Takut Inggris-UE Tak Cerai Baik-Baik, IHSG Berakhir Melemah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 March 2019 16:51
Takut Inggris-UE Tak Cerai Baik-Baik, IHSG Berakhir Melemah
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,16%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mengakhiri perdagangan hari ini dengan pelemahan sebesar 0,39% ke level 6.444,74.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG di antaranya: PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-4,11%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-2,71%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-5,07%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-3,93%), dan PT Astra International Tbk/ASII (-0,7%).

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan menguat: indeks Shanghai naik 0,85%, indeks Hang Seng naik 0,56%, dan indeks Straits Times naik 0,02%.

Musuh utama bagi IHSG adalah endgame-nya Brexit. Ya, bukan hanya pertarungan superhero buatan Marvel yang sedang memasuki babak akhir, namun juga drama perceraian Inggris dengan Uni Eropa.

Pada hari ini waktu setempat, parlemen Inggris akan menggelar pemungutan suara terkait opsi yang akan diambil setelah proses Brexit ternyata terbukti lebih sulit dari yang dibayangkan semua pihak. Pasca referendum Brexit digelar pada 2016 silam, hingga saat ini belum ada opsi yang jelas untuk membawa keluar Inggris dari Uni Eropa.

Sejauh ini, proposal Brexit yang diajukan oleh Perdana Menteri Theresa May sudah ditolak sebanyak 2 kali oleh parlemen.

Beberapa opsi yang mungkin diambil parlemen pada hari ini di antaranya: tidak ada Brexit sama sekali (No Brexit), referendum kedua, Inggris tetap berada di wilayah kepabeanan dan pasar tunggal Uni Eropa, meloloskan proposal Brexit yang diajukan May, hingga meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun (No-Deal Brexit).

Kalau sampai opsi No-Deal Brexit yang diambil, dampaknya dipastikan parah. Inggris dan Uni Eropa tak bisa lagi leluasa berdagang dengan tarif yang rendah atau tanpa tarif sama sekali seperti yang selama ini terjadi. Tarif dalam perdagangan Inggris-Uni Eropa akan mengacu kepada standar dari WTO yang pastinya lebih tinggi.

Jika dihitung, pada tahun 2018 ekspor Inggris ke 5 negara terbesar anggota Uni Eropa lainnya yakni Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, dan Belanda mencapai 17,1% dari total ekspor mereka. Dari sisi impor, kontribusi 5 negara tersebut dari total impor Inggris adalah sebesar 26,2%. Ingat, itu baru kontribusi dari 5 negara terbesar anggota Uni Eropa lainnya dan bukan dari seluruh anggota Uni Eropa.

Parahnya dampak dari No-Deal Brexit sebenarnya sudah diwanti-wanti oleh Bank of England (BoE) selaku bank sentral Inggris. BoE telah memperingatkan bahwa No-Deal Brexit bisa mengakibatkan resesi. Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Seiring dengan risiko besar yang menghantui perekonomian Inggris, dolar AS selaku safe haven menjadi primadona. Hingga sore hari, indeks dolar AS menguat sebesar 0,15%. Rupiah pun tak bisa lolos dari 'maut'. Mata uang Garuda melemah hingga 0,18% di pasar spot ke level Rp 14.190/dolar AS.

Pelemahan rupiah pada akhirnya memaksa investor di pasar saham tanah air untuk melakukan aksi jual, mendorong IHSG ke zona merah.
Pasca membukukan beli bersih senilai Rp 338,9 miliar pada perdagangan kemarin (26/3/2019), pada hari ini investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 424,7 miliar di pasar saham tanah air. Pelemahan rupiah yang signifikan mendorong investor asing untuk melakukan aksi jual dengan intensitas yang besar.

Sejatinya, rilis data ekonomi AS tak mendukung bagi greenback untuk membukukan penguatan melawan rupiah. Kemarin, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Maret 2019 versi The Conference Board diumumkan di level 124,1, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 132,1, seperti dilansir dari Forex Factory. Nilai IKK pada bulan Maret juga lebih rendah dari capaian bulan Februari yang sebesar 131,4.

Kemudian, pembangunan rumah baru periode Februari 2019 diumumkan sebanyak 1,16 juta unit saja (annualized), lebih rendah dari konsensus yang sebanyak 1,22 juta unit, juga dilansir dari Forex Factory.

Namun, kekhawatiran terkait dengan perkembangan Brexit terbukti lebih mendominasi pergerakan rupiah.

Pelemahan rupiah yang signifikan tentu berpotensi membuat investor asing menderita kerugian kurs sehingga aksi jual di pasar saham menjadi tak terhindarkan. Di sisi lain, kehadiran damai dagang AS-China menjadi hambar.  Pada hari Kamis dan Jumat (28 & 29 Maret), AS dan China akan menggelar negosiasi dagang di Beijing, mempertemukan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He.

Pelaku pasar menaruh harapan yang besar bahwa negosiasi pada pekan ini akan menghasilkan kesepakatan dagang yang nantinya akan ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.

Sebelumnya, pertemuan antara Trump dan Jinping direncanakan digelar pada akhir bulan Maret, sebelum kemudian dikabarkan diundur hingga akhir April. Lalu, pertemuan dua pimpinan negara dengan nilai perekonomian raksasa tersebut kembali dikabarkan diundur hingga Juni.

Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

Jika kedua negara bisa mencapai kesepakatan dagang, besar kemungkinan bahwa pengenaan bea masuk tersebut akan dihapuskan dan mendorong laju perekonomian kedua negara. Hal ini menjadi sangat penting guna mencegah perekonomian China mengalami hard landing pada tahun ini.

Sebagai informasi, pemerintah China belum lama ini resmi memangkas target pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini menjadi di kisaran 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular