Kinerja IHSG vs Straits Times Singapura, Siapa Jawaranya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Singapura resmi jatuh ke dalam resesi. Ini terkonfirmasi setelah Departemen Statistik Singapura merilis data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2020.
Secara kuartal ke kuartal (QoQ), ekonomi negeri Singa berkontraksi 41,2%. Sementara secara tahunan (YoY), ekonomi minus 12,6%. Ini menjadi rekor angka kuartalan terburuk untuk PDB Negara Singa, bahkan sejak negara itu merdeka sejak 1965.
Singapura sendiri pada kuartal I-2020 mengalami kontraksi 0,3% secara YoY, sehingga Singapura secara sah dan meyakinkan sudah memenuhi definisi resesi yakni kontraksi pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal beruntun pada tahun yang sama.
Hal ini membuat negara itu memasuki resesi untuk pertama kalinya sejak 2009. Resesi sendiri biasanya diartikan sebagai kontraksi berturut-turut dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
Angka-angka ini lebih buruk daripada yang diperkirakan para pengamat. Sebelumnya menurut konsensus Reuters kontraksi PDB Singapura hanya di angka 10,5% secara YoY.
Bagaimana dengan Indonesia?
Di kuartal pertama tahun ini, GDP Indonesia masih bisa bertumbuh 2,97% sehingga walaupun nanti jika di kuartal kedua GDP terkontraksi, Indonesia belum bisa dibilang terjadi resesi.
Memang di kuartal kedua dengan diberlakukanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta Maret silam yang efektif menghentikan laju perekonomian di ibu kota tersebut, maka PDB Indonesia berpotensi terkontraksi pada kuartal kedua.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%. Penentuan akan terjadi di kuartal ketiga tahun 2020.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu memperkirakan ekonomi pada kuartal III-2020 berada di kisaran -1% hingga 1,2%. Kemungkinan kontraksi masih ada, sehingga risiko resesi tidak bisa dikesampingkan."Secara definisi begitu (resesi). Namun kita berharap kuartal III tidak negatif," ujar Sri Mulyani.
Bagaimanakah respons para pelaku pasar di kedua negara terhadap permasalahan ekonomi buntut dari pandemi virus corona tersebut?
Simak tabel berikut.
Perbandingan IHSG dan Straits Times
Selama 3 bulan masa pemulihan perekonomian dari pandemi Covid-19, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), acuan bursa saham Indonesia, lebih unggul dari STI (The Straits Times Index), acuan Bursa Singapura. Tercatat IHSG tumbuh 9,68%, lebih besar daripada STI yang hanya tumbuh 6,15% pada periode yang sama.
Hal ini dikarenakan jelang pengumuman jatuhnya Singapura ke jurang resesi Indeks STI merespons dengan reli harga turun dalam sebulan terakhir sebanyak 2,32% dibandingkan dengan IHSG yang masih adem ayem naik 1,70% karena Indonesia belum akan resesi pada kuartal kedua 2020.
Akan tetapi secara tahun berjalan kinerja STI masih sedikit lebih baik daripada IHSG. Secara YTD, STI terkoreksi 19,32% sedikit lebih baik daripada IHSG yang terkoreksi 19,49%.
Pada periode pemulihan ekonomi 3 bulan terakhir, ada kesamaan di antara IHSG dan STI.
Tiga dari lima penggerak naik IHSG dan STI datang dari sektor perbankan, masing-masing PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) untuk Indonesia, dan Bank DBS, Bank OCBC, dan Bank UOB untuk STI.
Hal ini dikarenakan saat kuartal pertama 2020 ketika harga-harga saham anjlok parah, sektor yang terdampak paling parah adalah sektor perbankan karena sifat sektor ini yang cyclical, yang artinya ketika perekonomian memburuk sektor ini akan terdampak paling parah, begitu juga sebaliknya.
Dengan demikian, ketika ketakutan para pelaku pasar sudah mulai mereda, sektor ini kembali menjadi sektor yang dikoleksi oleh para investor yang berani bertaruh bahwa krisis ekonomi akibat nCov-19 tidak akan berlangsung lama.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Singapura Resesi: Begini Kinerja Indeks Straits Times vs IHSG
