Rupiah Memang Melemah, Tapi...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 March 2019 16:55
Rupiah Memang Melemah, Tapi...
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini ditutup melemah di perdagangan pasar spot. Namun depresiasi rupiah menipis dan dolar AS berhasil dilengserkan dari level Rp 14.200. 

Pada Senin (25/3/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.175 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir peka lalu. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,21%. Selepas itu depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS berhasil menembus kisaran Rp 14.200. Dolar AS bertahan di level tersebut nyaris seharian. 


Namun jelang penutupan pasar, rupiah mulai membaik. Mata uang Tanah Air berhasil menipiskan pelemahannya dan dolar AS berhasil diturunkan ke bawah Rp 14.200. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 

Rupiah termasuk dalam golongan minoritas yaitu mata uang Asia yang melemah di hadapan dolar AS. Selain rupiah, anggota kelompok ini adalah dolar Hong Kong, yen Jepang, dan dolar Singapura. 

Namun hal lain yang menunjukkan perbaikan kinerja rupiah adalah posisinya di klasemen mata uang utama Benua Kuning. Nyaris seharian ini rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia, tetapi sekarang posisi itu menjadi milik yen.

Rupiah bahkan juga berhasil melawati ringgit yang menghuni peringkat kedua terbawah. Kini rupiah menjadi mata uang terlemah ketiga di Asia, masih terdepresiasi tetapi berhasil naik dua setrip dan tidak lagi menjadi juru kunci. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:16 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah masih tertekan karena sentimen domestik dan eksternal. Dari sisi domestik, rupiah rentan terserang ambil untung (profit taking) karena sudah menjalani reli pekan lalu.

Selama seminggu kemarin, rupiah menguat 0,67% di hadapan dolar AS. Bahkan rupiah sempat menguat 5 hari beruntun. Oleh karena itu, rupiah rawan terkena koreksi teknikal.

Selain itu, rupiah juga tertekan akibat tingginya kebutuhan valas korporasi. Biasanya korporasi punya kewajiban membayar dividen atau utang pada akhir kuartal I. Rupiah pun banyak dijual untuk ditukarkan ke valas sehingga mata uang Tanah Air melemah.

Namun ada beberapa hal yang membuat rupiah sedikit tertolong. Pertama, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS sudah tidak lagi mengalami inversi.

Pada pukul 16:21 WIB, yield surat utang pemerintah AS tenor 3 bulan berada di 2,4525%. Sementara untuk tenor panjang 10 tahun adalah 2,4656%. Normal, yield jangka panjang lebih tinggi ketimbang jangka pendek.

Sejak akhir pekan lalu, terjadi inversi (yield tenor pendek lebih tinggi dibandingkan jangka panjang) di dua tenor ini. Inversi menandakan kemungkinan akan terjadi resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan. Sebab, investor meminta ‘jaminan’ yang lebih tinggi untuk obligasi jangka pendek yang artinya risiko akan lebih besar dalam waktu dekat.

Isu ini menjadi sentimen yang mendominasi pasar. Kekhawatiran terhadap resesi di AS membuat investor mencari aman dan meninggalkan pasar keuangan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.


Inversi yang sekarang sudah tidak terjadi memang mungkin hanya dinamika sesaat, tetapi sudah cukup melegakan pelaku pasar. Apabila situasi normal terus terjaga, maka semoga AS bisa terhindar dari bahaya resesi.


Kedua, ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) mengawal ketat pergerakan rupiah. Nanang Hendarsah, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, mengatakan salah satu instrumen menjaga rupiah adalah melalui pasar Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF).

“Instrumen DNDF memang masih perlu upaya pendalaman, pengembangan, tapi sangat membantu dalam mendukung kestabilan nilai tukar rupiah," kata Nanang.

 
TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular