Wah! Ada yang Aneh dari Laba Garuda pada 2018
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
24 April 2019 18:14

Lalu siapakah Mahata yang sedemikian kerennya menyediakan teknologi wifi onboard pertama dalam sejarah penerbangan Indonesia, sehingga bersanding dengan klien kelas internasional Garuda seperti Boeing, Airbus, ATR, CMF International Inc, Rolls Royce, hingga General Electric (GE)?
Mahata didirikan oleh M. Fitriansyah (Temi) yang juga merupakan Ketua Dewan Kehormatan Himpunan Pengusaha Muda Indonesi (HIPMI) Bangka Belitung (Babel). Namun harap dicatat, MAT hanyalah pemegang kontrak pengadaan wifi onboard. Dia tak memiliki teknologi yang dimaksud.
Karenanya, dia menggandeng pihak ketiga seperti Inmarsat Aviation (satellite communication), Lufthansa Technik (hardware, engineering, installation design and certification), dan Lufthansa System (software platform and integration).
Tim Riset CNBC Indonesia berusaha mengakses situs resmi perseroan yakni https://www.mahataaerotech.com/. Namun yang mengejutkan, situs tersebut statusnya telah dijual. Apakah benar perusahaan yang demikian ini sudah menyetor US$239,94 juta alias Rp 2,98 triliun secara tunai? Ternyata tidak.
Mahata hanya "menyetor" senilai US$6,8 juta. Sisanya sebesar US$233,13 juta dicatatkan sebagai “piutang lain-lain”. Inilah yang membuat total piutang lain-lain Garuda pada tahun lalu melesat 553,14% menjadi US$280,81 miliar, dari tahun 2017 yang hanya US$42,99 juta.
Dus, total aset emiten berkode GIAA naik menjadi US$4,37 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya US$3,76 miliar. Namun, ya itu tadi. Kenaikannya karena dipicu piutang terhadap Mahata, yang sudah diakui sebagai pendapatan.
Sesuai ketentuan PSAK 23 mengenai pendapatan, transaksi jasa hanya bisa dicatatkan sebagai pendapatan pada tanggal terjadinya perjanjian transaksi jika tingkat penyelesaian bisa diukur dengan handal. Pertanyaannya: apakah Mahata adalah perusahaan handal?
Dan yang wajib diperhatikan, perjanjian Garuda dan Mahata bisa dievaluasi setiap dua bulan sekali. Jika ternyata dinilai tidak menguntungkan, atau Mahata tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka Garuda berhak mengakhiri perjanjian.
Sesuai PSAK 23, jika muncul ketidakpastian mengenai kolektibilitas jumlah yang telah diakui sebagai pendapatan itu, atau jumlah yang tidak tertagih, maka perseroan dalam hal ini Garuda nantinya harus mengakui transaksi triliunan rupiah itu sebagai beban.
Jika ini terjadi, maka publik akan melihat bahwa laba bersih kinclong di tahuntersebut akan berakhir sebagai beban triliunan rupiah nantinya. Mengamankan 2018, tetapi bisa menjadi bumerang pada tahun-tahun selanjutnya. Pada akhirnya, investor (publik) juga yang dirugikan. Karenanya, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) harus turun-tangan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
![]() |
Karenanya, dia menggandeng pihak ketiga seperti Inmarsat Aviation (satellite communication), Lufthansa Technik (hardware, engineering, installation design and certification), dan Lufthansa System (software platform and integration).
Tim Riset CNBC Indonesia berusaha mengakses situs resmi perseroan yakni https://www.mahataaerotech.com/. Namun yang mengejutkan, situs tersebut statusnya telah dijual. Apakah benar perusahaan yang demikian ini sudah menyetor US$239,94 juta alias Rp 2,98 triliun secara tunai? Ternyata tidak.
Dus, total aset emiten berkode GIAA naik menjadi US$4,37 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya US$3,76 miliar. Namun, ya itu tadi. Kenaikannya karena dipicu piutang terhadap Mahata, yang sudah diakui sebagai pendapatan.
Sesuai ketentuan PSAK 23 mengenai pendapatan, transaksi jasa hanya bisa dicatatkan sebagai pendapatan pada tanggal terjadinya perjanjian transaksi jika tingkat penyelesaian bisa diukur dengan handal. Pertanyaannya: apakah Mahata adalah perusahaan handal?
![]() |
Sesuai PSAK 23, jika muncul ketidakpastian mengenai kolektibilitas jumlah yang telah diakui sebagai pendapatan itu, atau jumlah yang tidak tertagih, maka perseroan dalam hal ini Garuda nantinya harus mengakui transaksi triliunan rupiah itu sebagai beban.
Jika ini terjadi, maka publik akan melihat bahwa laba bersih kinclong di tahuntersebut akan berakhir sebagai beban triliunan rupiah nantinya. Mengamankan 2018, tetapi bisa menjadi bumerang pada tahun-tahun selanjutnya. Pada akhirnya, investor (publik) juga yang dirugikan. Karenanya, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) harus turun-tangan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular