
Perang Dagang Picu Aksi Jual, Straits Times Dibuka Anjlok!
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
30 May 2019 08:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Straits Times (STI) di Bursa Singapura membuka perdagangan pada Kamis ini (30/5/2019) dengan pelemahan hingga 0,49% ke level 3.147,77 poin, sehingga berpotensi melanjutkan koreksi sepanjang perdagangan hari ini.
Data perdagangan mencatat, dari 30 saham yang menghuni indeks acuan bursa saham Singapura tersebut, sebanyak empat saham mencatatkan kenaikan harga, 19 saham melemah, dan tujuh saham stagnan.
Perseteruan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China terus menjadi faktor utama yang memantik aksi jual di bursa saham Negeri Singa.
Beijing tampaknya sudah menemukan strategi baru guna melawan Washington
Seorang pejabat pemerintahan China memberikan pernyataan yang mengindikasikan bahwa China dapat menggunakan dominasinya atas kepemilikan logam tanah jarang (rare earth) sebagai senjata dalam melawan AS, dilansir CNBC International.
Sebagai informasi, tanah jarang merupakan komponen yang sangat penting dalam membuat berbagai macam produk, seperti baterai.
Tanah jarang merupakan salah satu produk mineral impor China yang mendapat pengecualian bea masuk oleh AS, di mana pada tahun 2014-2017, Negeri Panda menyumbang 80% dari impor tanah jarang oleh AS, dilansir Reuters.
"Pasar telah benar-benar berubah dari 100% yakin kesepakatan dagang akan terjadi dan hanya masalah waktu menjadi mungkin tidak akan ada perjanjian dagang sama sekali," kata Larry Benedict, pendiri The Opportunist Trader, dilansir CNBC International.
Jika perang dagang justru menjadi semakin tereskalasi nantinya, tentu tekanan terhadap perekonomian kedua negara akan semakin besar.
Mengingat posisi AS dan China sebagai dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, tekanan terhadap perekonomian kedua negara tentu akan membawa dampak negatif bagi laju perekonomian negara-negara lain, terutama Singapura yang memiliki sistem perekonomian terbuka.
Di lain pihak, investor di Negeri Singa juga dibuat khawatir setelah pemerintahan Presiden AS Donald Trump memasukkan Singapura dan 20 negara lainnya dalam 'Daftar Pemantauan' pada laporan mata uang oleh Kementerian Keuangan AS.
Masuknya suatu negara dalam daftar pemantauan ini sudah secara tidak langsung memungkinkan pemerintah AS memberikan tekanan saat melakukan negosiasi perdagangan. Pasalnya jika terbukti benar melakukan manipulasi, maka AS akan memberikan sanksi perdagangan.
Pada hari ini tidak ada rilis data ekonomi dari Singapura.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Aura Damai Dagang Merasuk, Bursa Singapura Reli 5 Hari
Data perdagangan mencatat, dari 30 saham yang menghuni indeks acuan bursa saham Singapura tersebut, sebanyak empat saham mencatatkan kenaikan harga, 19 saham melemah, dan tujuh saham stagnan.
Perseteruan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China terus menjadi faktor utama yang memantik aksi jual di bursa saham Negeri Singa.
Seorang pejabat pemerintahan China memberikan pernyataan yang mengindikasikan bahwa China dapat menggunakan dominasinya atas kepemilikan logam tanah jarang (rare earth) sebagai senjata dalam melawan AS, dilansir CNBC International.
Sebagai informasi, tanah jarang merupakan komponen yang sangat penting dalam membuat berbagai macam produk, seperti baterai.
Tanah jarang merupakan salah satu produk mineral impor China yang mendapat pengecualian bea masuk oleh AS, di mana pada tahun 2014-2017, Negeri Panda menyumbang 80% dari impor tanah jarang oleh AS, dilansir Reuters.
"Pasar telah benar-benar berubah dari 100% yakin kesepakatan dagang akan terjadi dan hanya masalah waktu menjadi mungkin tidak akan ada perjanjian dagang sama sekali," kata Larry Benedict, pendiri The Opportunist Trader, dilansir CNBC International.
Jika perang dagang justru menjadi semakin tereskalasi nantinya, tentu tekanan terhadap perekonomian kedua negara akan semakin besar.
Mengingat posisi AS dan China sebagai dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, tekanan terhadap perekonomian kedua negara tentu akan membawa dampak negatif bagi laju perekonomian negara-negara lain, terutama Singapura yang memiliki sistem perekonomian terbuka.
Di lain pihak, investor di Negeri Singa juga dibuat khawatir setelah pemerintahan Presiden AS Donald Trump memasukkan Singapura dan 20 negara lainnya dalam 'Daftar Pemantauan' pada laporan mata uang oleh Kementerian Keuangan AS.
Masuknya suatu negara dalam daftar pemantauan ini sudah secara tidak langsung memungkinkan pemerintah AS memberikan tekanan saat melakukan negosiasi perdagangan. Pasalnya jika terbukti benar melakukan manipulasi, maka AS akan memberikan sanksi perdagangan.
Pada hari ini tidak ada rilis data ekonomi dari Singapura.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Aura Damai Dagang Merasuk, Bursa Singapura Reli 5 Hari
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular