
4 Hari Naik, Penguatan Harga SUN Berakhir karena Minyak
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
28 May 2019 11:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah berbalik terkoreksi pada perdagangan Selasa ini (28/5/2019) setelah mengalami penguatan beruntun sejak akhir pekan lalu hingga Senin kemarin.
Koreksi harga Surat Utang Negara (SUN) seiring dengan memanasnya isu keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) setelah mundurnya Theresa May dari kursi perdana menteri Inggris.
Selain itu, koreksi harga SUN juga terjadi dipengaruhi kenaikan harga minyak mentah dunia. Harga minyak jenis light sweet (WTI) naik 0,87% hari ini dan 1,24% kemarin. Kenaikan harga minyak menjadi katalis negatif bagi makroekonomi Indonesia mengingat negeri ini masih net importir minyak.
Penguatan harga SUN sempat terjadi dalam 4 hari terakhir, pascabentrok 22 Mei ketika massa pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno turun ke jalan memprotes hasil penghitungan Pilpres 2019.
Turunnya harga SUN itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 7 basis poin (bps) menjadi 7,54%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 564 bps, melebar dari posisi kemarin 558 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,3% dari posisi kemarin 2,32%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 951 triliun SBN, atau 38,07% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 24 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 57,75 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun demikian, sepanjang Mei ini investor asing sudah keluar dari pasar SUN senilai Rp 11,57 triliun dan sepekan lalu nilai dana asing keluar mencapai Rp 3,43 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas yang turun 0,2%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi secara luas dan penguatan hanya terjadi di India, Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Di negara maju, penguatan terjadi di pasar-pasar yang dianggap sebagai safe haven yaitu di pasar bund Jerman, pasar JGB Jepang, dan pasar US Treasury di AS.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Koreksi harga Surat Utang Negara (SUN) seiring dengan memanasnya isu keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) setelah mundurnya Theresa May dari kursi perdana menteri Inggris.
Selain itu, koreksi harga SUN juga terjadi dipengaruhi kenaikan harga minyak mentah dunia. Harga minyak jenis light sweet (WTI) naik 0,87% hari ini dan 1,24% kemarin. Kenaikan harga minyak menjadi katalis negatif bagi makroekonomi Indonesia mengingat negeri ini masih net importir minyak.
![]() |
Turunnya harga SUN itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 7 basis poin (bps) menjadi 7,54%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 28 Mei'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 27 Mei'19 (%) | Yield 28 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 27 Mei'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.471 | 7.541 | 7.00 | 7.4635 |
FR0078 | 10 tahun | 7.908 | 7.951 | 4.30 | 7.8764 |
FR0068 | 15 tahun | 8.358 | 8.394 | 3.60 | 8.2856 |
FR0079 | 20 tahun | 8.422 | 8.438 | 1.60 | 8.3387 |
Avg movement | 4.13 |
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 564 bps, melebar dari posisi kemarin 558 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,3% dari posisi kemarin 2,32%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun, yang menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 28 Mei'2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 27 Mei'19 (%) | Yield 28 Mei'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.355 | 2.353 | 3 bulan-5 tahun | 23.7 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.175 | 2.166 | 2 tahun-5 tahun | 5 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.114 | 2.103 | 3 tahun-5 tahun | -1.3 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.132 | 2.116 | 3 bulan-10 tahun | 4.5 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.329 | 2.308 | 2 tahun-10 tahun | -14.2 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 951 triliun SBN, atau 38,07% dari total beredar Rp 2.498 triliun berdasarkan data per 24 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 57,75 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun demikian, sepanjang Mei ini investor asing sudah keluar dari pasar SUN senilai Rp 11,57 triliun dan sepekan lalu nilai dana asing keluar mencapai Rp 3,43 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas yang turun 0,2%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi terjadi secara luas dan penguatan hanya terjadi di India, Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Di negara maju, penguatan terjadi di pasar-pasar yang dianggap sebagai safe haven yaitu di pasar bund Jerman, pasar JGB Jepang, dan pasar US Treasury di AS.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 27 Mei'19 (%) | Yield 28 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.8 | 8.8 | 0.00 |
China | 3.35 | 3.358 | 0.80 |
Jerman | -0.116 | -0.141 | -2.50 |
Perancis | 0.26 | 0.263 | 0.30 |
Inggris | 0.957 | 0.959 | 0.20 |
India | 7.227 | 7.167 | -6.00 |
Jepang | -0.066 | -0.069 | -0.30 |
Malaysia | 3.821 | 3.82 | -0.10 |
Filipina | 5.723 | 5.723 | 0.00 |
Rusia | 7.96 | 7.96 | 0.00 |
Singapura | 2.127 | 2.122 | -0.50 |
Thailand | 2.44 | 2.43 | -1.00 |
Amerika Serikat | 2.329 | 2.308 | -2.10 |
Afrika Selatan | 8.36 | 8.405 | 4.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular