
Geopolitik Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Mulai Mendidih
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
16 May 2019 10:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia masih terus menanjak akibat meningkatnya ketegangan yang terjadi di Timur Tengah.
Pada perdagangan Kamis (16/5/2019) pukul 10:00 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak pengiriman Juli naik hingga 0,59% ke posisi US$ 72,19/barel, setelah kemarin juga menguat 0,74%.
Sementara harga minyak light sweet (WTI) yang jadi patokan pasar Amerika, untuk kontrak pengiriman Juni, menguat 0,66% menjadi US$ 62,43/barel setelah terangkat 0,39% sehari sebelumnya.
Pada Rabu kemarin, (15/5/2019) Reuters mengabarkan bahwa pegawai kedutaan besar Amerika Serikat (AS) yang berada di Baghdad, Turki telah dievakuasi menggunakan helikopter.
Itu terjadi setelah Iran secara resmi mengakhiri salah satu komitmen utama dalam perjanjian nuklir 2015 dengan beberapa negara.
Kantor Berita Mahasiswa Iran, mengutip Reuters, melaporkan bahwa sebuah "program telah diluncurkan" atas perintah dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi negeri itu untuk menghentikan pelaksanaan beberapa kewajiban Iran.
Sebelumnya, awal bulan ini, Presiden Iran Hassan Rouhani mengumumkan bahwa negaranya tidak akan lagi mematuhi dua ketentuan khusus yang tertuang dalam perjanjian nuklir tersebut.
Sebanyak dua fasilitas pengeboran milik perusahaan Arab Saudi, Aramco juga telah diserang sebelumnya menggunakan drone yang dilengkapi bom, berdasarkan keterangan Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih.
Falih mengatakan serangan tersebut merupakan aksi terorisme yang menargetkan pasokan minyak global. Dirinya juga menuding kelompok bersenjata dari Yaman yang memiliki hubungan dengan Iran sebagai dalang penyerangan tersebut.
Alhasil pasokan minyak menghadapi ancaman yang serius. Kala konflik Timur Tengah semakin memanas, bukan tidak mungkin produksi di beberapa fasilitas pengeboran akan terhenti. Apalagi jika ketegangan berkembang menjadi konflik bersenjata.
Bila pasokan global berkurang, maka keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) di pasar menjadi kurus. Harga minyak pun mendapat dorongan ke atas.
Namun demikian, jumlah inventori minyak di AS yang naik lagi bisa menahan kenaikan harga minyak.
Semalam, lembaga resmi pemerintah AS, Energy Information Administration (EIA) mengabarkan bahwa inventori minyak Negeri Paman Sam untuk minggu yang berakhir pada 10 Mei 2019 meningkat 5,4 juta barel ke posisi tertinggi sejak September 2017.
Padahal sebelumnya konsensus yang dihimpun Reuters memprediksi adanya penurunan stok minyak mentah sebesar 800.000 barel.
Artinya dalam waktu dekat, permintaan minyak dari AS tidak akan begitu tinggi karena stok yang masih melimpah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article AS-Iran Bersitegang, Sepekan Harga Minyak Naik 2%
Pada perdagangan Kamis (16/5/2019) pukul 10:00 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak pengiriman Juli naik hingga 0,59% ke posisi US$ 72,19/barel, setelah kemarin juga menguat 0,74%.
Sementara harga minyak light sweet (WTI) yang jadi patokan pasar Amerika, untuk kontrak pengiriman Juni, menguat 0,66% menjadi US$ 62,43/barel setelah terangkat 0,39% sehari sebelumnya.
Pada Rabu kemarin, (15/5/2019) Reuters mengabarkan bahwa pegawai kedutaan besar Amerika Serikat (AS) yang berada di Baghdad, Turki telah dievakuasi menggunakan helikopter.
Itu terjadi setelah Iran secara resmi mengakhiri salah satu komitmen utama dalam perjanjian nuklir 2015 dengan beberapa negara.
Kantor Berita Mahasiswa Iran, mengutip Reuters, melaporkan bahwa sebuah "program telah diluncurkan" atas perintah dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi negeri itu untuk menghentikan pelaksanaan beberapa kewajiban Iran.
Sebelumnya, awal bulan ini, Presiden Iran Hassan Rouhani mengumumkan bahwa negaranya tidak akan lagi mematuhi dua ketentuan khusus yang tertuang dalam perjanjian nuklir tersebut.
Sebanyak dua fasilitas pengeboran milik perusahaan Arab Saudi, Aramco juga telah diserang sebelumnya menggunakan drone yang dilengkapi bom, berdasarkan keterangan Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih.
Falih mengatakan serangan tersebut merupakan aksi terorisme yang menargetkan pasokan minyak global. Dirinya juga menuding kelompok bersenjata dari Yaman yang memiliki hubungan dengan Iran sebagai dalang penyerangan tersebut.
Alhasil pasokan minyak menghadapi ancaman yang serius. Kala konflik Timur Tengah semakin memanas, bukan tidak mungkin produksi di beberapa fasilitas pengeboran akan terhenti. Apalagi jika ketegangan berkembang menjadi konflik bersenjata.
Bila pasokan global berkurang, maka keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) di pasar menjadi kurus. Harga minyak pun mendapat dorongan ke atas.
Namun demikian, jumlah inventori minyak di AS yang naik lagi bisa menahan kenaikan harga minyak.
Semalam, lembaga resmi pemerintah AS, Energy Information Administration (EIA) mengabarkan bahwa inventori minyak Negeri Paman Sam untuk minggu yang berakhir pada 10 Mei 2019 meningkat 5,4 juta barel ke posisi tertinggi sejak September 2017.
Padahal sebelumnya konsensus yang dihimpun Reuters memprediksi adanya penurunan stok minyak mentah sebesar 800.000 barel.
Artinya dalam waktu dekat, permintaan minyak dari AS tidak akan begitu tinggi karena stok yang masih melimpah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article AS-Iran Bersitegang, Sepekan Harga Minyak Naik 2%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular