Cemas Ekonomi Melambat, Wall Street Terjebak di Zona Merah

Prima Wirayani, CNBC Indonesia
30 May 2019 06:06
Indeks-indeks acuan Wall Street ditutup di zona merah, Rabu (29/5/2019), saat imbal hasil obligasi negara Amerika Serikat (AS) kembali turun.
Foto: New York Stock Exchange (NYSE) ( REUTERS/Brendan McDermid)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks-indeks acuan Wall Street ditutup di zona merah, Rabu (29/5/2019), saat imbal hasil obligasi negara Amerika Serikat (AS) kembali turun dan memicu kekhawatiran terkait kondisi ekonomi. Meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China juga ikut membebani pasar.

Dow Jones Industrial Average anjlok 221,36 poin 0,87%, S&P 500 kehilangan 0,69%, sementara Nasdaq Composite terperosok 0,79% di akhir perdagangan. Dow Jones bahkan sempat rontok hingga 400 poin ketika yield obligasi AS atau US Treasury bertenor 10 tahun menyentuh posisi terendahnya hari itu.

Imbal hasil obligasi acuan itu menyentuh level terendahnya sejak November 2017 sebelum rebound ke level sekitar 2,26%. Yield ini terinversi atau terbalik (inverted) karena imbal hasil Treasury bertenor 3 bulan ada di 2,36% atau jauh lebih tinggi dibandingkan tenor 10 tahun tadi.

Ini menandakan investor memperkirakan perekonomian AS akan menghadapi tantangan dalam waktu dekat sehingga meminta imbal hasil yang lebih tinggi. Inversi yield atau inverted yield juga dipandang pasar sebagai tanda resesi ada di depan mata, dilansir dari CNBC International.


Turunnya yield itu menghantam saham-saham perbankan. Bank of America dan JP Morgan Chase sama-sama turun lebih dari 0,2%. Citigroup terkoreksi 0,1%. Saham ketiga bank itu sempat anjlok hingga lebih dari 1% di satu titik selama perdagangan hari Rabu.

Langkah AS dan China yang saling mengenakan bea impor sejak awal 2018 memukul pasar keuangan dan membuat suram mood para pelaku usaha dan konsumen.

"Pasar telah benar-benar berubah dari 100% yakin kesepakatan dagang akan terjadi dan hanya masalah waktu menjadi mungkin tidak akan ada perjanjian dagang sama sekali," kata Larry Benedict, pendiri The Opportunist Trader.

Baru-baru ini China meluncurkan ancaman terselubung melalui media pemerintah yang diperkirakan menargetkan tanah jarang atau rare earth. Mineral ini penting bagi berbagai perusahaan teknologi dan industri pertahanan AS.

Tabloid China, Global Times, melaporkan pada Selasa (28/5/2029) bahwa China "serius mempertimbangkan" untuk membatasi ekspor tanah jarang ke Amerika Serikat.

"Berdasarkan apa yang saya ketahui, China secara serius mempertimbangkan untuk membatasi ekspor kandungan mineral langka itu ke AS. China mungkin juga akan mengambil tindakan pencegahan lain di masa depan," tulis Hu Xijin, sang pemimpin redaksi, di akun Twitter-nya. Akunnya diikuti oleh para pelaku pasar.
(prm) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular