Besok Coblosan, Rupiah Mulai Tertahan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 April 2019 08:34
Besok Coblosan, Rupiah Mulai Tertahan
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini dibuka stagnan di perdagangan pasar spot. Di satu sisi rupiah masih mampu memanfaatkan tekanan yang dialami dolar AS, tetapi di sisi lain rupiah terbeban karena pasar cenderung wait and see jelang Pemilu esok hari. 

Pada Selasa (16/4/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.055 kala pembukaan pasar spot. Tidak berubah dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kemarin, rupiah berhasil menguat 0,25% terhadap dolar AS. Penguatan kemarin membuat rupiah terapresiasi selama 3 hari beruntun. Dalam periode tersebut, penguatan rupiah adalah 0,64%. 

Oleh karena itu, ada kemungkinan ruang penguatan rupiah semakin terbatas. Justru rupiah menjadi rentan terserang ambil untung (profit taking) karena penguatannya sudah lumayan tajam. 

 


Pagi ini, mata uang Asia masih bergerak variatif di hadapan dolar AS. Mata uang yang menguat ada dolar Hong Kong, yen Jepang, dolar Singapura, dan dolar Taiwan. Sementara yang melemah adalah yuan China, rupee India, won Korea Selatan, ringgit Malaysia, peso Filipina, dan baht Thailand. Hanya rupiah yang masih stagnan, belum menentukan pilihan. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:16 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Mata uang Asia, termasuk rupiah, masih galau menentukan arah. Sebab dolar AS juga masih galau, belum menunjukkan arah yang pasti. 

Pada pukul 08:18 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah tipis 0,02%. Pelemahan ini bisa berbalik menjadi penguatan kapan saja, karena ada sentimen positif yang melingkupi mata uang Negeri Paman Sam. 

New York Empire State Manufacturing Index tercatat 10,1 pada April, jauh melampaui bulan sebelumnya yaitu 3,7. Data ini menandakan kebangkitan aktivitas manufaktur di Negeri Paman Sam. Artinya walau  ekonomi mungkin melambat, tetapi masih ada geliat.

Ini tentu membuat laju inflasi tidak terlalu lambat, sehingga The Federal Reserve/The Fed masih harus berpikir ulang untuk menurunkan suku bunga acuan. Sekarang kalau bicara suku bunga bukan lagi naik atau tidak naik, tapi turun atau tidak turun. Sebab kemungkinan untuk turun lebih besar ketimbang naik. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas suku bunga acuan AS bertahan di 2,25-2,5% pada akhir 2019 adalah 60,4%. Sementara kemungkinan untuk turun menjadi 2-2,25% adalah 32,5%. 

Berapa besar peluang Federal Funds Rate untuk naik? Nol persen. 

Jadi sekarang suku bunga tidak naik saja sudah harus disyukuri oleh dolar AS, sehingga menjadi sentimen positif. Oleh karena itu, rilis data NY Empire State Manufacturing Index perlu diwaspada oleh rupiah karena bisa menjadi peluit yang membangunkan dolar AS. 

Namun sampai saat ini dolar AS belum bisa memanfaatkan peluang dari sentimen positif tersebut. Jadilah dolar AS galau, dan kegalauan itu menular ke Asia. Untung rupiah belum sampai melemah seperti beberapa tetangganya. 

Akan tetapi, ada sentimen domestik yang sepertinya akan mewarnai gerak rupiah hari ini. Besok, Indonesia akan menggelar Pemilu untuk menentukan para wakil rakyat di Senayan dan Presiden-Wakil Presiden. 

Ini adalah momentum yang sangat menentukan arah Indonesia ke depan. Oleh karena itu, kemungkinan investor masih cenderung wait and see sampai ada secercah kepastian soal siapa pemimpin Indonesia ke depan. Masih Joko Widodo (Jokowi), atau akan ada presiden baru? 


Ketidakpastian adalah musuh terbesar pelaku pasar. Jadi sembari menunggu kepastian soal Pemilu, tampaknya investor memilih enggan agresif dulu. Hasilnya adalah rupiah yang menguat tidak, melemah juga tidak.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular