Dolar Bikin Rontok Mata Uang Asia, Rupiah Terburuk ke Berapa?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 May 2019 11:59
Dolar Bikin Rontok Mata Uang Asia, Rupiah Terburuk ke Berapa?
Foto: Warga menukarkan sejumlah uang di mobil kas keliling dari sejumlah bank yang terparkir di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Senin (13/5/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas mata uang Asia rontok lawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini, perang dagang yang semakin memanas membuat pelaku pasar mengalihkan investasinya ke aset-aset safe haven.

Sepanjang pekan ini rupiah melemah 0,87% lawan dolar AS, mengakhiri perdagangan Jumat (17/5/19) kemarin di level Rp 14.445, melansir data Refinitiv. Setidaknya rupiah tidak menjadi yang terburuk di Asia, Mata Uang Garuda masih berada di peringkat ke-lima pelemahan terendah, di bawah dolar Hong Kong, yen Jepang, rupee India, dan ringgit Malaysia.

Won Korea Selatan menjadi mata uang dengan performa terburuk setelah anjlok 1,66%, disusul yuan China 1,41%, dan dolar Taiwan melengkapi tiga besar.

Mata Uang Perubahan (%)
USD/HKD0.02%
USD/JPY0.12%
USD/INR0.40%
USD/MYR0.43%
USD/IDR0.87%
USD/THB0.98%
USD/PHP1.04%
USD/SGD1.07%
USD/TWD1.37%
USD/CNY1.41%
USD/KRW1.66%


Perang dagang jilid II menjadi headline di pekan ini, Kementerian Keuangan China pada Senin (13/5/19) mengumumkan akan menaikkan bea impor menjadi 25% dari sebelumnya 10% untuk produk dari AS dengan total nilai US$ 60 miliar. Kenaikan bea impor tersebut akan resmi berlaku 1 Juni mendatang.

Kebijakan yang diambil Pemerintah Beijing membalas langkah Pemerintah Washington yang menaikkan bea impor menjadi 25% untuk produk China senilai US$ 200 miliar pada Jumat (10/5/19) lalu.

Tidak cukup sampai di situ, Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan keadaan darurat nasional terhadap ancaman yang dihadapi sektor teknologi.

Trump juga mengeluarkan perintah eksekutif yang memberikan wewenang bagi Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross untuk memblokir transaksi yang melibatkan transfer informasi atau teknologi yang dapat mengancam keamanan dalam negeri. Langkah diambil membidik perusahaan-perusahaan China yang selama ini dituduh melakukan pencurian teknologi.


Sementara itu China membalas melalui serangan verbal, Pada Kamis malam (16/5/2019) waktu setempat, media milik pemerintah China (Taoran Notes) mengatakan bahwa Beijing tak tertarik untuk menggelar negosiasi dagang dengan AS pada saat ini.

"Jika ada yang berpikir bahwa pihak China hanya menggertak, itu akan menjadi kesalahan penilaian paling signifikan" sejak Perang Korea, tulis Taoran Notes, dikutip dari Bloomberg.

Perang dagang jilid I antara AS - China dengan tarif impor yang lebih kecil sudah membuat kacau kondisi ekonomi global, berbagai institusi terus memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, diperburuk dengan adanya ramalan-ramalan resesi.


Apalagi perang dagang jilid II dengan bea impor yang jauh lebih tinggi, tentunya membuat para investor cemas kemungkinan resesi akan semakin nyata.

Simak video tentang prediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]


Tekanan terhadap rupiah tidak hanya datang dari eksternal, tapi juga internal. Neraca perdagangan Indonesia yang mencatat defisit paling besar sepanjang sejarah menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Pada Rabu (15/5/19) Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan defisit neraca perdagangan pada bulan April 2019 sebesar US$ 2,5 miliar. Sebelum ini defisit terburuk tercatat sebesar US$ 2,3 miliar yang dibukukan pada bulan Juli 2013. 

Dolar Bikin Rontok Mata Uang Asia, Rupiah Terburuk ke Berapa?


Pada bulan April ekspor Indonesia tercatat US$ 12,6 miliar atau turun 13,1% year-on-year (YoY). Sedangkan impor mencapai US$ 15,10 miliar atau turun 6,58%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias negatif 6,2% YoY, impor turun 11,36% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 497 juta.

Sejak rilis data ini, rupiah praktis tanpa pijakan dan terancam terus merosot, tetapi masih bisa selama berkat Bank Indonesia yang melakukan intervensi.

Dalam konferensi pers saat mengumumkan kebijakan moneter Kamis (16/5/19), Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan telah melakukan intervensi ganda di pasar valas dan pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan terus akan melakukannya untuk menjaga nilai tukar rupiah. Pada Jumat (17/5/19) kemarin, BI juga terus melakukan intervensi guna manjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengungkapkan, sejak pembukaan pasar, Rupiah mendapat tekanan karena aksi 'short covering' mengumpulkan dolar di pasar oleh sejumlah bank. 



"BI kembali menjaga stabilitas dikombinasi dengan masuk ke pasar obligasi negara untuk memastikan terpeliharanya market confidence dan mencegah berlanjutnya pelepasan obligasi yang dapat memicu (spiralling effect) ke pelemahan Rupiah lebih lanjut." tutur Nanang kepada CNBC Indonesia.

Nanang menambahkan dalam situasi global saat ini, terutama sejak memanasnya kembali sengketa dagang AS-China memang penuh ketidakpastian. BI disebut tidak boleh lengah serta sigap dan tegas dalam merespon tekanan dari eksternal.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular