
Jika Aturan Diskriminasi Sawit Berlaku, RI Seret UE ke WTO!
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
12 April 2019 18:33

Jakarta, CNBC Indonesia - CPOPC (Council of Palm Oil Producing Countries) telah menuntaskan pertemuan dengan Uni Eropa (UE) di Brussels, Belgia, 8-9 April 2019. Pertemuan itu membahas RED II Delegated ACT yang rencananya berlaku mulai 12 Mei 2019.
"Keputusan atau kesepakatan kita secara intern kalau sampai RED II Delegated ACT ini diberlakukan pada 12 Mei pukul 00.00, Indonesia akan menempuh jalur litigasi di WTO," ujar Staf Khusus Menteri Luar Negeri RI Peter Gontha dalam keterangan pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (12/4/2019).
"Kami sudah sampaikan di pertemuan itu dan hari ini saya dapat telepon dari duta besar Uni Eropa yang ingin mengonfirmasi. Beliau dipanggil ke Brussels untuk menjelaskan posisi kita," ujar Peter.
Seperti diketahui, di Brussels, delegasi RI, Malaysia, dan Kolombia bertemu beberapa pihak. Mulai dari Komisi Parlemen Eropa dipimpin Wakil Presiden Parlemen Eropa, Dewan Eropa, kelompok perusahaan besar Eropa yang menggunakan minyak kelapa sawit, dan kelompok perusahaan besar Eropa yang berinvestasi di Indonesia.
Menurut Peter, posisi Indonesia sudah sangat terang. Petani kelapa sawit Indonesia yang akan terkena dampak kebijakan itu lebih besar dari penduduk Belanda sekitar 17 juta jiwa dan Belgia sekitar 11 juta jiwa.
"Jadi kita akan tetap menempuh jalur litigasi kalau mereka mengadopsi aturan tersebut," kata Peter. "Pertarungan itu terjadi di Brussels dan terus terang saja kita tidak ingin lagi diatur. Kedaulatan kita harga mati, neoimperialisme, dan kolonialisme sampai terjadi lagi," lanjutnya.
Mantan duta besar RI untuk Polandia itu menambahkan, poin pertama SDG's, yaitu pengentasan kemiskinan. Apabila aturan diskriminasi sawit tetap diberlakukan, maka Parlemen Eropa tak sejalan dengan konstitusi mereka sendiri yang menggarisbawahi pengentasan kemiskinan.
"Janganlah mereka main-main dengan kita yang akan menjadi ekonomi nomor 4-5 dalam 20 tahun ke depan," ujar Peter.
"Kita saling membutuhkan, tapi kalau ada diskriminasi kita pun bisa melawan. Saya tidak katakan retaliasi, tapi kita bisa melawan apabila mereka menekan negara kita yang sedang membangun," lanjutnya.
Menko Perekonomian RI Darmin Nasution menambahkan, pemerintah akan meninjau hubungan ekonomi dengan UE. Parlemen Eropa pun memahami ada proses perundingan Indonesia-EU CEPA.
"Tidak perlu dijelaskan sekarang tapi kita pasti akan ambil langkah begitu RED II Delegated ACT diadopsi dalam dua bulan," tutur Darmin.
Simak video terkait perkembangan aturan kelapa sawit Uni Eropa di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Lahan Kelapa Sawit RI tak Semua dari Pembalakan Liar!
"Keputusan atau kesepakatan kita secara intern kalau sampai RED II Delegated ACT ini diberlakukan pada 12 Mei pukul 00.00, Indonesia akan menempuh jalur litigasi di WTO," ujar Staf Khusus Menteri Luar Negeri RI Peter Gontha dalam keterangan pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (12/4/2019).
"Kami sudah sampaikan di pertemuan itu dan hari ini saya dapat telepon dari duta besar Uni Eropa yang ingin mengonfirmasi. Beliau dipanggil ke Brussels untuk menjelaskan posisi kita," ujar Peter.
Seperti diketahui, di Brussels, delegasi RI, Malaysia, dan Kolombia bertemu beberapa pihak. Mulai dari Komisi Parlemen Eropa dipimpin Wakil Presiden Parlemen Eropa, Dewan Eropa, kelompok perusahaan besar Eropa yang menggunakan minyak kelapa sawit, dan kelompok perusahaan besar Eropa yang berinvestasi di Indonesia.
Menurut Peter, posisi Indonesia sudah sangat terang. Petani kelapa sawit Indonesia yang akan terkena dampak kebijakan itu lebih besar dari penduduk Belanda sekitar 17 juta jiwa dan Belgia sekitar 11 juta jiwa.
"Jadi kita akan tetap menempuh jalur litigasi kalau mereka mengadopsi aturan tersebut," kata Peter. "Pertarungan itu terjadi di Brussels dan terus terang saja kita tidak ingin lagi diatur. Kedaulatan kita harga mati, neoimperialisme, dan kolonialisme sampai terjadi lagi," lanjutnya.
![]() |
Mantan duta besar RI untuk Polandia itu menambahkan, poin pertama SDG's, yaitu pengentasan kemiskinan. Apabila aturan diskriminasi sawit tetap diberlakukan, maka Parlemen Eropa tak sejalan dengan konstitusi mereka sendiri yang menggarisbawahi pengentasan kemiskinan.
"Janganlah mereka main-main dengan kita yang akan menjadi ekonomi nomor 4-5 dalam 20 tahun ke depan," ujar Peter.
"Kita saling membutuhkan, tapi kalau ada diskriminasi kita pun bisa melawan. Saya tidak katakan retaliasi, tapi kita bisa melawan apabila mereka menekan negara kita yang sedang membangun," lanjutnya.
Menko Perekonomian RI Darmin Nasution menambahkan, pemerintah akan meninjau hubungan ekonomi dengan UE. Parlemen Eropa pun memahami ada proses perundingan Indonesia-EU CEPA.
"Tidak perlu dijelaskan sekarang tapi kita pasti akan ambil langkah begitu RED II Delegated ACT diadopsi dalam dua bulan," tutur Darmin.
Simak video terkait perkembangan aturan kelapa sawit Uni Eropa di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Lahan Kelapa Sawit RI tak Semua dari Pembalakan Liar!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular