Proyeksi PDB tak 'Dibabat' Bank Dunia, Indonesia Patut Bangga

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 June 2019 16:07
Proyeksi PDB tak 'Dibabat' Bank Dunia, Indonesia Patut Bangga
Foto: World Bank (Reuters)
Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah-tengah libur panjang yang dinikmati oleh pelaku pasar keuangan Indonesia, ada sebuah kabar tak mengenakkan yang datang dari Bank Dunia (World Bank/ WB).

Melalui publikasi Global Economic Prospects edisi Juni 2019 yang dirilis Selasa (4/6/2019) malam waktu setempat atau Rabu dini hari waktu Indonesia, lembaga yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS) itu memangkas proyeksinya atas pertumbuhan ekonomi global.


Untuk tahun ini, Bank Dunia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) global hanya akan tumbuh sebesar 2,6%, dari yang sebelumnya 2,9% pada proyeksi yang dibuat bulan Januari.

Sementara untuk tahun 2020, perekonomian global diproyeksi tumbuh sebesar 2,7%. Memang lebih tinggi ketimbang tahun 2019, namun proyeksi tersebut sejatinya turun dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 2,8%. Sebagai informasi, Bank Dunia mengestimasikan perekonomian global tumbuh hingga 3% pada tahun 2018.

Melambatnya laju pertumbuhan ekonomi global tersebut disebabkan oleh lesunya arus perdagangan internasional. Dalam publikasinya, Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan perdagangan global menjadi hanya 2,6%, dari yang sebelumnya 3,6%. Jika proyeksi tersebut terealisasi, maka akan menjadi yang terlemah dalam satu dekade terakhir atau sejak krisis keuangan global.


Namun yang melegakan, ternyata proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tak diutak-atik oleh Bank Dunia. Memang tak dikerek naik, namun juga tak dikerek turun. Hal ini bisa dibilang membanggakan lantaran negara-negara tetangga diganjar pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh Bank Dunia.

Malaysia misalnya, harus rela proyeksi pertumbuhan ekonominya dipangkas menjadi 4,6% pada tahun ini, dari yang sebelumnya 4,7%. Kemudian Filipina, harus harus rela proyeksi pertumbuhan ekonominya dipangkas menjadi 6,4% pada tahun ini, dari yang sebelumnya 6,5%. Tak hanya tahun ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk 2 tahun mendatang juga dipangkas, masing-masing sebesar 10 bps.



BERLANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA


Komposisi atau struktur ekonomi yang dimiliki Indonesia membuatnya kebal terhadap perlambatan pertumbuhan perdagangan global.

"Bagi Indonesia yang lebih tidak tergantung terhadap perdagangan (ekspor), pertumbuhan diperkirakan tumbuh tipis pada tahun 2020-2021, merefleksikan dukungan yang berkelanjutan dari belanja infrastruktur yang tinggi, konsumsi rumah tangga yang kuat, dan pertumbuhan populasi usia kerja yang kuat," tulis Bank Dunia dalam publikasinya.

Selama ini, konsumsi rumah tangga memang memegang peranan yang besar dalam perekonomian Indonesia. Bahkan, pos tersebut membentuk lebih dari 50% perekonomian Indonesia. Pada tahun 2018, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian Indonesia adalah sebesar 55,7%, menjadikannya pos dengan kontribusi terbesar. Di posisi 2, ada investasi yang berkontribusi sebesar 32,3%. Di posisi 3, ada ekspor (barang dan jasa) yang berkontribusi sebesar 21%.

Pada kuartal-I 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,01% secara tahunan, jauh mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal-I 2018) yang sebesar 4,95% saja.



Kuatnya konsumsi masyarakat Indonesia direfleksikan oleh pesatnya pertumbuhan penjualan barang-barang ritel. Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI), penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 10,1% secara tahunan pada bulan Maret, mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yakni pertumbuhan sebesar 2,5% saja.

Lantas, sepanjang 3 bulan pertama tahun ini pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berhasil mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk periode Januari 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 7,2%, lebih baik dari capaian Januari 2018 yakni kontraksi sebesar 1,8%. Untuk periode Februari 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 9,1%, lebih baik dari capaian Februari 2018 yakni pertumbuhan sebesar 1,5%.

Untuk bulan April, angka sementara menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan penjualan barang-barang ritel sebesar 5,7%, di atas pertumbuhan periode April 2018 yang sebesar 4,1%.


Pengendalian harga yang baik menjadi kunci di balik suksesnya pemerintah dalam mendorong konsumsi masyarakat Indonesia. Sepanjang 2019 (Januari-April), tingkat inflasi di Indonesia tercatat hanya sebesar 0,8%, jauh lebih rendah dibandingkan inflasi periode Januari-April 2018 yang sebesar 1,09%.

Melandainya inflasi disebabkan oleh pengendalian harga pangan yang relatif baik. Pada periode Januari-April 2018, harga bahan pangan tercatat naik sebesar 2,35%, sementara pada periode Januari-April 2019 kenaikannya hanya sebesar 1,24%.



Pengendalian harga pangan yang relatif baik tersebut membuat konsumsi masyarakat Indonesia tetap tinggi kala rupiah terombang-ambing sepanjang tahun.

Ke depannya, publikasi terbaru dari Bank Dunia tersebut menjadi modal penting bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan. Di kala perdagangan global diproyeksikan tumbuh melambat dengan signifikan, kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah haruslah diarahkan untuk menggenjot konsumsi yang pada akhirnya akan membuat roda perekonomian tetap berputar kencang.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular