Di Depan UE, Menko Darmin Sebut Kebijakan Sawit Diskriminatif

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
12 April 2019 18:01
Joint mission dilakukan di Brussels, Belgia, 8-9 April 2019, dalam rangka langkah-langkah yang dirancang dan dipersiapkan UE terhadap kelapa sawit.
Foto: Menko Perekonomian Darmin Nasution (CNBC Indonesia/Samuel Pablo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution melaporkan perkembangan diplomasi RI, Malaysia, dan Kolombia, terhadap Uni Eropa (UE). Joint mission dilakukan di Brussels, Belgia, 8-9 April 2019, untuk merespons langkah-langkah yang dirancang dan dipersiapkan UE terhadap kelapa sawit.

"Kenapa bertiga? Karena memang berkaitan dengan CPOPC (Council of Palm Oil Producing Countries). Anggota Indonesia, Malaysia, dan Kolombia sebagai observer (pemantau). Joint mission ini untuk mengamankan posisi/perkembangan industri sawit dan juga perkebunan rakyat," ujar Darmin dalam keterangan pers di kantornya, Jumat (12/4/2019).



Mantan gubernur Bank Indonesia itu lantas menceritakan, RI, Malaysia, dan Kolombia bertemu beberapa pihak di Brussels. Mulai dari Komisi Parlemen Eropa dipimpin Wakil Presiden Parlemen Eropa, Dewan Eropa, kelompok perusahaan besar Eropa yang menggunakan minyak kelapa sawit, dan kelompok perusahaan besar Eropa yang berinvestasi di Indonesia.

Dalam pertemuan itu, Darmin menyebut Indonesia menyampaikan sejumlah hal. Intinya, Indonesia menganggap sikap UE diskriminatif, double standard, dan protectionist. Alasannya, ILUC itu tidak memuat juga secara memadai dampak dari kebijakan itu. Bahkan minyak kedelai dari AS disebut low risk tanpa studi memadai.

"Jadi terlihat ini politik karena mereka juga terlibat perang dagang dengan AS karena alumunium mereka kena tarif. Mereka coba tawarkan sesuatu ke AS. Dari diskusi kami terlihat pemahaman mereka dengan fakta yang ada di sini gap-nya besar," ujar Darmin.

Menko Darmin: UE Terima Protes Keras RI Soal Diskriminasi CPOFoto: Pertemuan Dewan Negara Produsen Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) (dok. Humas Kemenko Perekonomian)


Joint mission, menurut dia, juga menindaklanjuti keberatan yang sudah disampaikan Presiden RI Joko Widodo dan PM Malaysia Mahathir Muhammad. Delegasi pun menyerahkan surat dari Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Delegasi juga menunjukkan surat berisi kekecewaan dari Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia.

Lalu, hasilnya bagaimana? 

Menurut Darmin, keputusan mengenai RED II Delegated ACT paling lambat 2 bulan akan diterbitkan. Bahkan tidak menutup kemungkinan keputusan itu melalui silent procedure (prosedur senyap). Artinya, tidak ada pembahasan di parlemen, tapi sesudah dua bulan langsung berlaku alias Mei mendatang.



Wakil Presiden Parlemen Eropa disebut Darmin lebih banyak mendengarkan dan menerima usulan-usulan delegasi. Sejumlah komisi di Parlemen Eropa pun menawarkan agar dibuat satu platform pembahasan bersama. Hasilnya akan digunakan dalam pembahasan di 2021.

"Kami sampaikan boleh-boleh saja, tapi dulu juga anggota Parlemen Eropa sudah berkunjung ke sini, ke perkebunan rakyat. Lalu bedanya apa? Mereka katakan akan menulis proposal tertulis. Kami bilang akan respons dengan tertulis juga. Kurang lebih garis besarnya seperti itu," kata Darmin.

Simak video terkait CPO di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Uni Eropa Diskriminasi CPO RI, Pengusaha: Kita akan Lawan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular