
Rupiah Kini Melemah, Gara-gara Besok Pemilu?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 April 2019 09:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sudah resmi melemah. Padahal cukup banyak sentimen positif yang bisa menjadi modal bagi penguatan rupiah, tetapi belum bisa dimanfaatkan.
Pada Selasa (16/4/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.055. Tidak berubah dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya alias stagnan.
Seiring perjalanan pasar, akhirnya rupiah jatuh ke zona merah. Pada pukul 09:21 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.065 di mana rupiah melemah 0,07%.
Dari sisi eksternal, sebenarnya ada ruang yang bisa dimanfaatkan oleh rupiah agar bisa menyeberang ke zona hijau. Pertama, data ekonomi China kembali positif yang menunjukkan geliat permintaan di Negeri Tirai Bambu.
Pada Maret, rata-rata harga rumah baru di China naik 10,6% year-on-year (YoY). Kenaikan ini merupakan yang tertinggi sejak April 2017.
Properti adalah satu sektor penting yang bisa mempengaruhi bidang usaha lainnya, Industri manufaktur sampai perbankan akan bergerak maju saat properti tumbuh.
China adalah perekonomian nomor 2 dunia dan terbesar di Asia. Ketika ekonomi China membaik, maka permintaan terhadap produk-produk luar negeri tentu akan meningkat, termasuk dari Indonesia. Ekspor Indonesia akan membaik, pasokan valas meningkat, dan rupiah pun berpotensi menguat.
Kedua, perkembangan harga minyak juga semestinya positif buat rupiah. Pada pukul 09:10 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet turun masing-masing 0,37% dan 0,22%.
Indonesia adalah negara net importir minyak, yang suka tidak suka harus mengimpor karena produksi dalam negeri belum mencukupi. Saat harga minyak turun, maka kebutuhan valas untuk impor pun bisa dihemat. Tidak banyak devisa yang 'terbakar' untuk impor minyak membuat rupiah seharusnya bisa lebih kuat.
Namun mengapa rupiah tidak bisa memanfaatkan sentimen-sentimen tersebut?
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Setidaknya juga ada dua alasan. Pertama, dolar AS sepertinya sudah tidak galau lagi. Pada pukul 09:14 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) sudah menguat 0,05%. Padahal sampai beberapa saat lalu indeks ini masih terkoreksi.
Mungkin investor merasa pelemahan dolar AS sudah cukup dalam. Selama 2 hari terakhir, Dollar Index melemah 0,24%. Koreksi ini membuat dolar AS sudah lumayan murah sehingga mendorong aksi beli.
Dolar AS yang mulai mantap menguat memakan korban di Asia. Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia pun terdepresiasi.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:31 WIB:
Kedua, ada kemungkinan investor (terutama asing) agak ragu-ragu masuk ke pasar keuangan Indonesia. Maklum, besok Indonesia akan menggelar Pemilu untuk memilih wakil rakyat di Senayan dan Presiden-Wakil Presiden.
Hasil Pemilu esok hari akan menentukan nasib Indonesia selama 5 tahun ke depan. Siapa yang akan menjadi kepala negara, apakah masih Joko Widodo (Jokowi) atau Prabowo Subianto? Bagaimana komposisi partai di legislatif? Bagaimana peta politik di Senayan?
Oleh karena itu, pelaku pasar tentu memilih bersikap hati-hati sembari menunggu secercah kejelasan hasil Pemilu. Ini terlihat dari aksi jual bersih sebesar Rp 64,46 miliar oleh investor asing sampai pukul 09:23 WIB.
Minimnya arus modal asing membuat rupiah kekurangan modal untuk menguat. Hasilnya adalah rupiah yang sempat stagnan akhirnya terpeleset ke zona merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article H-1 Pemilu, Rupiah Sepertinya Masih Bisa Melaju
Pada Selasa (16/4/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.055. Tidak berubah dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya alias stagnan.
Seiring perjalanan pasar, akhirnya rupiah jatuh ke zona merah. Pada pukul 09:21 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.065 di mana rupiah melemah 0,07%.
Pada Maret, rata-rata harga rumah baru di China naik 10,6% year-on-year (YoY). Kenaikan ini merupakan yang tertinggi sejak April 2017.
Properti adalah satu sektor penting yang bisa mempengaruhi bidang usaha lainnya, Industri manufaktur sampai perbankan akan bergerak maju saat properti tumbuh.
China adalah perekonomian nomor 2 dunia dan terbesar di Asia. Ketika ekonomi China membaik, maka permintaan terhadap produk-produk luar negeri tentu akan meningkat, termasuk dari Indonesia. Ekspor Indonesia akan membaik, pasokan valas meningkat, dan rupiah pun berpotensi menguat.
Kedua, perkembangan harga minyak juga semestinya positif buat rupiah. Pada pukul 09:10 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet turun masing-masing 0,37% dan 0,22%.
Indonesia adalah negara net importir minyak, yang suka tidak suka harus mengimpor karena produksi dalam negeri belum mencukupi. Saat harga minyak turun, maka kebutuhan valas untuk impor pun bisa dihemat. Tidak banyak devisa yang 'terbakar' untuk impor minyak membuat rupiah seharusnya bisa lebih kuat.
Namun mengapa rupiah tidak bisa memanfaatkan sentimen-sentimen tersebut?
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Setidaknya juga ada dua alasan. Pertama, dolar AS sepertinya sudah tidak galau lagi. Pada pukul 09:14 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) sudah menguat 0,05%. Padahal sampai beberapa saat lalu indeks ini masih terkoreksi.
Mungkin investor merasa pelemahan dolar AS sudah cukup dalam. Selama 2 hari terakhir, Dollar Index melemah 0,24%. Koreksi ini membuat dolar AS sudah lumayan murah sehingga mendorong aksi beli.
Dolar AS yang mulai mantap menguat memakan korban di Asia. Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia pun terdepresiasi.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:31 WIB:
Kedua, ada kemungkinan investor (terutama asing) agak ragu-ragu masuk ke pasar keuangan Indonesia. Maklum, besok Indonesia akan menggelar Pemilu untuk memilih wakil rakyat di Senayan dan Presiden-Wakil Presiden.
Hasil Pemilu esok hari akan menentukan nasib Indonesia selama 5 tahun ke depan. Siapa yang akan menjadi kepala negara, apakah masih Joko Widodo (Jokowi) atau Prabowo Subianto? Bagaimana komposisi partai di legislatif? Bagaimana peta politik di Senayan?
Oleh karena itu, pelaku pasar tentu memilih bersikap hati-hati sembari menunggu secercah kejelasan hasil Pemilu. Ini terlihat dari aksi jual bersih sebesar Rp 64,46 miliar oleh investor asing sampai pukul 09:23 WIB.
Minimnya arus modal asing membuat rupiah kekurangan modal untuk menguat. Hasilnya adalah rupiah yang sempat stagnan akhirnya terpeleset ke zona merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article H-1 Pemilu, Rupiah Sepertinya Masih Bisa Melaju
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular