Harga Minyak Naik 2% Pekan Ini, Meroket Sepanjang Kuartal I

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 March 2019 09:22
Harga Minyak Naik 2% Pekan Ini, Meroket Sepanjang Kuartal I
Ilustrasi Pipa Penyaluran Minyak Mentah (REUTERS / Richard Carson / File Foto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia melonjak sepanjang pekan ini. Berbagai sentimen memengaruhi harga si emas hitam, mulai dari ancaman resesi di Amerika Serikat (AS), cuitan Presiden AS Donald Trump di Twitter, sampai persepsi seretnya pasokan global. 

Sepanjang minggu ini, harga minyak jenis brent melonjak 2,03%. Sedangkan light sweet melesat 1,86%. 

 

Selama minggu ini, harga minyak bergerak bak wahana roller coaster. Pada awal pekan, harga komoditas ini terkoreksi karena sentimen risiko resesi di Negeri Paman Sam.

Kekhawatiran terhadap resesi datang dari perkembangan di pasar obligasi pasar obligasi pemerintah AS. Imbal hasil (yield) untuk tenor 3 bulan lebih tinggi ketimbang tenor 10 tahun.  

Artinya, pasar melihat bahwa risiko dalam jangka pendek lebih besar ketimbang jangka panjang. Dalam 50 tahun terakhir, resesi di AS selalu diawali dengan fenomena ini. 

 

AS adalah konsumen minyak terbesar di dunia. Data US Energy Information Administration menyebutkan, konsumsi minyak di Negeri Adidaya mencapai 19,69 juta barel/hari. Angka ini sama dengan seperlima dari total konsumsi dunia. 

Ketika AS mengalami resesi (amit-amit), maka sudah pasti aktivitas ekonominya lesu. Saat aktivitas ekonomi lesu, maka permintaan energi akan turun. Jika permintaan energi turun, maka harga minyak akan ikut turun. 

Baca: AS di Ambang Resesi, Harga Minyak Amblas


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Namun pada tengah pekan, harga minyak melonjak tajam karena ada persepsi pasokan yang semakin terbatas. Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) masih menjalankan program pemangkasan produksi sekitar 1,2 juta barel/hari.

Plus, ada kondisi kahar (force majeur) di Venezuela yang membuat produksi dan ekspor mereka terganggu. Krisis ekonomi-sosial-politik yang melanda Venezuela berdampak kepada semakin sulitnya mendapatkan akses energi listrik. Akibatnya, beberapa fasilitas produksi minyak dan pelabuhan penting di Venezuela tidak bisa beroperasi. 


Apalagi AS semakin galak terhadap Venezuela. Pemerintahan Presiden Trump sudah tidak mengakui kepemimpinan Presiden Nicolas Maduro dan lebih memilih Juan Guaido sebagai Presiden Interim. Berbagai tekanan pun dilancarkan untuk memperlemah posisi Maduro. 

Mengutip Reuters, Trump sudah mengeluarkan titah agar perusahaan minyak di seluruh dunia tidak berbisnis dengan Venezuela. Jika dilanggar, maka siap-siap putus hubungan dengan AS. 

Oleh karena itu, wajar apabila pasar melihat pasokan minyak dunia bakal seret. Persepsi ini membuat harga minyak bergerak ke utara alias menguat. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Namun kemudian harga minyak sempat anjlok lumayan dalam gara-gara cuitan Presiden Trump di Twitter. Untuk kesekian kalinya, Trump kesal karena dia menilai harga minyak sudah terlalu mahal dan itu mengganggu proses pemulihan ekonomi. 

"Sangat penting bagi OPEC untuk meningkatkan pasokan minyak. Pasar minyak sangat rapuh, harga sudah terlalu tinggi. Terima kasih!" cuit Trump. 


Akan tetapi efek dari cuitan ini tidak sebesar dan selama yang sebelumnya. Sebab, mungkin pelaku pasar sudah terbiasa melihat Trump tantrum di Twitter dan melihatnya sebagai hal yang basi. Sebagai gantinya, harga minyak kembali terangkat karena persepsi berkurangnya pasokan datang lagi. 


Lesatan harga minyak sedikit banyak mempengaruhi kinerja rupiah, yang sepanjang pekan ini melemah 0,53% di hadapan dolar AS. Kenaikan harga minyak bukan kabar baik buat rupiah.  

Sebab, kenaikan harga minyak akan membuat biaya impor komoditas ini semakin mahal. Sementara Indonesia harus terus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalamn negeri karena produksi yang belum memadai. 

Biaya impor minyak yang meningkat tentu memberikan tekanan kepada transaksi berjalan (current account). Jika defisit transaksi berjalan semakin lebar gara-gara impor minyak, maka rupiah akan rentan melemah karena fondasinya yang rapuh. 

Kenaikan harga minyak sepanjang pekan ini membuat sepanjang kuartal I-2019 harga minyak brent meroket 27,12% sementara light sweet melambung 32,44%. Ini menjadi kenaikan kuartalan tertinggi sejak kuartal II-2009 atau nyaris 10 tahun.




TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular