Dolar Bikin Rontok Mata Uang Asia, Rupiah Terburuk ke Berapa?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 May 2019 11:59
Neraca Perdagangan Defisit Parah, BI Selamatkan Rupiah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Tekanan terhadap rupiah tidak hanya datang dari eksternal, tapi juga internal. Neraca perdagangan Indonesia yang mencatat defisit paling besar sepanjang sejarah menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Pada Rabu (15/5/19) Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan defisit neraca perdagangan pada bulan April 2019 sebesar US$ 2,5 miliar. Sebelum ini defisit terburuk tercatat sebesar US$ 2,3 miliar yang dibukukan pada bulan Juli 2013. 

Dolar Bikin Rontok Mata Uang Asia, Rupiah Terburuk ke Berapa?


Pada bulan April ekspor Indonesia tercatat US$ 12,6 miliar atau turun 13,1% year-on-year (YoY). Sedangkan impor mencapai US$ 15,10 miliar atau turun 6,58%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias negatif 6,2% YoY, impor turun 11,36% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 497 juta.

Sejak rilis data ini, rupiah praktis tanpa pijakan dan terancam terus merosot, tetapi masih bisa selama berkat Bank Indonesia yang melakukan intervensi.

Dalam konferensi pers saat mengumumkan kebijakan moneter Kamis (16/5/19), Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan telah melakukan intervensi ganda di pasar valas dan pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan terus akan melakukannya untuk menjaga nilai tukar rupiah. Pada Jumat (17/5/19) kemarin, BI juga terus melakukan intervensi guna manjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengungkapkan, sejak pembukaan pasar, Rupiah mendapat tekanan karena aksi 'short covering' mengumpulkan dolar di pasar oleh sejumlah bank. 



"BI kembali menjaga stabilitas dikombinasi dengan masuk ke pasar obligasi negara untuk memastikan terpeliharanya market confidence dan mencegah berlanjutnya pelepasan obligasi yang dapat memicu (spiralling effect) ke pelemahan Rupiah lebih lanjut." tutur Nanang kepada CNBC Indonesia.

Nanang menambahkan dalam situasi global saat ini, terutama sejak memanasnya kembali sengketa dagang AS-China memang penuh ketidakpastian. BI disebut tidak boleh lengah serta sigap dan tegas dalam merespon tekanan dari eksternal.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/roy)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular