
OJK Bidik WP dan Debitur Kakap untuk Catatkan Saham di BEI
Wahyu Daniel, CNBC Indonesia
06 April 2019 13:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan perbankan untuk membidik perusahaan pembayar pajak atau debitur terbesar yang belum menjadi perusahaan terbuka.
Hal tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Pasar Modal Hoesen dalam rangka meningkatkan supply emiten di Bursa Efek Indonesia.
"OJK akan kerjasama dengan Ditjen Pajak dan OJK untuk dorong pembayar pajak dan debitur besar masuk bursa. Selain itu kita juga akan membidik anak usaha dari emiten-emiten yang sudah tercatat untuk mencatatkan saham di BEI," kata Hoesen di Bandung, Sabtu (06/04/2019).
Namun Hoesen belum bisa memperkirakan seberapa besar potensi perusahaan pembayar pajak dan debitur terbesar tersebut. "Untuk potensinya kami belum bisa menebak-nebak," kata Hoesen.
Pada kesempatan yang sama, Hoesen berujar, OJK juga sedang memikirkan cara agar perusahaan asing bisa mencatatkan saham di BEI. "Namun berdasarkan Undang-undang itu belum bisa," tambahnya.
Wacana serupa sempat diutarakan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan memberikan kewajiban (mandatory) kepada perbankan untuk mengarahkan debitur yang meminjam dalam jumlah besar untuk mencatatkan saham perdana (IPO) sebagai salah satu pilihan dalam menggalang dana.
Selama ini, menurut catatan BEI, baru ada dua perbankan yang aktif untuk mengarahkan nasabah besarnya untuk melakukan aksi korporasi penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mengatakan dua bank tersebut secara sukarela aktif dalam 'menyodorkan' debitur-debiturnya yang memiliki profil sesuai dengan profil kredit dan profil perusahaannya.
"Baru dua itu yang melaksanan, tapi wacana dan sosialisasi jalan terus," kata Hasan di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (16/1).
Menurut dia, hal ini merupakan salah satu bentuk sinergi dengan stakeholder yang ada di pasar modal. "Logikanya semakin besar perusahaan yang mencatatkan saham, menjadi potensi misalnya transaksi lebih diaspek mereka," tambah dia.
Dia menyebutkan, selama ini dua debitur bank tersebut yang melakukan IPO memiliki portofolio kredit dengan nilai mencapai Rp 1 triliun. Biasanya, kata Hasan, kategorisasi profil ini dilakukan terlebih dahulu oleh pihak perbankan dan kemudian dilanjutkan dengan pertemuan dengan bursa dan lembaga intermediary atau perantara lainnya.
"Mudah-mudahan tanpa mandatory tetap akan ada. Kami akan jalani prosesnya, kami datangi satu-satu tapi juga rangkul intermediaries-nya," katanya.
(hps/hps) Next Article 2019, Total Emisi Saham Capai Rp 165,3 Triliun
Hal tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Pasar Modal Hoesen dalam rangka meningkatkan supply emiten di Bursa Efek Indonesia.
"OJK akan kerjasama dengan Ditjen Pajak dan OJK untuk dorong pembayar pajak dan debitur besar masuk bursa. Selain itu kita juga akan membidik anak usaha dari emiten-emiten yang sudah tercatat untuk mencatatkan saham di BEI," kata Hoesen di Bandung, Sabtu (06/04/2019).
Namun Hoesen belum bisa memperkirakan seberapa besar potensi perusahaan pembayar pajak dan debitur terbesar tersebut. "Untuk potensinya kami belum bisa menebak-nebak," kata Hoesen.
Wacana serupa sempat diutarakan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan memberikan kewajiban (mandatory) kepada perbankan untuk mengarahkan debitur yang meminjam dalam jumlah besar untuk mencatatkan saham perdana (IPO) sebagai salah satu pilihan dalam menggalang dana.
Selama ini, menurut catatan BEI, baru ada dua perbankan yang aktif untuk mengarahkan nasabah besarnya untuk melakukan aksi korporasi penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mengatakan dua bank tersebut secara sukarela aktif dalam 'menyodorkan' debitur-debiturnya yang memiliki profil sesuai dengan profil kredit dan profil perusahaannya.
"Baru dua itu yang melaksanan, tapi wacana dan sosialisasi jalan terus," kata Hasan di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (16/1).
Menurut dia, hal ini merupakan salah satu bentuk sinergi dengan stakeholder yang ada di pasar modal. "Logikanya semakin besar perusahaan yang mencatatkan saham, menjadi potensi misalnya transaksi lebih diaspek mereka," tambah dia.
Dia menyebutkan, selama ini dua debitur bank tersebut yang melakukan IPO memiliki portofolio kredit dengan nilai mencapai Rp 1 triliun. Biasanya, kata Hasan, kategorisasi profil ini dilakukan terlebih dahulu oleh pihak perbankan dan kemudian dilanjutkan dengan pertemuan dengan bursa dan lembaga intermediary atau perantara lainnya.
"Mudah-mudahan tanpa mandatory tetap akan ada. Kami akan jalani prosesnya, kami datangi satu-satu tapi juga rangkul intermediaries-nya," katanya.
(hps/hps) Next Article 2019, Total Emisi Saham Capai Rp 165,3 Triliun
Most Popular