Diburu Investor, Yield Obligasi Jerman Jatuh ke Zona Negatif

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
26 March 2019 06:38
Tingkat imbal hasil (yield) obligasi Jerman berada pada zona negatif, dan mengindikasikan sudah mencapai titik terendah sejak Oktober 2016.
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tingkat imbal hasil (yield) obligasi Jerman berada pada zona negatif, dan mengindikasikan sudah mencapai titik terendah sejak Oktober 2016. 

Kondisi tersebut terjadi pada akhir pekan lalu dan masih bertahan hingga Senin (25/3/2019) yang menunjukkan semakin tertekannya sentimen investor global sehingga memburu obligasi pemerintah Jerman.


Sebagai hasilnya, harga efek yang biasa disebut bund Jerman tersebut naik seiring dengan penurunan yield.
 

"Menguatnya pasar bund Jerman menunjukkan sinyal bahwa investor global menyasar negara yang dianggap paling kuat di Eropa tersebut," ujar Head of Fixed Income Research PT MNC Sekuritas I Made Adi Saputra, Senin. 

Data Refinitiv menunjukkan yield obligasi Jerman tenor acuan 10 tahun turun ke -0,025% pada Jumat pekan lalu, masuk ke teritori negatif dan kembali ke bawah level 0% sejak Juni 2016-Oktober 2016. 

Yield tersebut kembali berlanjut berada zona merah meskipun menguat sedikit ke -0,002% Penurunan yield tersebut membuat bund Jerman kembali dapat disebut sebagai obligasi dengan yield di bawah titik nol (sub-zero yield bond). 

Penguatan harga obligasi Jerman terjadi sejak nada kalem (dovish) bank sentral Amerika Serikat (AS) yaitu The Fed yang disertai ekspektasi tidak akan ada kenaikan suku bunga acuan mereka, tetapi akhirnya disertai sentimen negatif Brexit dan diperparah oleh ekspektasi resesi perekonomian AS.


Ekspektasi resesi AS tercermin dari inversi (keadaan terbalik) yang terjadi pada US Treasury seri acuan, yaitu tenor 3 bulan dengan tenor 10 tahun, yang jarang sekali terjadi bahkan disebut pertama kali sejak 2007 silam.
 

Pada Senin malam, inversi pada tenor 3 bulan-10 tahun kembali tidak terlihat lagi.

Yield US Treasury Acuan 25 Mar 2019, Siang Hari
SeriBenchmarkYield 22 Mar 2019 (%)Yield 25 Mar 2019 (%)Selisih (Inversi)Satuan Inversi
UST BILL 20193 Bulan2.4622.4533 bulan-5 tahun21.6
UST 20202 Tahun2.3292.3152 tahun-5 tahun7.8
UST 20213 Tahun2.2572.2383 tahun-5 tahun0.1
UST 20235 Tahun2.2552.2373 bulan-10 tahun1.7
UST 202810 Tahun2.4562.4362 tahun-10 tahun-12.1
Sumber: Refinitiv   

Yield US Treasury Acuan 25 Mar 2019, Sore Hari
SeriBenchmarkYield 22 Mar 2019 (%)Yield 25 Mar 2019 (%)Selisih (Inversi)Satuan Inversi
UST BILL 20193 Bulan2.4622.4583 bulan-5 tahun20.1
UST 20202 Tahun2.3292.3212 tahun-5 tahun6.4
UST 20213 Tahun2.2572.2523 tahun-5 tahun-0.5
UST 20235 Tahun2.2552.2573 bulan-10 tahun-0.2
UST 202810 Tahun2.4562.462 tahun-10 tahun-13.9
Sumber: Refinitiv  

Inversi itu membentuk inversi kurva yield (inverted yield curve) pada kedua tenor, yang berasal dari ekspektasi investor US Treasury yang lebih memburu tenor panjang dibanding tenor pendek. 

Tekanan beli pada tenor panjang membuat harganya naik dan yield-nya turun dibanding tenor pendek. 

Meskipun terjadi tekanan besar pada ekspektasi ekonomi AS, koreksi yang terjadi di pasar obligasi cenderung bergerak stagnan termasuk di Indonesia.

Hari Senin, pasar obligasi terkoreksi dan membuat yield surat utang negara (SUN) naik, terutama pada seri acuan FR0068 bertenor 15 tahun.

Seri tersebut mengalami kenaikan yield 10,7 basis poin (bps) menjadi 8,04%.
  

Yield Obligasi Negara Acuan 25 Mar 2019
SeriJatuh tempoYield 22 Mar 2019 (%)Yield 25 Mar 2019 (%)Selisih (basis poin)Yield wajar IBPA 22 Mar'19
FR00775 tahun7.1247.1664.207.1284
FR007810 tahun7.5987.6485.007.6240
FR006815 tahun7.948.04710.708.026
FR007920 tahun8.0388.1228.408.0851
Avg movement7.07
Sumber: Refinitiv  

Made menambahkan koreksi di pasar obligasi lebih kecil dan pasar obligasi beberapa negara Asia justru menguat, dan hal tersebut wajar karena pasar bond lebih tahan banting (resilient).  

"Dengan penguatan US Treasury, spread menjadi lebih lebar dan malah bagus. Jangan lupa bahwa pekan ini adalah pekan terakhir di kuartal I-2019, terutama karena investor baik global maupun domestik mempertahankan nilai portofolio yang sudah untung pada Q1." 

Franky Rivan, Senior Analyst Research PT Kresna Sekuritas, memprediksi SUN tenor acuan 10 tahun akan terkoreksi dan yield-nya kembali naik hingga berada pada level equilibrium 8% seiring dengan kontraksi di tingkat global seperti sekarang ini. 

"Porsi investor asing juga akan berkurang dari saat ini (di kisaran 38%) hingga kembali pada 37%," ujarnya dalam wawancara di CNBC Indonesia TV.


Made menambahkan bahwa karena adanya kontraksi negatif di pasar keuangan global maka lelang yang akan digelar pemerintah besok akan sedikit sepi karena investor akan lebih pasif menyikapi kondisi sekarang ini dan cenderung menunggu (wait and see).
 

"Nilai permintaan akan lebih rendah daripada dua lelang SUN konvensional sebelumnya, yaitu pada kisaran Rp 55 triliun-Rp 65 triliun, karena masih ada kebutuhan placement portofolio dari investor.

Faktor lain adakan karena pemerintah sudah mendekati target penerbitan pada kuartal I-2019 dan pendapatan pajaknya sudah lebih baik."
 

Hari ini, pemerintah akan menggelar lelang rutin pada tujuh seri SUN konvensional dengan target penerbitan Rp 15 triliun-Rp 30 triliun.   


TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/prm) Next Article AS-China Makin Tak Jelas, Reli Harga SUN Berakhir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular