
Bursa Regional Melemah, Bagaimana Ceritanya IHSG Bisa Hijau?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 April 2019 09:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan dibuka menguat 0,09% ke level 6.440,72 pada perdagangan Selasa ini (16/4/2019). Pada pukul 9:28 WIB, IHSG memperlebar penguatannya menjadi 0,14% ke level 6.443,87.
IHSG menghijau kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan di zona merah. Indeks Shanghai turun 0,65%, indeks Hang Seng juga turun 0,36%, dan indeks Kospi terkoreksi 0,2%.
Kekhawatiran terkait dengan perlambatan ekonomi China masih membuat saham-saham di Benua Kuning dilego investor. Besok (17/4/2019), angka pertumbuhan ekonomi China periode kuartal-I 2019 akan dirilis.
Melansir Bloomberg, perekonomian China diperkirakan tumbuh sebesar 6,3% (annualized). Jika ini benar yang terjadi, maka pertumbuhan ekonomi China akan berada di kisaran tengah dari rentang yang ditetapkan pemerintahnya yakni 6%-6,5%.
Sebagai informasi, pemerintah China belum lama ini resmi memangkas target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 menjadi 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%. Pada tahun 2018, perekonomian China tumbuh hingga 6,6%.
Jika yang tercapai adalah pertumbuhan ekonomi di batas bawah, maka perekonomian China dapat dikatakan mengalami hard landing.
Di China sendiri, sebetulnya ada rilis data ekonomi yang oke. Pada hari ini, rata-rata harga rumah baru periode Maret 2019 diumumkan tumbuh sebesar 10,6% YoY, naik dari pertumbuhan bulan Februari yang sebesar 10,4% YoY.
Hal ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat China sedang berada dalam posisi yang relatif kuat.
Namun, pelaku pasar tetap memilih bermain aman sembari menantikan rilis angka pertumbuhan ekonomi China esok hari.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Faktor domestik membuat IHSG mampu menghijau di tengah aksi jual yang menerpa bursa saham Benua Kuning.
Kemarin (15/4/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor periode Maret 2019 jatuh sebesar 10,01% secara tahunan, lebih baik ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi hingga 10,75%. Sementara itu, impor jatuh sebesar 6,76% YoY, lebih dalam dari konsensus yakni kontraksi sebesar 4,15%.
Alhasil, neraca dagang Indonesia membukukan surplus senilai US$ 540 juta, lebih baik ketimbang konsensus yang memproyeksikan defisit senilai US$ 217 juta.
Dengan neraca dagang yang kembali membukukan surplus, ada harapan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menipis. Pada bulan Februari, surplus neraca dagang adalah senilai US$ 330 juta.
Sebagai informasi, sepanjang kuartal-IV 2018, CAD Indonesia tercatat senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sejak kuartal-II 2014.
Kala CAD membaik, tentu rupiah menjadi memiliki energi untuk menguat melawan dolar AS. Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan memang merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa).
Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,07% di pasar spot ke level Rp 14.065/dolar AS. Namun, pelemahan rupiah pada hari ini terbilang wajar. Pasalnya, rupiah sudah menguat dalam 3 hari perdagangan terakhir.
Ke depan, dengan potensi menipisnya CAD, tentu rupiah akan memiliki pijakan yang kuat untuk memukul mundur dolar AS.
Seiring dengan ekspektasi tersebut, aksi beli di bursa saham tanah air dilakukan investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Investor Borong Obligasi AS, IHSG Masih Kuat Naik Sesi 2
IHSG menghijau kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan di zona merah. Indeks Shanghai turun 0,65%, indeks Hang Seng juga turun 0,36%, dan indeks Kospi terkoreksi 0,2%.
Kekhawatiran terkait dengan perlambatan ekonomi China masih membuat saham-saham di Benua Kuning dilego investor. Besok (17/4/2019), angka pertumbuhan ekonomi China periode kuartal-I 2019 akan dirilis.
Sebagai informasi, pemerintah China belum lama ini resmi memangkas target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 menjadi 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%. Pada tahun 2018, perekonomian China tumbuh hingga 6,6%.
Jika yang tercapai adalah pertumbuhan ekonomi di batas bawah, maka perekonomian China dapat dikatakan mengalami hard landing.
Di China sendiri, sebetulnya ada rilis data ekonomi yang oke. Pada hari ini, rata-rata harga rumah baru periode Maret 2019 diumumkan tumbuh sebesar 10,6% YoY, naik dari pertumbuhan bulan Februari yang sebesar 10,4% YoY.
Hal ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat China sedang berada dalam posisi yang relatif kuat.
Namun, pelaku pasar tetap memilih bermain aman sembari menantikan rilis angka pertumbuhan ekonomi China esok hari.
LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Faktor domestik membuat IHSG mampu menghijau di tengah aksi jual yang menerpa bursa saham Benua Kuning.
Kemarin (15/4/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor periode Maret 2019 jatuh sebesar 10,01% secara tahunan, lebih baik ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan kontraksi hingga 10,75%. Sementara itu, impor jatuh sebesar 6,76% YoY, lebih dalam dari konsensus yakni kontraksi sebesar 4,15%.
Alhasil, neraca dagang Indonesia membukukan surplus senilai US$ 540 juta, lebih baik ketimbang konsensus yang memproyeksikan defisit senilai US$ 217 juta.
Dengan neraca dagang yang kembali membukukan surplus, ada harapan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menipis. Pada bulan Februari, surplus neraca dagang adalah senilai US$ 330 juta.
Sebagai informasi, sepanjang kuartal-IV 2018, CAD Indonesia tercatat senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sejak kuartal-II 2014.
Kala CAD membaik, tentu rupiah menjadi memiliki energi untuk menguat melawan dolar AS. Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan memang merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa).
Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,07% di pasar spot ke level Rp 14.065/dolar AS. Namun, pelemahan rupiah pada hari ini terbilang wajar. Pasalnya, rupiah sudah menguat dalam 3 hari perdagangan terakhir.
Ke depan, dengan potensi menipisnya CAD, tentu rupiah akan memiliki pijakan yang kuat untuk memukul mundur dolar AS.
Seiring dengan ekspektasi tersebut, aksi beli di bursa saham tanah air dilakukan investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Investor Borong Obligasi AS, IHSG Masih Kuat Naik Sesi 2
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular