
Harga SUN Amblas Hampir 13 Hari, Kisruh Pilpres Setop Dong!
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
09 May 2019 12:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Koreksi harga Surat Utang Negara (SUN) pada perdagangan Kamis ini (9/5/2019) kembali berlanjut dan membuka peluang terjadinya koreksi beruntun selama 13 hari terakhir.
Meskipun pelemahan harga berlanjut, tapi penurunan harga mulai mereda dibandingkan dengan koreksi yang terjadi pada Rabu kemarin setelah Bank Indonesia melakukan operasi pasar terbuka. Harga SUN yang turun, membuat imbal hasil (yield) naik.
Namun kendati gagal menahan kenaikan yield obligasi yang menembus level psikologis mencapai level 8%, operasi pasar BI ternyata punya dampak positif karena mampu membuat koreksi hari ini relatif mereda.
Turunnya SUN tu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 2,6 basis poin (bps) menjadi 7,55%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 557 bps, melebar dari posisi kemarin 554 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,46% dari posisi kemarin 2,48%. Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 959,91 triliun SBN, atau 38,32% dari total beredar Rp 2.505 triliun berdasarkan data per 6 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 66,66 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,56% dan 0,38%.
Bahkan di Bursa Efek Indonesia, sentimen kisruh politik Pilpres 2019 dan negosiasi dagang AS-China yang memanas membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas 0,61% di level 6.232,07 dengan net sell (jual bersih) asing Rp 682 miliar di semua pasar pada sesi I.
Dari pasar surat utang negara berkembang, pelemahan terjadi secara umum yaitu di India, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Afsel.
Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar JGB Jepang dan US Treasury AS, yang sering dianggap safe haven dibanding pasar obligasi lain di dunia.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Pasca-Intervensi BI, Harga SUN Terkoreksi Lagi
Meskipun pelemahan harga berlanjut, tapi penurunan harga mulai mereda dibandingkan dengan koreksi yang terjadi pada Rabu kemarin setelah Bank Indonesia melakukan operasi pasar terbuka. Harga SUN yang turun, membuat imbal hasil (yield) naik.
Namun kendati gagal menahan kenaikan yield obligasi yang menembus level psikologis mencapai level 8%, operasi pasar BI ternyata punya dampak positif karena mampu membuat koreksi hari ini relatif mereda.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 2,6 basis poin (bps) menjadi 7,55%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 9 Mei'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 8 Mei'19 (%) | Yield 9 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 8 Mei'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.529 | 7.555 | 2.60 | 7.5088 |
FR0078 | 10 tahun | 8.026 | 8.036 | 1.00 | 8.0106 |
FR0068 | 15 tahun | 8.503 | 8.503 | 0.00 | 8.5016 |
FR0079 | 20 tahun | 8.599 | 8.619 | 2.00 | 8.579 |
Avg movement | 1.40 |
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 557 bps, melebar dari posisi kemarin 554 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,46% dari posisi kemarin 2,48%. Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 959,91 triliun SBN, atau 38,32% dari total beredar Rp 2.505 triliun berdasarkan data per 6 Mei.
Angka kepemilikannya masih positif atau bertambah Rp 66,66 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,56% dan 0,38%.
Bahkan di Bursa Efek Indonesia, sentimen kisruh politik Pilpres 2019 dan negosiasi dagang AS-China yang memanas membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas 0,61% di level 6.232,07 dengan net sell (jual bersih) asing Rp 682 miliar di semua pasar pada sesi I.
Dari pasar surat utang negara berkembang, pelemahan terjadi secara umum yaitu di India, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Afsel.
Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar JGB Jepang dan US Treasury AS, yang sering dianggap safe haven dibanding pasar obligasi lain di dunia.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 7 Mei'19 (%) | Yield 8 Mei'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.88 | 8.83 | -5.00 |
China | 3.355 | 3.323 | -3.20 |
Jerman | -0.043 | -0.042 | 0.10 |
Perancis | 0.327 | 0.331 | 0.40 |
Inggris | 1.139 | 1.143 | 0.40 |
India | 7.375 | 7.385 | 1.00 |
Jepang | -0.052 | -0.054 | -0.20 |
Malaysia | 3.779 | 3.785 | 0.60 |
Filipina | 5.846 | 5.846 | 0.00 |
Rusia | 8.15 | 8.14 | -1.00 |
Singapura | 2.181 | 2.181 | 0.00 |
Thailand | 2.455 | 2.47 | 1.50 |
Amerika Serikat | 2.483 | 2.465 | -1.80 |
Afrika Selatan | 8.58 | 8.6 | 2.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Pasca-Intervensi BI, Harga SUN Terkoreksi Lagi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular