tetapi akan susah menjual obligasi dalam situasi begitu. Ini akan memengaruhi pertumbuhan pembiayaan fiskal kecuali ada penyesuaian APBN."
Simak video tentang perang dagang di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(roy/prm) Next Article Negosiasi di Meja Panjang, Tawar Menawar Tarif Impor AS-China
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular