
Taksi Express Rugi Rp 836 M, Direksi Dapat Remunerasi Rp 6 M
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
29 April 2019 21:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Rugi bersih atribusi induk PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) meroket 70,21% menjadi Rp 836,4 miliar sepanjang 2018.
Meskipun masih merugi, direksi perseroan masih mendapatkan remunerasi Rp 6,18 miliar. Dalam laporan tahunan perseroan hari ini (29/4/19), dengan asumsi pemberian remunerasi sama besar setiap empat anggota direksi, maka direksi emiten milik Grup Rajawali tersebut akan menerima Rp 128,75 juta per bulan.
Remunerasi direksi adalah kompensasi yang diterima oleh direksi sebagai imbalan dari jasa yang telah dikerjakannya.
Biasanya bentuk remunerasi diasosiasikan dengan penghargaan dalam bentuk uang (monetary rewards), atau dapat diartikan juga sebagai upah atau gaji.
Dalam laporan keuangan TAXI ditunjukkan komisaris tidak menerima remunerasi untuk tahun buku 2018.
Meskipun diwajibkan oleh Peraturan OJK No.34/POJK04/2014 tentang Komite Nominasi dan Remunerasi Emiten dan Perusahaan Publik, perseroan tidak memiliki komite khusus untuk menangani tersebut dan menyerahkan kewenangannya pada komisaris perseroan.
Dalam laporan tahunan perseroan, emiten milik Grup Rajawali tersebut menunjukkan laba bersih yang membengkak tersebut disebabkan oleh turunnya pendapatan sebesar 20,69% menjadi Rp 241,7 miliar dari tahun sebelumnya Rp 304,7 miliar.
Pendapatan yang turun tersebut juga ditunjukkan semakin tidak mampu menopang beban pokok pendapatan yang besarannya padahal turun tipis menjadi Rp 433,24 miliar dari Rp 483,1 miliar, karena memang besarannya sudah jauh di atas pendapatan perseroan.
Karena minimnya pendapatan dan besaran beban pokok pendapatan yang tidak imbang, maka perseroan membukukan rugi kotor Rp 191,57 miliar, naik tipis 4,47% dari Rp 183,4 miliar pada 2017.
Rugi kotor tersebut belum memperhitungkan beban umum dan administrasi yang besarannya mencapai Rp 109,38 miliar yang meskipun sudah turun dari Rp 204,35 miliar pada 2017 tetapi masih tetap membuat rugi usahanya kembali membesar daripada rugi kotornya yaitu Rp 300,96 miliar.
Kondisi keuangan yang negatif tersebut juga harus menerima besarnya beban lain-lain, terutama penurunan aset Rp 321,1 miliar, beban bunga Rp 153,66 miliar, dan beban penurunan goodwill Rp 93 miliar.
Alhasil, ditambah dengan beban non operasional tadi, maka perseroan sudah menderita rugi bersih tahun berjalan Rp 836,82 miliar pada 2018, dan akhirnya menjadi rugi bersih atribusi induk Rp 836,4 miliar.
Meskipun rugi bersih atribusi induknya masih negatif, korporasi yang mengoperasikan taksi putih-kuning yang sedang dililit masalah utang dan obligasi tersebut sudah melakukan efisiensi di beberapa pos akuntansi.
Beberapa di antaranya secara berurutan adalah beban pokok pendapatan yang turun 10,35% menjadi Rp 433 miliar, beban umum dan administrasi 46,47%, dan beban bunga 18,18% menjadi Rp 153 miliar, meskipun efisiensi itu semua belum banyak membantu kinerja operator taksi Express tersebut.
Obligasi I/2014 perseroan mengalami gagal bayar bunga ke-16 sejak 25 Juni 2018 dan sejak saat itu otoritas PT Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara perdagangan saham perseroan di pasar hingga sekarang.
Pada Desember 2018, perseroan mendapatkan persetujuan dakri pemegang obligasi untuk melakukan restrukturisasi, termasuk penghentian pembayaran denda dan bunga obligasi serta penerbitan obligasi konversi, yang harus mendapatkan persetujuan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB).
Perseroan sudah mengundang pemegang saham dalam dua kali agenda RUPSLB, tetapi tidak kuorum.
Meskipun demikian, hingga laporan tahunan perseroan terbit, perseroan belum melaksanakan RUPO ketiga karena belum mendapatkan surat keputusan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sejak 25 Juni, saham perseroan disuspensi dan saat ini masih berada pada posisi yang sama yaitu Rp 90 per saham dan membentuk kapitalisasi pasarnya Rp 193,1 miliar.
Pada 2018, saham perseroan sempat terbang hingga menyentuh Rp 264 dalam perdagangan harian 22 Maret, tetapi akhirnya turun terus hingga disuspensi di angka Rp 90 tadi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Tekan Beban, Rugi Taksi Express Berkurang Jadi Rp 276 M
Meskipun masih merugi, direksi perseroan masih mendapatkan remunerasi Rp 6,18 miliar. Dalam laporan tahunan perseroan hari ini (29/4/19), dengan asumsi pemberian remunerasi sama besar setiap empat anggota direksi, maka direksi emiten milik Grup Rajawali tersebut akan menerima Rp 128,75 juta per bulan.
Remunerasi direksi adalah kompensasi yang diterima oleh direksi sebagai imbalan dari jasa yang telah dikerjakannya.
Dalam laporan keuangan TAXI ditunjukkan komisaris tidak menerima remunerasi untuk tahun buku 2018.
Meskipun diwajibkan oleh Peraturan OJK No.34/POJK04/2014 tentang Komite Nominasi dan Remunerasi Emiten dan Perusahaan Publik, perseroan tidak memiliki komite khusus untuk menangani tersebut dan menyerahkan kewenangannya pada komisaris perseroan.
Dalam laporan tahunan perseroan, emiten milik Grup Rajawali tersebut menunjukkan laba bersih yang membengkak tersebut disebabkan oleh turunnya pendapatan sebesar 20,69% menjadi Rp 241,7 miliar dari tahun sebelumnya Rp 304,7 miliar.
Pendapatan yang turun tersebut juga ditunjukkan semakin tidak mampu menopang beban pokok pendapatan yang besarannya padahal turun tipis menjadi Rp 433,24 miliar dari Rp 483,1 miliar, karena memang besarannya sudah jauh di atas pendapatan perseroan.
Karena minimnya pendapatan dan besaran beban pokok pendapatan yang tidak imbang, maka perseroan membukukan rugi kotor Rp 191,57 miliar, naik tipis 4,47% dari Rp 183,4 miliar pada 2017.
Rugi kotor tersebut belum memperhitungkan beban umum dan administrasi yang besarannya mencapai Rp 109,38 miliar yang meskipun sudah turun dari Rp 204,35 miliar pada 2017 tetapi masih tetap membuat rugi usahanya kembali membesar daripada rugi kotornya yaitu Rp 300,96 miliar.
Kondisi keuangan yang negatif tersebut juga harus menerima besarnya beban lain-lain, terutama penurunan aset Rp 321,1 miliar, beban bunga Rp 153,66 miliar, dan beban penurunan goodwill Rp 93 miliar.
Alhasil, ditambah dengan beban non operasional tadi, maka perseroan sudah menderita rugi bersih tahun berjalan Rp 836,82 miliar pada 2018, dan akhirnya menjadi rugi bersih atribusi induk Rp 836,4 miliar.
Meskipun rugi bersih atribusi induknya masih negatif, korporasi yang mengoperasikan taksi putih-kuning yang sedang dililit masalah utang dan obligasi tersebut sudah melakukan efisiensi di beberapa pos akuntansi.
Beberapa di antaranya secara berurutan adalah beban pokok pendapatan yang turun 10,35% menjadi Rp 433 miliar, beban umum dan administrasi 46,47%, dan beban bunga 18,18% menjadi Rp 153 miliar, meskipun efisiensi itu semua belum banyak membantu kinerja operator taksi Express tersebut.
Obligasi I/2014 perseroan mengalami gagal bayar bunga ke-16 sejak 25 Juni 2018 dan sejak saat itu otoritas PT Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara perdagangan saham perseroan di pasar hingga sekarang.
Pada Desember 2018, perseroan mendapatkan persetujuan dakri pemegang obligasi untuk melakukan restrukturisasi, termasuk penghentian pembayaran denda dan bunga obligasi serta penerbitan obligasi konversi, yang harus mendapatkan persetujuan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB).
Perseroan sudah mengundang pemegang saham dalam dua kali agenda RUPSLB, tetapi tidak kuorum.
Meskipun demikian, hingga laporan tahunan perseroan terbit, perseroan belum melaksanakan RUPO ketiga karena belum mendapatkan surat keputusan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sejak 25 Juni, saham perseroan disuspensi dan saat ini masih berada pada posisi yang sama yaitu Rp 90 per saham dan membentuk kapitalisasi pasarnya Rp 193,1 miliar.
Pada 2018, saham perseroan sempat terbang hingga menyentuh Rp 264 dalam perdagangan harian 22 Maret, tetapi akhirnya turun terus hingga disuspensi di angka Rp 90 tadi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Tekan Beban, Rugi Taksi Express Berkurang Jadi Rp 276 M
Most Popular