The Fed, Rupiah, dan Inflasi Bebani Harga Obligasi

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
02 May 2019 20:29
Pasar obligasi terkoreksi kembali hari ini, seiring dengan nilai tukar rupiah yang belum berhasil menguat sejak 19 April.
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi terkoreksi kembali hari ini, seiring dengan nilai tukar rupiah yang belum berhasil menguat sejak 19 April. 

Koreksi di pasar obligasi juga terjadi ketika pasar keuangan global bereaksi terhadap nada hawkish (agresif) The Fed semalam yang menunjukkan optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi AS dan inflasi di negara adidaya tersebut. 

Selain itu, laju inflasi domestik yang di atas prediksi turut membuat pasar obligasi dan pasar saham berkontraksi. 

Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.



Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).  

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. 

Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. 

Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun. 

Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 6,4 basis poin (bps) menjadi 7,35%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

  
Yield Obligasi Negara Acuan 2 Mei'19
SeriJatuh tempoYield 30 Apr'19 (%)Yield 2 Mei'19 (%)Selisih (basis poin)Yield wajar IBPA 30 Apr'19
FR00775 tahun7.2877.3516.407.3556
FR007810 tahun7.87.8535.307.8462
FR006815 tahun8.2338.2915.808.2653
FR007920 tahun8.3598.3670.808.3834
Avg movement4.58
Sumber: Refinitiv  

Koreksi harga surat utang rupiah pemerintah terjadi sejak 22 April, dan menjadi hari kedelapan koreksi berturut-turut serta masih menyamai rekor koreksi terpanjang tahun ini yang pernah terjadi pada akhir Februari. 

Meskipun hari ini pasar obligasi terkoreksi sejak pekan pilpres, Ezra Nazula, Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia menilai pemilu yang berlangsung kondusif akan suportif bagi pasar obligasi.  

"Hilangnya ketidakpastian politik dapat mendorong dana masuk, baik dari investor domestik maupun global. Sejauh ini, target tingkat yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun masih berada di kisaran 7,0%-7,5%. Target ini masih bisa direvisi turun jika BI melakukan pemangkasan suku bunga," ujar Ezra dalam rilis. 


Dia memprediksi masih adanya potensi penurunan suku bunga dapat membuat yield SUN seri pendek dan panjang dapat menguat juga. 

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 962,57 triliun SBN, atau 38,44% dari total beredar Rp 2.504 triliun berdasarkan data per 29 April.  

Angka kepemilikannya masih positif Rp 69,32 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.

  
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
NegaraYield 29 Apr'19 (%)Yield 30 Apr'19 (%)Selisih (basis poin)
Brasil9.0058.965-4.00
China3.433.416-1.40
Jerman0.0140.013-0.10
Perancis0.3650.3670.20
Inggris1.1511.1691.80
India7.4157.391-2.40
Jepang-0.044-0.0350.90
Malaysia3.7973.8030.60
Filipina5.9375.843-9.40
Rusia8.128.11-1.00
Singapura2.1732.235.70
Thailand2.4152.497.50
Amerika Serikat2.5112.5251.40
Afrika Selatan8.5358.5653.00
Sumber: Refinitiv   

TIM RISET CNBC INDONESIA 
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular