
Isu Resesi, Dolar AS Berlutut di Hadapan Mata Uang Utama
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 March 2019 20:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu resesi AS terbukti masih terus menghantui dolar pada hari ini Rabu (27/3/19). Jelang dibukanya perdagangan sesi AS, indeks dolar yang biasa digunakan untuk mengukur kekuatan mata uang negeri Paman Sam tersebut berbalik melemah.
Pada pukul 18:54 WIB, indeks dolar berada di kisaran 96,70 atau melemah 0,04%, padahal di sesi Asia sebelumnya indeks dolar sempat menguat ke level 96,97.
Inversi atau yield obligasi AS tenor jangka pendek lebih tinggi dari tenor jangka panjang masih terus berlangsung. Fenomena ini mengindikasikan para pelaku pasar melihat kemungkinan Amerika Serikat akan mengalami resesi sehingga "meminta" imbal hasil yang lebih tinggi dari obligasi jangka pendek.
Mengutip data dari Refinitiv pada pukul 19:13 WIB yield obligasi AS tenor 3 bulan sebesar 2,46%, lebih tinggi dari tenor 10 tahun 2,38%. Selisih dua obligasi ini yang sering dijadikan acuan untuk memperkirakan resesi di AS.
Kali terakhir inversi dua obligasi ini terjadi pada Januari 2007, dan AS mengalami resesi pada Desember 2018.
Rilis data tingkat keyakinan konsumen AS pada Selasa kemarin memperburuk sentimen terhadap dolar. Data ini merupakan leading indicator untuk melihat tingkat keyakinan masyarakat AS dalam melakukan konsumsi. Belanja konsumen merupakan tulang punggung perekonomian AS yang berkontribusi sekitar 68% dari produk domestik bruto (PDB) AS.
Conference Board Inc. AS pada Selasa pukul 21:00 WIB melaporkan data tingkat keyakinan konsumen AS merosot di bulan ini, dengan angka indeks yang dirilis sebesar 124,1 dibandingkan bulan Februari 131,4. Menurunnya tingkat keyakinan bisa jadi menggambarkan masyarakat AS akan menunda melakukan konsumsi yang tentunya berdampak buruk bagi PDB AS.
D isisi lain, euro yang merupakan "lawan berat" dolar sedang mendapat sentimen yang membuatnya berbalik menguat. Bos European Central Bank (ECB), Mario Draghi, saat berbicara di Frankfurt sore tadi cenderung mengabaikan kemungkinan terjadi resesi di Zona Euro dengan berkaca dari sejarah sejak 1970 terjadi pelambatan ekonomi sebanyak 50 kali dan hanya empat kali mengalami resesi.
Kondisi Zona Euro saat ini juga dikatakan sama dengan yang terjadi pada tahun 2016 ketika perekonomian melambat akibat kontraksi perdagangan global.
Euro merupakan mata uang yang berkontribusi paling besar dalam membentuk indeks dolar, yakni sebesar 57,6%. Mata uang lainnya yang turut membentuk indeks ini adalah yen (13,6%), poundsterling (11,9%), dolar Kanada (9,1%), krona Swedia (4,2%) dan franc Swiss (3,6%).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/roy) Next Article Pukul 15.00 WIB: Rupiah Pangkas Penguatan ke Rp 16.080/US$
Pada pukul 18:54 WIB, indeks dolar berada di kisaran 96,70 atau melemah 0,04%, padahal di sesi Asia sebelumnya indeks dolar sempat menguat ke level 96,97.
Inversi atau yield obligasi AS tenor jangka pendek lebih tinggi dari tenor jangka panjang masih terus berlangsung. Fenomena ini mengindikasikan para pelaku pasar melihat kemungkinan Amerika Serikat akan mengalami resesi sehingga "meminta" imbal hasil yang lebih tinggi dari obligasi jangka pendek.
Kali terakhir inversi dua obligasi ini terjadi pada Januari 2007, dan AS mengalami resesi pada Desember 2018.
Rilis data tingkat keyakinan konsumen AS pada Selasa kemarin memperburuk sentimen terhadap dolar. Data ini merupakan leading indicator untuk melihat tingkat keyakinan masyarakat AS dalam melakukan konsumsi. Belanja konsumen merupakan tulang punggung perekonomian AS yang berkontribusi sekitar 68% dari produk domestik bruto (PDB) AS.
Conference Board Inc. AS pada Selasa pukul 21:00 WIB melaporkan data tingkat keyakinan konsumen AS merosot di bulan ini, dengan angka indeks yang dirilis sebesar 124,1 dibandingkan bulan Februari 131,4. Menurunnya tingkat keyakinan bisa jadi menggambarkan masyarakat AS akan menunda melakukan konsumsi yang tentunya berdampak buruk bagi PDB AS.
D isisi lain, euro yang merupakan "lawan berat" dolar sedang mendapat sentimen yang membuatnya berbalik menguat. Bos European Central Bank (ECB), Mario Draghi, saat berbicara di Frankfurt sore tadi cenderung mengabaikan kemungkinan terjadi resesi di Zona Euro dengan berkaca dari sejarah sejak 1970 terjadi pelambatan ekonomi sebanyak 50 kali dan hanya empat kali mengalami resesi.
Kondisi Zona Euro saat ini juga dikatakan sama dengan yang terjadi pada tahun 2016 ketika perekonomian melambat akibat kontraksi perdagangan global.
Euro merupakan mata uang yang berkontribusi paling besar dalam membentuk indeks dolar, yakni sebesar 57,6%. Mata uang lainnya yang turut membentuk indeks ini adalah yen (13,6%), poundsterling (11,9%), dolar Kanada (9,1%), krona Swedia (4,2%) dan franc Swiss (3,6%).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/roy) Next Article Pukul 15.00 WIB: Rupiah Pangkas Penguatan ke Rp 16.080/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular