
Drama Politik Pasca-Pilpres Ternyata Bikin Investor Bingung
Houtmand P Saragih & Monica Wareza, CNBC Indonesia
08 May 2019 10:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan domestik terus mengalami tekanan setelah pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April 2019 hingga Rabu ini (8/5/2019).
Sebagian pelaku pasar menilai investor saat ini masih cenderung menunggu atau wait and see sampai ada kepastian hasil, khususnya Pemilihan Presiden 2019 (Pilpres) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pasca-Pilpres hingga Selasa kemarin tercatat jatuh 2,84%. Lalu, di pasar obligasi tercatat sudah 11 hari harga surat utang negara (SUN) mengalami tekanan, tren koreksi terpanjang sejak pertengahan 2018. Koreksi harga itu membuat yield (imbal hasl) SUN malah naik sehingga menekan beban bunga pemerintah.
Hal yang sama juga terjadi pada rupiah. Sempat terapresiasi di awal tahun, tapi usai Pilpres, kurs rupiah malah terdepresiasi hingga 1,75%.
Analis PT BCA Sekuritas Achmad Yaki mengatakan investor masih menunggu hasil final penghitungan suara Pilpres dari KPU, kendati secara hitung cepat dan real count sementara KPU masih mengunggulkan pasangan petahana Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Memang kemarin masih menunggu hasil final perhitungan suara. Sampai pengumuman resminya keluar," kata Achmad kepada CNBC Indonesia, Selasa (7/5).
Hal senada juga sempat disampaikan Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual yang mengatakan dalam situasi seperti ini investor asing sedang menunggu keputusan final.
"Masih akan wait and see karena Pilpres belum selesai, prosesnya masih panjang. Mungkin akan sampai Oktober," kata David, saat diwawancarai CNBC Indonesia, Senin (06/05/2019).
David menambahkan pelaku pasar dan pebisnis masih akan menyimak pemilihan kabinet setelah pemerintahan baru. "Kita bisa kehilangan momentum selama dua kuartal. Dalam 6 bulan tidak ada kementerian yang membuat kebijakan desesive [pasti]," tambah David.
Ini artinya situasi politik dalam masih akan menjadi perhatian investor meskipun hasil perhitungan cepat (quick count) dari sejumlah lembaga survei memperlihatkan hasil pasangan petahana Jokowi-Ma'ruf Amin unggul atas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hasil real count sementara yang ditampilkan KPU juga menunjukkan perolehan suara pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin unggu jauh atas Prabowo-Sandiaga.
Namun dinamika politik pasca-Pilpres masih memperlihatkan ada potensi peningkatan tensi politik. Apalagi di tingkatan elite politik masih banyak suara-suara sumbang yang membuat investor ragu untuk masuk ke pasar keuangan.
Beberapa waktu lalu, dalam risetnya, Kepala Riset PT Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi mengatakan investasi di pasar saham domestik akan mengalami perbaikan setelah Pilpres.
''Investasi kelihatannya akan mengalami perbaikan setelah selesai Pilpres, dengan melihat pengalaman Pilpres dalam tiga periode terakhir, selalu ada boom investasi usai Pilpres yang selalu berjalan damai,'' kata Lucky.
Bahana Sekuritas meyakini, IHSG akan berada pada kisaran 6.800 sepanjang tahun ini, dengan perkiraan price to earning ratio (P/E) sebesar 15,5x, naik dibanding P/E saat ini sekitar 14.9x.
Selain sentimen politik, pasca-Pilpres investor kembali diteror oleh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang masih berlangsung. Negosiasi juga terancam gagal setelah Presiden AS Donal Trump berulah di Twitter.
Dalam cuitannya, Trump mengungkapkan bahwa AS tetap akan menaikkan bea masuk bagi importasi produk-produk made in China. Selain itu, produk yang belum dikenakan bea masuk juga akan disasar.
Kepala Riset PT Koneksi Kapital Alfred Nainggolan melontarkan hal pendapat yang berbeda. Menurut dia, dinamika politik jelang perhitungan real count KPU tidak begitu berpengaruh. "Menurut kami pasar sudah mengunci ekspektasi pemenang Pilpres dari hasil quick count," kata Alfred.
Alfred menambahkan, dalam sepekan terakhir rilis data makro ekonomi dari dalam dan luar negeri sangat kuat mempengaruhi ekspektasi pasar.
Menurut dia, ada tiga poin yang menjadi perhatian investor. Pertama, angka pertumbuhan ekonomi AS dan angka pengangguran yang mengejutkan. Kondisi ini memupuskan peluang penurunan suku bunga acuan The Fed (Fed Funds Rate) yang sempat didengungkan di awal tahun.
Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya 5,07% pada kuartal I-2019 dibandingkan 5,18% pada kuartal IV-2018 di bawah ekspektasi pelaku pasar. Sementara target pemerintah 5,3% menjadi semakin berat.
Ketiga, eskalasi perang dagang memupuskan harapan tuntasnya masalah ini. Padahal, pasar sadah berharap masalah ini akan selesai awal Mei ini. "Perubahan ini yg membuat pasar jadi pasif bahkan cenderung defensif dan cenderung memperbesar posisi kas," kata Alfred.
Ke mana arah rupiah pasca-Pilpres?
[Gambas:Video CNBC]
(hps/tas) Next Article Menguji Jokowi Effect Lagi
Sebagian pelaku pasar menilai investor saat ini masih cenderung menunggu atau wait and see sampai ada kepastian hasil, khususnya Pemilihan Presiden 2019 (Pilpres) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pasca-Pilpres hingga Selasa kemarin tercatat jatuh 2,84%. Lalu, di pasar obligasi tercatat sudah 11 hari harga surat utang negara (SUN) mengalami tekanan, tren koreksi terpanjang sejak pertengahan 2018. Koreksi harga itu membuat yield (imbal hasl) SUN malah naik sehingga menekan beban bunga pemerintah.
Hal yang sama juga terjadi pada rupiah. Sempat terapresiasi di awal tahun, tapi usai Pilpres, kurs rupiah malah terdepresiasi hingga 1,75%.
Analis PT BCA Sekuritas Achmad Yaki mengatakan investor masih menunggu hasil final penghitungan suara Pilpres dari KPU, kendati secara hitung cepat dan real count sementara KPU masih mengunggulkan pasangan petahana Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Memang kemarin masih menunggu hasil final perhitungan suara. Sampai pengumuman resminya keluar," kata Achmad kepada CNBC Indonesia, Selasa (7/5).
Hal senada juga sempat disampaikan Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual yang mengatakan dalam situasi seperti ini investor asing sedang menunggu keputusan final.
"Masih akan wait and see karena Pilpres belum selesai, prosesnya masih panjang. Mungkin akan sampai Oktober," kata David, saat diwawancarai CNBC Indonesia, Senin (06/05/2019).
David menambahkan pelaku pasar dan pebisnis masih akan menyimak pemilihan kabinet setelah pemerintahan baru. "Kita bisa kehilangan momentum selama dua kuartal. Dalam 6 bulan tidak ada kementerian yang membuat kebijakan desesive [pasti]," tambah David.
Ini artinya situasi politik dalam masih akan menjadi perhatian investor meskipun hasil perhitungan cepat (quick count) dari sejumlah lembaga survei memperlihatkan hasil pasangan petahana Jokowi-Ma'ruf Amin unggul atas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hasil real count sementara yang ditampilkan KPU juga menunjukkan perolehan suara pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin unggu jauh atas Prabowo-Sandiaga.
Namun dinamika politik pasca-Pilpres masih memperlihatkan ada potensi peningkatan tensi politik. Apalagi di tingkatan elite politik masih banyak suara-suara sumbang yang membuat investor ragu untuk masuk ke pasar keuangan.
Beberapa waktu lalu, dalam risetnya, Kepala Riset PT Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi mengatakan investasi di pasar saham domestik akan mengalami perbaikan setelah Pilpres.
''Investasi kelihatannya akan mengalami perbaikan setelah selesai Pilpres, dengan melihat pengalaman Pilpres dalam tiga periode terakhir, selalu ada boom investasi usai Pilpres yang selalu berjalan damai,'' kata Lucky.
Bahana Sekuritas meyakini, IHSG akan berada pada kisaran 6.800 sepanjang tahun ini, dengan perkiraan price to earning ratio (P/E) sebesar 15,5x, naik dibanding P/E saat ini sekitar 14.9x.
Selain sentimen politik, pasca-Pilpres investor kembali diteror oleh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang masih berlangsung. Negosiasi juga terancam gagal setelah Presiden AS Donal Trump berulah di Twitter.
![]() |
Dalam cuitannya, Trump mengungkapkan bahwa AS tetap akan menaikkan bea masuk bagi importasi produk-produk made in China. Selain itu, produk yang belum dikenakan bea masuk juga akan disasar.
Kepala Riset PT Koneksi Kapital Alfred Nainggolan melontarkan hal pendapat yang berbeda. Menurut dia, dinamika politik jelang perhitungan real count KPU tidak begitu berpengaruh. "Menurut kami pasar sudah mengunci ekspektasi pemenang Pilpres dari hasil quick count," kata Alfred.
Alfred menambahkan, dalam sepekan terakhir rilis data makro ekonomi dari dalam dan luar negeri sangat kuat mempengaruhi ekspektasi pasar.
Menurut dia, ada tiga poin yang menjadi perhatian investor. Pertama, angka pertumbuhan ekonomi AS dan angka pengangguran yang mengejutkan. Kondisi ini memupuskan peluang penurunan suku bunga acuan The Fed (Fed Funds Rate) yang sempat didengungkan di awal tahun.
Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya 5,07% pada kuartal I-2019 dibandingkan 5,18% pada kuartal IV-2018 di bawah ekspektasi pelaku pasar. Sementara target pemerintah 5,3% menjadi semakin berat.
Ketiga, eskalasi perang dagang memupuskan harapan tuntasnya masalah ini. Padahal, pasar sadah berharap masalah ini akan selesai awal Mei ini. "Perubahan ini yg membuat pasar jadi pasif bahkan cenderung defensif dan cenderung memperbesar posisi kas," kata Alfred.
Ke mana arah rupiah pasca-Pilpres?
[Gambas:Video CNBC]
(hps/tas) Next Article Menguji Jokowi Effect Lagi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular